Asheeqa 10
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Jangan takut bersedekah. Karena sedekah itu menghapus dosa layaknya air yang memadamkan api.
-Asheeqa-
Sekarang aku ada di Rumah sakit, masih ada sedikit rasa takut memasuki tempat ini. Ketakutanku masih sama seperti kemarin. Mungkin aku aneh, masa bertemu sama orangtua sendiri takut. Tapi ya mau gimana lagi, aku bukan takut sosoknya yang galak atau apa. Pertama aku bertemu dengannya dia baik walaupun beliau tak mengenaliku. Beberapa pertemuan berikutnya juga sama dan beliau akhirnya mengenaliku. Cuman sakit hati yang aku rasakan ini yang buatku enggan dan takut bertemu kembali dengannya. Aku takut kembali terluka. Hahaha alasan klise bukan, tapi inilah aku.
Penampilan luarku emang tomboy, terkesan kuat dan cuek. Cuman tentang dia saja yang membuatku berubah seratus delapan puluh derajat. Menjadi rapuh dan terpuruk.
Aku sampai di sini dengan sedikit keberanian berkat bang Aries. Setelah debat panjang yang membuatku menangis bang Aries memilih diam sampai aku tiba di rumah. Dan berakting seperti tidak ada apa-apa saat kami sampai di rumah bertemu bunda dan abah. Setelah satu jam di rumah, dengan senyum serta melupakan perdebatan kami dia mengantarku sampai sini.
Selama perjalanan awalnya canggung, tapi bang Aries punya seribu satu cara buat mengembalikan senyumku. Lelucon garing yang dia lontarkan yang pertama biasa-biasa aja bahkan memperlihatkan kalau dia benar-benar nggak jago nglawak. Tapi keahliannya ngrayu yang bikin aku sampai kembali netesin airmata. Kali ini bukan airmata sedih ya tapi gara-gara ketawa ngakak sama tingkah konyol abang susuanku ini.
"Kamu tukang gali ya?" Tanya bang Aries.
Aku yang hanya diam dipaksa menjawab ya.
"Iya mang napa!" Jawabku nyolot.
"Et dah busyet. Cewek bukan neng? Galak amat. Abang nggak jadi nanya dah." Sesalnya.
Aku memilih diam kembali.
"Jawab yang halus napa neng?" Pintanya kembali.
"Lah lu bang aneh. Masa cewek tukang gali."
"Iya kamu kan tukang gali hati aku. Sampai nemuin segepok berlian di hatiku buat lamaran." Katanya sambil menggerakkan kedua kelopak matanya buka tutup mengarahku.
"Hahaha mana ada abang. Cewek suruh nyari berlian sendiri buat lamarannya."
"Adalah kan lu neng. Lu gali, nemu berlian terus gue minta buat lamar deh pujaan hati gue nona cantik yang telah buat hatiku klepek-klepek."
"Ikan kali bang." Kataku menyadarkannya dari mimpi gilanya.
"I Kan bener!" Ucapnya bak banci yang mangkal di taman sambil menyentuh daguku. Tak lupa dengan senyuman dan kerlingan maut matanya. Membuatku kembali tertawa terbahak-bahak. Nggak nyangka abangku ini calon banci kalengan.
Tapi buru-buru mulutku berkomat-kamit ngucap amit-amit. Jangan sampai kejadian. Bisa kena serangan jantung umiku sayang.
"Mbak Mehru." Sapa seseorang gadis berbaju putih biru menyamai langkahku.
"Ayesha. Loh udah pulang sekolah ya?" Tanyaku bingung, setelah menengok jam di tanganku yang masih menunjukan pukul sepuluh pagi.
"Ada rapat wali murid mbak. Kak Rayan lagi ikut rapat, jadi aku kesini gantiin." Ucap Ayesha tersenyum.
Kami jalan berdua menyusuri koridor menuju ICU. Tapi pikiranku masih sama, takut kalau tiba-tiba bertemu lagi dengannya. Mataku benar-benar nggak bisa diem. Setiap detik lihat kanan kiri depan belakang. Jangan sampai dia melihatku duluan di sini.
"Mbak nyari apa?" Tanya Ayesha.
"Nggak apa-apa kok Sha. Cuman perhatiin aja kok ramai ya jam segini." Bohongku.
"Ini kan jam jenguk mbak. Tapi ICU nanti jam sebelas."
