Bertemu lalu berpisah

"Bintang jahat!" Sebuah teriakan dengan suara yang bergetar terdengar beberapa kali dari kamar yang Asa tempati.

"Asa, buka pintunya, Nak. Bunda mau bicara sama Asa." Bunda Isma mengetuk pintu berkali-kali seraya kembali berusaha membujuk Asa untuk keluar dari kamar.

Sementara Bintang sendiri sudah terduduk lesu di lantai dengan punggung yang bersandar pada dinding. Sedari tadi dirinya mencoba membujuk Asa, namun nihil. Yang terdengar hanya teriakan Asa  menyebutnya jahat karena akan meninggalkan gadis itu. Ini bukan keinginan Bintang, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa jika orang-orang yang disebut sebagai keluarganya telah menyetujui surat persetujuan itu.

Bunda Isma yang mendengar suara gaduh, segera menghampiri sumber suara yang berasal dari depan kamar Asa kemudian mencoba membantu Bintang membujuk gadis itu setelah Bintang memberitahunya mengenai Asa yang telah mendengar pembicaraan dalam ruangan Bunda Isma tadi.

Pagi tadi Asa masih baik-baik saja, bahkan dia dengan ceria sempat bertukar cokelat dan surat rahasia dengan Bintang meski mereka kini sudah bukan lagi anak kecil, hal yang selalu ia lakukan bersama Bintang sejak tujuh tahun lalu tepat setiap bulan Februari tiba. Hingga hari menjelang siang, sebuah kabar yang tak terduga membuat gadis tiga belas tahun itu mengurung diri dalam kamar.

***

Suasana tegang begitu terasa dalam ruangan bunda Isma, ketika sepasang suami istri yang memperkenalkan diri dengan nama Prasetyo dan Puspita mengungkapkan niatan mereka datang ke panti.

"Saya sudah mendapat surat persetujuan dari keluarga mendiang Bu Nadia untuk merawat Bintang, ini suratnya, Ibu bisa periksa terlebih dahulu," ucap pria paruh baya yang sebelumnya mengenalkan diri dengan nama Prasetyo pada Bunda Isma.

Bunda Isma terlihat membaca dengan seksama kertas yang ada di tangannya. Benar saja, di sana terdapat tanda tangan dari Suryawan Adipramana selaku kakek dari Bintang yang juga merupakan pemilik panti asuhan Permata.

Deg!

"Persetujuan ... Bintang?" Pintu yang tidak tertutup sempurna membuat Asa dapat mendengar percakapan di dalam. Tangan yang semula akan menyentuh gagang pintu seketika terhenti, matanya membulat dengan dada yang bergemuruh hebat.

Hati Asa kecewa dan hancur, ketika niatannya yang semula datang ke ruangan sang bunda untuk memberikan sebuah cokelat, justru malah membuat dirinya tidak sengaja mendengar percakapan sang bunda dengan sepasang suami istri yang juga berada dalam ruangan di depannya. Mereka mengaku sebagai sahabat dari mendiang orang tua Bintang yang selama ini tinggal dan bekerja di luar negeri. Mereka mengatakan jika baru mengetahui kematian orang tua Bintang setahun lalu setelah sekian lama mereka kehilangan kontak dengan Evan dan Nadia.

Prasetyo dan Puspita yang saat itu mendengar kabar mengejutkan tentang kematian sahabatnya, berusaha segera menyelesaikan semua urusan di sana, juga mengurus segala keperluan untuk kembali menetap di tanah air. Mereka sepakat ingin membawa Bintang ikut serta bersama, terlebih setelah mendengar jika satu-satunya keturunan dari sahabat mereka ternyata selama ini malah tinggal di panti asuhan, padahal Evan dan Nadia bukanlah keturunan orang biasa.

Evan adalah salah satu sahabat yang dulu pernah sangat berjasa dalam hidup mereka. Mendengar nasib Bintang setelah orang tuanya tiada, membuat mereka ingin mengabdikan diri untuk mendampingi Bintang tanpa merubah status anak itu dengan cara mendapatkan surat persetujuan pengasuhan dari pihak keluarga Nadia selaku wali serta pemilik panti asuhan tempat Bintang berada.

Asa yang mendengar semua percakapan dari luar, sontak berlari menjauh kemudian mengunci diri dalam kamar, tanpa menyadari jika Bintang yang sedari tadi berdiri di belakang Asa juga mendengar semua percakapan itu dan mengejarnya.

***

"Sa, Buka pintunya. Aku mau ngomong," ucap Bintang yang masih setia duduk bersandar di dinding samping pintu kamar Asa. Ia tahu, Asa bisa mendengar suaranya, meski Asa tidak mau menjawabnya.

"Lebih baik kamu kembali ke kamar kamu dulu, Bintang. Biar Bunda aja yang ngomong sama Asa." Bunda Isma menepuk pundak Bintang, menyuruhnya bergegas karena besok pagi Bintang akan berangkat bersama kedua orang tua angkatnya ke Kalimantan, tempat Prasetyo dan Puspita tinggal.

"Tapi, Bunda ... Asa...." Ucapan Bintang terhenti ketika Bunda Isma menggelengkan kepalanya, memberi isyarat jika Bintang harus menuruti ucapannya tadi, "Bintang tunggu di kamar aja ya, Bunda mau bicara sama Bintang nanti."

Dengan langkah gontai, Bintang kembali ke kamarnya yang hanya berjarak dua pintu dari kamar milik Asa. Entah apa yang akan terjadi pada mereka, namun satu hal yang Bintang tahu jika setelah ini, semua tidak akan lagi sama.

