Der Heiler
"Wah, Anda lebih tinggi dari yang tercetak di koran-koran!" Seorang wanita berseru, tersenyum berseri-seri sambil membungkukkan tubuhnya untuk memperlihatkan rasa hormat.
Andreas tersenyum kikuk. "Benarkah? Terima kasih, Fräu ...?"
"Victoria," wanita itu tersenyum, "Rosa Victoria."
"Nama Anda cantik, Fräu Victoria. Boleh saya memanggil Anda dengan nama depan Anda?"
"Oh?"
Andreas tertawa untuk mengusir rasa canggung. "Saya rasa, pendekatan yang lebih baik adalah dengan tidak memanggil nama belakang satu sama lain. Saya ingin mengakrabkan diri dengan semua penduduk Desa Eichenberg."
Mendengar penjelasan Andreas, Rosa mengangguk kecil. Dia tidak melihat kerugian kalau Andreas memanggilnya dengan nama depan. Bukankah keduanya nama yang bermaksud memanggil sang wanita?
"Tentu saja, Eúre Gnaden," ucap Rosa.
Andreas mengibaskan tangan kanannya guna memberikan isyarat bahwa dia menolak sesuatu. "Jika saya memanggil Anda dengan nama depan Anda, maka panggil saya dengan nama depan saya. Tidak perlu memanggil saya dengan nama-nama kehormatan seperti itu."
Rosa mengerjap, perlahan kedua alisnya terangkat. Wanita dengan rok kusut bercorak cokelat itu melirik Roman yang ada di sampingnya. Ekspresi yang terpampang jelas pada wajah Rosa memberikan sinyal keresahan kepada Roman.
"Eúre Majestät, agaknya, itu terlalu berlebihan," lirih Roman. "Kami tidak bisa memanggil Anda hanya dengan nama Anda."
"Kenapa? Memanggil nama saya tidak akan menyakitkan, Fräu Emilia sudah melakukannya dua hari terakhir ini."
"Fräu Emilia memanggil Anda dengan nama Anda?" seru Roman. "Ya Tuhan, Eúre Gnaden, tolong maafkan perilaku semena-menanya. Dia itu memang suka melakukan banyak hal seenaknya."
Sang putra mahkota menggelengkan kepala. "Tidak juga, saya tidak keberatan. Saya ingin kalian melihat saya sebagai seorang yang sederajat."
"Ah, Anda terlalu rendah hati, memang pantas untuk menjadi putra mahkota," puji Rosa.
Atas permintaan Andreas dan begitu banyak bujukan, Roman membawanya ke desa untuk diajak berkeliling dan berkenalan dengan para penduduk sebelum matahari terbenam.
Roman berusaha untuk menolak keinginan Andreas, tetapi sesuatu dalam hatinya lebih menolak untuk menepis keinginan seorang bangsawan. Dia tahu Stephan memintanya untuk menjaga Andreas di kediaman Karoline, tetapi dia juga tahu Andreas akan mudah bosan, apalagi sudah dua hari dia terkurung di sana.
Kepala gereja itu mengabulkan keinginan Andreas dengan syarat mereka akan bertemu dengan seorang penyembuh daripada yang lainnya. Kebetulan, rumah sang penyembuh ada dekat dengan jalur masuk hutan.
Roman rasa, ini adalah ide yang baik, hitung-hitung Rosa---sang penyembuh---dapat memberikan pengobatan yang lebih layak untuk Andreas daripada Karoline.
"Saya dengar, Anda adalah seorang penyembuh andal yang mampu merasakan ketika seseorang terluka." Andreas duduk di kursi yang telah disediakan oleh Rosa tepat di samping jendela, tak jauh dari pintu masuk.
Rosa menoleh ke arah Roman yang menatap atap untuk menghindari tatapan Rosa.
"Tidak juga," elak Rosa dengan sebuah gelengan kepala yang pelan. "Saya hanya lebih cepat menyadari seseorang terluka daripada penduduk lainnya."
"Bahkan ketika Anda tidak bertemu dengan yang bersangkutan?"
Pertanyaan yang diberikan oleh Andreas tidak langsung mendapatkan jawaban. Rosa hanya menatap sang putra mahkota dengan pandangan ragu, mulutnya gemetar, seolah enggan untuk menjawab tetapi jawabannya sudah ada di ujung lidah.
Rosa beranjak untuk mengambil teko dan tiga cangkir teh. Dia menyajikan secangkir teh untuk masing-masing Andreas, Roman, dan dirinya sendiri.
Aroma teh yang hangat dan manis semerbak ke seluruh penjuru ruangan tersebut, membelai penciuman tiga orang yang terduduk dalam diam.
"Saya tidak bisa menjelaskan mengapa saya bisa merasakannya bahkan ketika saya tidak bertemu langsung dengan orang yang bersangkutan," Rosa menyesap teh pada cangkirnya, "tetapi rasanya seperti sebuah bisikan."
"Bisikan?" beo Andreas. "Seperti ... seseorang memanggil dan Anda bisa mendengarnya?"
Rosa menggelengkan kepala seraya menyimpan cangkir tehnya di meja kecil yang terbuat dari kayu pohon ek. "Lebih seperti sebuah tarikan. Saya tidak bisa menggambarkannya, tetapi bisikan yang saya maksud bukanlah bisikan berupa suara seseorang."
"Lalu, seperti apa bisikan yang Anda maksud?"
"Sebenarnya, saya tidak bisa mendeskripsikannya lebih baik dari sebuah bisikan. Yang saya rasakan ketika ada seseorang yang terluka dan membutuhkan saya adalah sebuah perasaan berat di balik dada saya.
