[vingt-quatrième]

[ sim speaking ]

Aku tahu, Ava pasti menyukai momen ini. Matahari terbenam adalah pemandangan terfavorit Ava.

Aku juga senang bisa bersama dengan Ava lagi. Ada perasaan aneh yang muncul--seolah-olah, aku jadi tenang jika ada di dekat Ava.

Sedari tadi, sejak kami sampai, belum ada satu pun yang berbicara. Ava terlalu sibuk memperhatikan pemandangan, dan aku terlalu larut menikmati momen ini.

"Lo tau nggak, kenapa gue suka matahari terbenam?"

Pertanyaan Ava membuatku menoleh menatapnya. Aku mengenali tatapan itu--penuh dengan perasaan yang tulus dari hatinya.

"Nggak tau," jawabku. Ava belum pernah cerita.

"Matahari terbenam itu... kayak orang. Nggak selamanya orang akan selalu bersinar. Ada saatnya dia butuh terbenam dan beristirahat. Dan it's okay. Semua orang butuh istirahat."

Aku hanya diam mendengar jawaban itu.

"Tapi, nggak cuma itu." Ava menoleh padaku. "Matahari terbenam juga kayak hubungan antar manusia. Ada saatnya mereka bahagia, dan ada saatnya mereka menjauh. Dan... saat matahari sudah benar-benar hilang, hubungan itu rusak sama sekali."

Ava tersenyum. "Dan itu nggak apa-apa, kan? Nggak selamanya matahari bisa bersinar. Nggak selamanya kita bisa bahagia."

Mungkin aku berpikir yang tidak-tidak, tapi aku takut, yang Ava bicarakan adalah hubungan kami.

"Lagi pula, ada banyak bintang dalam hidup kita, jadi mungkin saat satu hubungan hancur, hidup kita nggak akan segelap itu." Ava berpaling.

"Tapi matahari itu bintang terdekat, kan? Kalau matahari terbenam, hidup kita akan segelap malam."

"Selalu ada matahari lain, Sim." Ava lalu tertawa. "Duh, gue ngomongin apa sih?"

"Mungkin kan, matahari itu terbit lagi?"

"Kenapa enggak?"

"Ava, apa kita sedang terbenam?"

Ava tidak menjawab.

"Jangan terbenam, Va."

"Kalau emang itu yang terjadi, kita nggak bisa nolak, Sim. Tiap hubungan pasti terbenam."

"Apa kita akan terbit lagi?"

Ava terdiam lagi. Aku tahu, dia ragu.

"Nggak tau, Sim. Gue sama sekali nggak tau."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top