"Oh gitu ya." Jawabku manggut-manggut.
Sekarang hampir semua rumah sakit ada jam jenguk. Saat bukan jam jenguk pintu masuk ruangan rawat inap akan di jaga oleh satpam. Dan melarang para pengunjung masuk. Kecuali keluarga pasien yang menunggu itu pun di batasi hanya dua orang dengan tanda pengenal dari pihak rumah sakit.
"Mbak kita ke kantin dulu nggak apa-apa kan?" Pinta Ayesha.
"Nggak apa-apa Sha. Mbak bawa makanan nih dari bunda." Jawabku menunjuk rantang yang aku tenteng.
"Sha jadi nggak enak repotin keluarga mbak mulu." Ucapnya menunduk.
"Nggak enak kasih kucing aja. Kalau ini enak kita makan aja."
"Makasih banget ya mbak."
"Sama-sama yang penting Bila sehat kamu dan Rayan baik-baik aja. Dan terakhir kamu harus jadi lulusan terbaik ya. Biar nanti masuk SMA gampang." Kataku menyemangatinya.
"Sha mau kerja aja mbak. Mau bantuin kak Rayan nyari duit." Jawabannya menunduk.
"Mbak nggak ijinin! Kamu harus sekolah minimal sampai SMA. Nggak usah mikirin biaya In shaa Allah mbak bisa biayain kamu."
"Tapi mbak... " mata Ayesha berkaca-kaca memandangku.
"Nggak ada tapi-tapian. Ini janji seorang kakak buat adiknya. Abah dan bunda udah anggep kalian sebagai keluarga. Jadi kalian juga adik-adikku."
Ayesha menubruk dadaku dan memelukku erat. Terdengar isakan kecil darinya.
Aku membelai kepalanya yang tertutup hijab putih.
Saat aku kecil, abah dan bunda tidak punya apa-apa. Sepetak tanah dan rumah abah jual demi biaya rumah sakit bunda dan kebutuhanku. Beruntung ada umi dan abi, yang selalu mengulurkan tangan pada kami. Berkat keuletan abah, dan modal yang diberikan abi. Abah mulai membuka toko bangunan kecil-kecilan. Dan bunda membuka warung yang menjual lauk pauk. Bertahun-tahun Alhamdulillah usaha bunda dan abah berkembang. Modal yang dulu di berikan abi bisa abah kembalikan.
Dan selain membuka toko bangunan, abah juga membuat kontrakan. Lumayan ada pemasukan tetap tiap bulan dari penyewa kontrakan.
Satu hal yang selalu abah pesankan ke aku. Setiap harta yang kita punya ada hak mereka, hak anak yatim dan fakir miskin. Serta jangan takut bersedekah. Karena sedekah itu menghapus dosa layaknya air yang memadamkan api.
Oleh karena itu sekarang saat aku mampu, aku harus menyisihkan sebagian hartaku untuk mereka yang membutuhkan. Terlebih Rayan dan kedua adiknya adalah yatim piatu.
Kini aku dan Ayesha sedang duduk di kantin, menunggu sampai jam besuk ICU di buka. Kami mulai ngobrol tentang sekolah Ayesha. Di sela obrolan Ayesha melambaikan tangan pada seseorang di belakangku.
"Dokter!" Seru Ayesha.
Awalnya aku enggan memperhatikan siapa yang di panggil Ayesha. Tapi karena penasaran dengan ekspresi Ayesha yang tersenyum dengan seseorang yang di panggil dokter. Akupun akhirnya menoleh.
Ya elah, ngapain sih Ayesha nyapa dokter cuek dan super dingin ini. Males banget deh ketemu dokter singa lagi.
"Duduk di sini dok?" Pinta Ayesha lagi.
Tapi belum sempat si singa menghampiri kami, tiba-tiba speaker kantin bersuara.
"CODE BLUE, CODE BLUE, CODE BLUE! PASIEN RUANG ICU."
Dokter Azlan, tampak kaget dan menghentikan jalannya. Dia merogoh sakunya dan mengambil handphone. Kemudian berbalik arah dan berlari keluar kantin.
"Mbak, Code Blue maksudnya apa ya? Kok nyebut pasien ICU juga. Dokter Azlan kenapa lari ya?" Tanya Ayesha bingung.
Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku tahu arti Code Blue yaitu panggilan untuk tim emergency rumah sakit kalau ada pasien yang membutuhkan pertolongan segera karena mengalami henti jantung. Ditambah kata ICU, apa jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi di ICU.
