Asheeqa 15
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk... "
(QS. Al A'raf ayat 178)
~Asheeqa~
Peraturan bagi para pembesuk warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan salah satu yang terpenting adalah pemeriksaan badan dan barang bawaan. Hal ini bertujuan agar barang-barang berbahaya yang dilarang masuk dan beredar di dalam lapas sengaja atau terbawa oleh pembesuk. Antara lain senjata tajam, peralatan makan dari besi seperti sendok dan garpu dan salah satu yang paling berbahaya adalah Narkotika dan obat-obatan terlarang.
"Mbak jaketnya bisa di lepas?" Tanya salah satu petugas padaku.
Aku hanya mengangguk dan melepas jaket dan menyerahkannya. Petugas perempuan menyuruhku masuk ke sebuah kamar, seperti kamar pas di toko baju. Dia memintaku untuk merentangkan kedua tangan.
Rambut yang aku kuncir diminta untuk di lepas. Si ibu petugas mulai memeriksaku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tidak ada yang terlewat baginya. Tak terkecuali area sensitif bagi seorang perempuan pun tak luput dari pemeriksaan.
Konon baru-baru ini ada satu pembesuk yang ketahuan membawa narkoba di dalam celana dalamnya. Beruntung salah satu petugas di sini ada yang cepat tanggap mengamankan narkoba dan pembesuk. Alhasil si pembesuk yang berniat membesuk sang suami malah sekarang ikut jadi warga binaan juga.
"Bersih mbak," ujar salah satu petugas tersenyum padaku.
Aku kembali menguncir rambut panjangku.
"Rambutnya bagus mbak. Bisa jadi model iklan sampo nih." Goda salah satu petugas berambut bob padaku.
"Husht kamu kalau ngomong gitu. Jangan dengerin mbak, mending di tutupin aja rambutnya kalau ke sini pakai hijab. Kalau di sini kan banyak mata orang-orang jahat. Dari pada di ganggu mereka." Tegur petugas berhijab memandangku.
Senyum yang aku perlihatkan pada ibu petugas di sini adalah senyum palsuku, menutupi sedihnya hatiku. Benar kata petugas tadi. Di sini termasuk sarang para penjahat yang suka memperhatikan dengan detail para wanita pembesuk. Mulai ujung rambut sampai lekuk tubuh seseorang. Dan lebih menyakitkan adalah ketika beberapa warga binaan sengaja bersiul menggoda para pembesuk wanita.
Berbeda jika seseorang wanita berpakain muslimah dengan hijab syar'i. Dan menundukkan kepala. Tidak ada yang berani menggoda atau mengganggu. Benar dengan salah satu cerita yang aku dengar dari abah. Kalau hijab itu membedakan seorang muslimah dengan lainnya.
Dikemukakan Sa’id bin Manshur, Sa’ad, Abd bin Humaid, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abi Malik: “Dulu isteri-isteri Rasulullah saw keluar rumah untuk keperluan buang hajat. Pada waktu itu orang-orang munafik mengganggu dan menyakiti mereka. Ketika mereka ditegur, mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya saja.” Maka turunlah ayat ini: Ya ayyuha al-Nabiyy qul li azwajika wa banatika wa nisa’i al-mu’min yudnina ‘alayhinna min jalabibihinna... Allah memerintahkan mereka mengenakan jilbab supaya berbeda dengan hamba sahaya.
https://alliwa-arroya.blogspot.com/2016/07/kewajiban-berjilbab-tafsir-qs-al-ahzab.html?m=1
Hijab menjadi identitas atau pembeda bagi wanita muslimah. Tapi alangkah bijaknya jika pakaian muslimah yang kita pakai sesuai dengan syariat islam. Jangan sampai kita malah menjadi penghuni neraka karena berhijab tapi telanjang.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasululloh SAW bersabda: “Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan Bersolek diri untuk memperdaya laki-laki, kepala-kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, sebab sesungguhnya bau surga itu akan tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Aku ingin setelah berhijab nanti aku benar-benar menjadi seorang muslimah. sesuai tuntunan Rasulullah.
"Mbak, udah selesai. makanan yang mbak bawa bersih." kata salah satu petugas laki-laki yang tadi memeriksa kotak makanan yang bunda siapkan buat bang Igo.