Setelah memastikan Bintang kembali ke kamarnya, Bunda Isma kembali mengetuk pintu kamar Asa, membujuk gadis itu agar mau menemuinya.

"Asa, Bunda tahu pasti Asa dengerin Bunda. Tolong buka pintunya, Nak. Asa bisa ngomong sama Bunda kalo Asa mau." Bunda Isma mundur selangkah setelah tak berapa lama mendengar suara kunci pintu yang mulai terbuka.

Tanpa aba-aba, Asa menubruk serta memeluk erat tubuh Bunda Isma, hingga membuat sang bunda mundur selangkah karena tidak siap menahan tubuh Asa yang langsung menubruknya.

"Sstt, kita masuk dulu, biar Asa bisa lebih leluasa ngomongnya," ajak Bunda Isma menuntun Asa yang tidak sedikitpun melepaskan pelukannya untuk masuk kamar lalu menutup pintunya.

"Asa kenapa?" tanya Bunda Isma yang duduk di sebelah Asa seraya mengusap lembut rambut gadis yang telah beranjak remaja itu.

"Asa ... ditinggal lagi, Bunda. Asa ...  sendiri lagi. Bintang ... Bintang mau tinggalin Asa sendiri." Dengan sedikit terbata, Asa mulai membuka suara. Bahu Asa berguncang hebat, air mata yang semakin deras mengalir, serta napas yang mulai tersengal menandakan betapa dalam kesedihan yang Asa rasakan di dalam dekapan Bunda Isma.

Bunda Isma tidak mengatakan apa pun, hanya terus memberi usapan lembut yang berpindah ke punggung Asa yang semakin bergetar berharap dapat menyalurkan sedikit ketenangan. Bunda Isma tahu jika saat seperti ini, Asa hanya ingin didengar, jadi ia biarkan Asa menumpahkan segala perasaannya sekarang, berharap setelah ini perasaan Asa sedikit tenang.

"Asa enggak mau Bintang pergi, Bunda. Bintang bohong, Bintang ingkar janji. Asa cuma punya Bintang.
Bintang selalunbilang kalo dia enggak akan ninggalin Asa, dia udah janji buat di sini aja sama Asa, tapi ... tapi sekarang mereka mau bawa Bintang pergi jauh. Asa enggak mau pisah sama Bintang, Bunda. Kenapa mereka mau bawa Bintang? Kenapa Bunda nggak larang mereka? Kenapa Bunda?" Asa berusaha menumpahkan semua kekalutan perasaannya dengan kedua tangan yang semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Bunda Isma.

Bunda Isma terus mengusap punggung Asa, hingga dirasa gadis itu sedikit tenang, Bunda Isma dengan lembut melepaskan dekapan Asa, agar dirinya bisa menatap wajah Asa.

"Anak Bunda udah besar ya ternyata, udah bisa protes," ucap Bunda Isma seraya tersenyum lembut dengan telapak tangan yang bergerak perlahan menghapus jejak basah air mata di wajah Asa.

"Asa tahu, Bunda sayang banget sama kalian berdua, pun juga anak-anak Bunda yang lainnya. Kalo Bunda bisa, Bunda akan usahakan biar kalian tetep sama-sama selamanya. Tapi, Bunda nggak bisa lakuin itu, Nak. Itu sama saja Bunda egois.

Kalian masih muda, jalan kalian juga masih panjang, pasti ada cita-cita yang ingin kalian wujudkan. Dengan keterbatasan Bunda, Bunda sadar nggak bisa kasih yang terbaik buat kalian, apalagi anak-anak Bunda sangat banyak. Semua pasti ingin sekolah yang tinggi dan masa depan serta kehidupan yang lebih baik. Orang tua asuh akan memberikan kalian semua itu, bahkan kasih sayang mereka.

Sama halnya dengan Bintang, sudah saatnya Bintang mewujudkan semua mimpinya. Asa tahu kan apa yang selama ini ingin Bintang wujudkan? Apa Asa mau Bintang di sini terus, tapi nggak bisa wujudin mimpinya? Bunda tahu ini enggak akan mudah awalnya buat Asa sama Bintang, tapi Bunda percaya kalian pasti bisa.

Pak Prasetyo dan Bu Puspita itu orang baik yang udah dipercaya keluarga Bintang buat nglanjutin ngerawat Bintang setelah Bunda. Kalo Asa sayang sama Bintang, beri dia kesempatan buat ngerasain punya keluarga yang baik dan bisa wujudin mimpinya.

Asa pun juga nanti akan ngrasain punya keluarga kayak Bintang. Ini semua Bunda lakuin demi kalian  anak-anak Bunda. Bunda akan berusaha buat kebahagiaan anak-anak Bunda supaya punya keluarga yang bisa menyanyangi melebihi sayang Bunda sama kalian.

Sekarang, Asa tenangin diri Asa dulu ya. Bunda juga mau bicara sama Bintang. Dia juga pasti merasa terkejut, sama kayak Asa. Nanti, Asa bicara sama Bintang ya." Bunda Isma berdiri ketika Asa sudah terlihat tenang dan memberinya sebuah anggukan kecil sebagai jawaban.

Bunda Isma berjalan keluar, menutup pintu seiring harapan yang ia lantunkan untuk anak-anak asuhnya.

Semoga kalian menemukan kebahagiaan masing-masing dan tetap saling menjaga satu sama lain, meski berjauhan.

...


Hasil semedi bersama waktu ituSanomPrasetyo arr_riyadi SilverL29 WahyuTri023 serta mendiang mbak kembar Neta_iluy

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top