"Emm, Sha lebih baik kita ke ruang ICU ya. Barangkali udah di buka." Ucapku, menyembunyikan rasa kuatir.
Kalau dokter Azlan sampai berlari, berarti ada yang terjadi sama pasiennya. Jangan-jangan...
Aku mempercepat jalanku menuju ICU, pikiranku benar-benar kacau. Aku nggak berani terus terang arti code blue pada Ayesha.
Ayesha sempat protes dengan tingkahku yang diam dan jalan cepat kayak gini. Tapi sebisa mungkin aku tidak merubah raut wajahku menjadi cemas. Aku hanya beralasan agar cepat sampai di ICU, takut nanti nggak kebagian baju khusus untuk masuk ruang ICU.
Aku inget maksud code blue ini, dan setiap ada peringatan code blue. Hasilnya ada dua, pasien selamat atau pasien meninggal dunia. Semua ini aku tahu dari hobiku membaca, ditambah maraton nonton drama korea medical. Aduh malah curhat. Plak...
Sesampai di ruang ICU.
Kami memasuki ruang tunggu khusus keluarga pasien ICU. Dan hanya dibatasi dinding dengan jendela kaca besar dengan ruangan ICU. Tepat jam 11 tirai jendela terbuka. Dan terpampang jelas dokter Azlan dan beberapa perawat sedang mengerubungi salah satu bed.
Ayesha mencengkram lenganku erat. Pandangannya terpusat dengan tindakan dokter Azlan.
Di dalam ruangan.
Dokter Azlan dan para perawat sedang melakukan Defibrilasi.
"Mbak, Bila mau di apain? Kenapa mereka ada di dekat Bila? Bila kenapa mbak?" Tanya Ayesha menatapku sendu.
Aku langsung memeluk Ayesha. Lututku benar-benar lemas melihat apa yang terjadi di dalam sana.
"Sha, berdoa ya moga baik-baik aja Bila." Ucapku lirih.
Ayesha melepas pelukanku dan hendak berlari masuk. Tapi aku cegah.
"Sha, biarkan dokter bekerja ya. Bila pasti akan baik-baik saja. Serahkan sama dokter Azlan ya." Kataku takut.
Ayesha hanya menatap ke depan, airmata tak terbendung lagi. Telapak tangannya menempel di kaca.
"Bila, Bila, Bila, de kamu yang kuat sayang. Kakak masih pengin sama kamu..." ucap Ayesha, menangis dan hampir jatuh. Aku peluk dia, membagi sedikit tenaga untuknya agar dia kuat.
Dokter Azlan kembali menaruh alat mirip gosokan ke dada Bila. Aku nggak tahu apa yang dia instruksikan kepada perawat di sampingnya. Wajahnya terlihat kuatir, dengan keringat membasahi keningnya.
Seorang suster menyuntikan sesuatu ke Bila. Kini dokter Azlan beralih melakukan RJP.
Ya Allah...
Sekuat tenaga aku memeluk Ayesha. Yang kini tengah menangis tersedu-sedu melihat perjuangan tim dokter pada adiknya. Tubuhku benar-benar lemas, serasa tak ada tulang. Dingin. Hawa dingin menusuk sampai ke tulangku.
Aku memang baru mengenal Rayan, Ayesha dan Bila. Tapi situasi seperti ini membuatku nggak tega. Ini adalah perjuangan hidup dan mati buat Bila.
Ya Allah beri kekuatan ke Bila. Biar Bila bisa sehat kembali ya Allah...
Dokter Azlan menghentikan tindakan menekan dada Bila dengan kedua tangannya. Dan kembali melakukan hal yang sama. Sampai akhirnya dia berhenti. Dan melihat ke layar yang memperlihatkan tanda vital Bila. Kemudian beralih memandangku dan Ayesha di balik kaca. Keringat membasahi wajahnya. Dan berjalan keluar menghampiri kami.
*Defibrilasi : Tindakan untuk mengembalikan normalitas irama jantung. Menggunakan alat kejut bernama Defibrilator.
*RJP : Resusitasi Jantung Paru yaitu metode untuk mengembalikan fungsi napas dan atau sirkulasi tubuh yang terhenti.
*Tanda vital : Tekanan darah, nadi, suhu dan frekuensi nafas.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top