Aku pasrah menerima kotak makanan tadi. Pasti semua makanan di dalam kotak ini udah di acak-acak sama petugas pemeriksa. Lagi-lagi bentuk pengamanan, makanan atau barang bawaan pembesuk juga bakalan di periksa sampai menyeluruh. Makanan instan atau yang sudah terbungkus juga bakalan dibuka dan di teliti. Makanan kalengan di sini dilarang keras dibawa.
Aku menghirup napas panjang-panjang menyiapkan mental memasuki tempat ini. Ketika langkah pertamaku memasuki ruang pembesuk, seluruh warga binaan yang berada di balik jeruji besi pemisah antara ruang pembesuk dengan taman di dalam kawasan lapas menatapku dengan tajam.
Beberapa dari mereka ada yang malu, tapi ada juga sebagian dari mereka memandangku dengan pandangan yang sulit diartikan. Aku berasa artis yang memasuki tempat jumpa fans bertemu dengan fans dengan pandangan memuja. Sama sekali tidak ada rasa senang melainkan rasa risih dan aneh yang bergelayut di tubuhku. Pandangan mereka penuh dengan hawa nafsu. Padahal aku hanya memakai baju biasa celana jeans yang di padukan dengan kemeja kotak-kotak, itu aja bisa membuat mereka cuci mata melihat para wanita pembesuk. Jaket yang tadi aku pakai terpaksa aku simpan d loker beserta tas dan handphone.
"Tunggu sebentar ya, saya panggilkan Virgonya." ucap salah satu petugas ketika aku kembali menyodorkan kembali id card pembesuk.
Aku mengamati dengan seksama di ruangan ini. ruangannya hanya berukuran 5 x 4 meter. Di sediakan beberapa bangku bagi para penjenguk. Para pembesuk dan penjenguk hanya bisa duduk saling berhadapan dengan warga binaan yang dipisahkan dengan meja yang terbuat dari beton setinggi pinggang dengan panjang 3 meter dan lebar setengah meter. Dari panjang 3 meter ini setiap setengah meter di beri sekat berupa tembok kecil setinggi 20 centimeter. Jadi hanya ada enam pembesuk, sisanya menanti di luar. 15 menit waktu yang di berikan di sini.
5 menit kemudian seseorang yang aku tunggu-tunggu datang. Bang igo memakai celana panjang baju koko dan peci warna putih menutupi sebagian rambutnya. Gagah dan berwibawa. Itulah gambaran abang sekarang.
Bang Igo tersenyum melihatku. Aku bergegas mendekat dan memeluknya. walaupun di batasi meja aku bisa memeluk abang susuanku ini.
"Abang," ucapku lirih dengan mata berkaca-kaca.
"Assalamu'alaikum de?" Sapanya lembut.
"Wa'alaikumsalam bang."
"Kalau mau nangis mending tadi titipin makan aja di depan. Dari pada ketemu abang malah mewek hehehe." Bang Igo terkekeh menghapus satu tetes airmata yang tiba-tiba meluncur tanpa perintahku.
"Abang sehat?" Tanyaku.
"Alhamdulillah abang sehat. Kamu, bunda dan abah gimana?"
"Alhamdulillah sehat semua. Ini ada makanan dari bunda." Kataku menyodorkan kotak makanan.
"Makasih. Bilang sama bunda nggak usah repot-repot bawa makanan. Di sini banyak makanan kok, enak-enak lagi." Senyum terlukis bibir abang.
Aku tahu abang bohong. Bohong kalau makanan di sini enak-enak. Aku sempat mendengar salah satu penghuni ini yang mengeluh soal makanan. Nasi di sini aja nasinya kering dan pera, banyak batu dan sisa kulit gabah yang tertinggal. Lauk pauk pun di masak ala kadarnya. Tanpa ada rasa alias hambar, seperti makanan yang cuma di rebus. Mungkin makanan yang di sediakan di sini seperti itu sebagai ganjaran buat para warga binaan. Agar mereka tidak kembali lagi ke sini.
"Kok bengong?" Abang melambaikan tangan di depanku membuyarkan lamunanku.
Aku hanya tersenyum dan menggeleng.
"Abang lagi ngapain tadi? Lagi di masjid ya?" Tanyaku penasaran.
"Iya de, tadi shalat Dhuha di lanjut murojaah."
"Wihhh abang keren. Makin hebat ah ilmunya. Ade ajarin dong." Pintaku mengedipkan mata di depan abang.
"Matanya di kondisikan Asheeqa." Ucap abang menatapku tajam.
Aku menggaruk kepalaku. Kebiasaan nggak bisa ngontrol sama tindakan konyolku di tempat seperti ini.