"Lalu, saya dapat merasakan rasa sakit orang yang akan terluka."
Andreas membelalak. "Yang akan terluka?"
"Iya, tidakkah sulit untuk dipercaya? Namun, itulah deskripsi terbaik yang bisa saya berikan."
"Oh, tidak seperti itu. Saya rasa, kemampuan Anda itu sangat menakjubkan!" seru Andreas. "Adakah Anda mengetahui siapa yang akan terluka?"
Rosa menggelengkan kepalanya pelan. "Hanya dari mana perasaan ini berasal. Dua hari lalu, di malam hari hampir tengah malam, saya merasakan rasa sakit teramat sangat pada perut saya. Perasaan itu datang dari luar benteng. Jadi, saya tidak berani untuk keluar dan mengecek siapa yang terluka.
"Ternyata, yang terluka adalah Anda, Eúre Gnaden. Saya ingin memohon maaf Anda karena saya tidak memberanikan diri malam itu untuk datang dan memeriksa keadaan di luar benteng.
"Namun, sepertinya luka Anda cukup tertutup dengan baik. Fräu Emilia merawat Anda dengan mumpuni."
Roman mengembuskan napas lega. Pekerjaan yang telah dilakukan Karoline ternyata diakui oleh sang penyembuh Desa Eichenberg yang andal. Mungkin, ia terlalu meremehkan sang nekromant.
"Apakah kemampuan itu salah satu bentuk Echo yang ada dalam diri Anda?" tanya Andreas. Manik matanya berbinar, seolah memiliki harapan terhadap apa pun jawaban Rosa.
Rosa melirik Roman, mendapati senyum kikuk sang kepala gereja yang seolah berkata, 'Iya, saya telah bercerita kepada beliau.'
Wanita itu tersenyum simpul dengan kerutan pada dahinya. "Saya kurang mengetahui apakah ini Echo atau bukan, karena perasaan yang saya miliki saat seseorang terluka masih hilang-timbul.
"Saya juga kurang mengerti perihal Echo, mengingat pemilik Echo di generasi kami telah terkikis. Saya mohon maaf karena tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan, Eúre Gnaden.
"Namun, sepertinya Fräu Reinhard dapat membantu Anda apabila Anda ingin mengetahui lebih banyak mengenai Echo. Beliau telah mempelajari latar belakang Desa Eichenberg dan para Galm tertua selama bertahun-tahun.
"Apabila ada orang yang bisa menjawab segala pertanyaan mengenai Echo, saya rasa, Fräu Reinhard adalah orang yang tepat."
Dentingan cangkir teh milik Roman yang disimpan di atas piring kecil di meja menginterupsi percakapan Rosa dan Andreas.
"Saya dengar, Fräu Reinhard sedang sibuk di pesisir pantai bersama Herr Robert," ucap Roman. "Saya rasa, Anda baru bisa bertanya kepada Fräu Reinhard esok hari."
Andreas mengangguk. "Tidak apa-apa, saya ingin berkenalan dengan penduduk Desa Eichenberg saja hari ini. Mendengarkan pekerjaan dan kemampuan yang mungkin mereka miliki juga cukup menarik."
Dua tamu milik Rosa kini beranjak dari duduk, pamit untuk pergi berkeliling Desa Eichenberg. Rosa mengantar mereka ke pintu depan, bercakap-cakap singkat untuk menutup pertemuan yang hangat.
Sebelum Andreas sempat menginjakkan kaki ke halaman rumah Rosa, sang wanita tersungkur.
Dia meraung kesakitan, mencengkeram betis sebelah kanan dengan kuat. Keringat-keringat dingin bermunculan pada pelipisnya. Rahang Rosa mengeras, mencoba untuk menahan rasa sakit yang tiba-tiba ia rasa.
Andreas berlutut di hadapan sang wanita, mencoba untuk menenangkan Rosa yang masih mengerang kesakitan.
Sang wanita menarik napas dalam-dalam, kemudian ia melepaskan napas dengan perlahan. Roman yang ada di ambang pintu menelan salivanya lamat-lamat, menatap Rosa lekat.
"Seseorang di luar benteng akan mendapatkan luka tusuk pisau berkarat pada betis kanannya," tutur Rosa dengan napas terputus-putus.
"Kalau begitu," Andreas berdiri dengan cepat, "kita harus segera pergi ke sana untuk membantu mereka."
"Tidak," Rosa berusaha untuk berdiri dengan kaki kanannya yang gemetar, "orang itu bukan warga Negeri Waldheim; terlalu berbahaya untuk membuka gerbang."
Andreas menggelengkan kepalanya. Tanpa mengatakan apa pun, ia berlari ke arah Timur; tempat yang ia ingat ke arah gerbang masuk Desa Eichenberg. Roman menyerukan namanya, berlari membuntuti sang putra mahkota dengan panik.
"Eúre Gnaden, luka Anda masih rawan untuk kembali terbuka!" seru Roman.
"Seseorang akan terluka di tanah Negeri Waldheim, Herr Pfarrer Lehmann. Saya tidak mungkin diam saja," tukas Andreas tanpa menoleh ke belakang.
***
Kulit pria dan wanita yang terduduk di samping batu besar yang tak jauh dari gerbang masuk Desa Eichenberg terlihat kuning langsat. Mata mereka sipit, surai mereka hitam.
Andreas mengernyit, sementara Roman dan Rosa yang membuntutinya membelalak, terkesiap dengan apa yang mereka lihat.
"Bagaimana bisa warga Nippon sampai ke tanah Waldheim?"
***
1.278 kata.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top