"Ada yang mau ditanya ke abang?" Tebak bang Igo.
Aku hanya mengangguk. Wajahku berubah menjadi muram.
Abang hanya diam. Dan menunggu sampai aku bicara lagi.
"Bang, kalau ade,,, ade,,, ade pakai ... " lidahku seakan kelu berbicara di depan abang.
Abang mencondongkan badan kearahku dan mengelus kepalaku lembut. Menguatkanku agar aku mampu mengatakannya.
"Kalau ade pakai hijab gimana?" Jawabku lirih menunduk.
"Abang setuju banget. Tapi kenapa sekarang nggak pakai?" Tanya abang memperhatikanku.
"Aku masih ra ra ragu bang." Jawabku terbata.
"Apa yang kamu ragukan de? De, ragu adalah bentuk tipu daya setan. Agar kita mengikuti omongannya. Kamu harus yakin de. Pakai hijab itu sebuah kebenaran jadi kamu harus yakin. Dalam Firman Allah Swt.
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
"Kebenaran itu adalah dari Robmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu (wahai Muhammad) Termasuk orang-orang yang ragu." (QS. Al-Baqarah : 147)." Ucap abang.
"De, maaf kalau abang terlalu menekan kamu." Abang mengusap wajahnya frustasi melihatku menangis.
"Nggak bang. Abang nggak perlu minta maaf. Ade nangis karena ade bodoh kenapa selama ini ade seperti ini. Masih aja ngikutin maunya setan. Harusnya ade hijrah dari dulu." Kataku lirih. Airmata kian deras jatuh membasahi pipiku.
Abang berdiri dan merentangkan kedua tangannya. Tanpa aba-aba aku langsung memeluk abang. Abang mengelus rambutku.
Dan membisikkan sesuatu.
"مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi. (QS. Al A'raf ayat 178)"
Aku sesenggukan menatap abang. Tapi abang malah tersenyum dan menyentil hidungku dengan telunjuknya.
"Masa sih beberapa minggu nggak ketemu udah jadi cegeng kayak gini. Mana ade abang yang nakal dan ceria."
Aku manyun mendengar perkataan abang. Dan kembali duduk.
"Go, tinggal lima menit." Ucap salah satu petugas mengingatkan bang Igo.
"Inget ya nggak boleh ragu lagi. Harus yakin. Abang tunggu di sini. Abang pengin lihat Asheeqa bukan Mehru yang tomboy." Abang mengacungkan telunjuk memperingatkan aku.
Dengan wajah masih manyun aku masih mengangguk.
"Senyum manis ekstra gingsulnya mana?" Goda abang.
Bukannya senyum aku malah kembali menangis. Membuat abang malah tertawa mengejek. Dan kembali melantunkan suara merdunya membaca sebuah hadits.
"«تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ»"
“Senyummu di depan saudaramu, adalah sedekah bagimu” (Sahih, H.R. Tirmidzi no 1956). Potongku cepat, sebelum abang mengartikannya.
Abang mengusap kepalaku gemas.
"Oh ya kalau mau beli gamis nanti minta antar bang Aries ya, terus pake ATM abang."
"Ogah, di anter bang Aries ujungnya aku di bully dan bayar sendiri." Cemberutku membuang muka.
"Hemm nggak boleh suudzon Asheeqa. Bang Aries bakalan semangat empat lima nemenin adiknya buat hijrah. Paling bang Aries bakalan bully ya kalau kamu buat ATM abang jebol."
"Abang nyebelin banget. Aku juga punya uang kali bang."
"Iya becanda de. Ya udah salam buat semua. Jangan lupa main ke umi dan abi ya. Dan salam buat ketiga adik baru kita. Abang jadi semangat pengin cepet-cepet pulang," ujar abang semangat.
"Siap abang. Semangat belajarnya bang! Ade tunggu pak ustadz Muhammad Virgo Shakeer!" Semangatku mengepal tangan.
Abang hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.
***
Aku keluar dari lapas dengan wajah sumringah. Dan sekarang bersemangat menuju rumah sakit. Sepertinya aku akan minta Ayesha aja buat mengantarku beli gamis. Dan semua baju-baju lamaku bakalan aku sumbangin.
"Bismillah aku harus yakin. Semangat!" Kataku lantang, membuat orang-orang di tempat parkir menatapku aneh. Bodo amat emang gue pikirin liat mereka kayak gitu.
Aku menstarter motor dengan senyum terkembang. Menjalankan si putih menuju ke rumah sakit menemani Bila. Semoga aja abah sama bunda masih ada di sana.
Dua puluh menit kemudian aku sampai di parkir rumah sakit. Melepas helm kemudian memakai topi di lanjut tudung jaket sengaja aku pakai agar menutup leher bagian kepalaku. Nggak tahu kenapa sekarang sedikit ada rasa malu ketika leherku masih terlihat. Buru-buru aku masuk dan menuju ruangan rawat Bila. Sekarang Bila sudah di pindahkan ke ruang perawatan biasa.
"Assalamu'alaikum," kataku mengetuk pintu ruangan Bila.
"Loh kok Bila sendiri? Abah bunda kemana?" Tanyaku dengan jelas agar Bila bisa tahu perkataanku.
Bila mengambil notes dan menulis sesuatu di sana.
Aku menaruh tas dan melihat apa yang Bila tulis.
"Bunda dan abah sedang menjenguk seseorang yang di rawat di sini." Tulis Bila.
Aku hanya mengangguk. Tapi siapa ya yang di jenguk bunda sama abah. Ahh entahlah mungkin kenalan bunda atau abah.
Sekarang waktu yang tepat kali ya praktekin video youtube semalam. Mumpung nggak ada orang. Kalau ada yang salah kan nggak mungkin di bully. Aku hanya senyam-senyum dengan ide di pikiranku ini.
Bila mengerutkan kening melihatku aneh.
Aku hanya nyengir menatapnya. Makin aneh kali ya aku sekarang hehehe.
Jari dan tanganku mulai bergerak memberi isyarat pada Bila. Tangan kanan aku kepal dengan jempol lurus di samping telunjuk yang menekuk. Tangan yang membentuk kepalan adalah untuk huruf 'A'. Sambil ibu jari dikenakan pada tepi dahi kanan lalu digerakkan ke depan.
"Assalamu'alaikum" isyarat ku.
Bila tersenyum. Kemudian ketiga jari tangannya telunjuk, tengah dan manis membentuk huruf W. Sambil dikenakan pada tepi dahi kanan lalu digerakkan ke depan.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Bila.
Yeh benar. Aku makin semangat sekarang. Menggunakan bahasa isyarat di depan Bila. Semoga nggak salah. Dan semoga nggak ada yang ngrecokin aksiku pamer keahlian bahasa isyarat yang baru semalam aku pelajari.
Beberapa kalimat sederhana menggunakan bahasa isyarat aku sudah bisa. Bila pun senang kalau aku sekarang sedikit demi sedikit bisa. Nggak sia-sia waktu kuliah sering belajar pake SKS (sistem kebut semalam). Jadi hari ini sukses deh. Ya walaupun ada sedikit insiden berderai airmata tapi aku bisa bikin Bila tersenyum dan nggak perlu pakai acara tulis menulis.
Sekarang waktunya kalimat yang agak panjangan. Tangan dan jariku mulai bergerak mengungkapkan maksud hatiku kalau sekarang Bila, Rayan dan Ayesha adalah keluargaku. Bunda jadi ibu mereka. Abah jadi kakek mereka. Dan kalian nggak usah khawatir kalau aku dan keluarga akan selalu menjaga mereka.
Tapi Bila hanya diam dan memandangku. Seolah-olah dia tak mengerti apa yang tadi aku ungkapkan.
"Salah ya? Atau kamu nggak tahu artinya?" Tanyaku pakai bahasa bibir.
Bila mengangguk. Kembali mengambil note dan menulis.
"Bila nggak tahu. Maksud mbak tadi apa?"
"Aduh kok nggak ngerti sih." Keluhku menggaruk kepala frustasi.
Aku mulai menggerakkan jari-jari, Bila masih memperhatikan dengan seksama. Tapi sepertinya Bila memang nggak ngerti sama apa yang aku lakuin.
"Jelas Bila nggak ngerti lah. Wong kamu itu ngawur pakai bahasa isyaratnya." Ucap seseorang menyalahkanku yang ternyata sudah berdiri di sampingku. Tanpa aku tahu kapan dia masuk.
"Heh! Kalau masuk ketuk pintu dulu asal nylonong kayak maling." Kataku sewot menatap tajam.
Si pria hanya tersenyum mengejekku. Dan duduk di sebelah Bila serta mengacuhkan ocehanku tadi. Membuatku meradang, emosiku naik berkali-kali lipat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top