Chapter 8 : Ibu Guru Matematika dan Murid Penasaran
Matematika adalah pelajaran yang sangat dibutuhkan dalam hidup. Namun, butuh kapasitas otak yang mumpuni dan relaksasi agar mudah mencerna pelajaran.
Di SD Aruo dan Amu, mereka diajarkan dengan praktek langsung sehingga tidak bosan. Hanya memakai seadanya, tetapi guru matematika mereka sangat kreatif sehingga pelajaran terasa menyenangkan.
"Hasil dari 5² adalah 25. Kenapa bisa begitu?" menyusun beberapa kotak, "bilangan kuadrat bisa diartikan sebagai kotak-kotak ini. Panjang ke bawah ada 5, ke kanan ada 5, dan semua bagian kosongnya terisi hingga menjadi kotak besar."
Memiringkan kepalanya tersenyum, "jika kalian menghitung jumlah kotak yang berada di sini, maka kotak yang tersusun ada 25!" jelasnya bahagia.
Keyla menatapnya dengan takjub. Dia bangga memiliki guru matematika baru seperti Bu Yamu. Amu jhga begitu, dari kelas 1 sampai sekarang, Bu Yamu mengajari mereka dengan sabar.
Hanya Aruo yang tersenyum kaku menanggapinya. Dia sangat menghormati Bu Yamu yang penyabar, dari sisi lain. "Semoga gaji ibu tidak dipotong lagi untuk membeli buku baru karena buku paket lama yang dicoret-coret ...," gumam Aruo menatap sendu dengan senyuman kepada sebuah buku baru yang berantakan di atas meja.
"I— Iya ...," ucap Bu Yamu sedikit kesal, tetapi dia berhasil menahannya, karena itu bukanlah kesalahan Aruo. Anak-anak juga masih kecil. Hanya ... itu tidak mengubah fakta dia yang mendengar gumaman Aruo dan Aruo pura-pura mengacuhkan Bu Yumi dengan cara sengaja membuang muka.
Atau mungkin Aruo memang tidak sadar?
"Ah, merepotkan jika dia memang mendengarnya. Tidak ada sesi curhat di jam istirahat!"
***
Amu berjalan-jalan di lorong bersama Keyla. Karena Aruo sedang diberi tugas membantu guru, mereka pergi tanpanya. "Tugas apa ya, yang diberikan kepada kakak ...."
"Hm ... aku sendiri tidak bisa menebaknya. Ternyata Aruo sering membantu guru, ya?"
Amu . "Ah, kalau begitu aku benar -benar tidak tahu."
Merenung, memikirkan tugas apa yang kakaknya dapat, Amu pergi mengambil sebuah minuman di dalam lemari pendingin lalu membayarnya ke dalam kotak uang.
Tidak perlu khawatir kehilangan, soalnya— "terima kasih," pemilik minuman itu berjualan di kantin depannya.
Keyla mengelus dadanya menghela nafas lega. Tidak ada yang akan bilang aman dari maling. Amu tersenyum lalu mereka pergi kembali ke kelas.
"Sstt ... st, st, st ... st sst ...," siul seorang anak perempuan yang berhasil mengambil tanpa ketahuan kemarin.
"Ah," memasukkan uang ke dalam kotak kembali dan pergi, dia membuat bu kantin bingung. Gadis kecil itu merasa cukup tidak enak kalau tidak membayar. Kemarin hanya menguji tingkat keamanannya saja, begitu.
Bu kantin menatap dengan curiga, tetapi karena anak itu berjalan tanpa menoleh sedikit pun, akhirnya Bu Kantin tidak memikirkannya.
***
"Ah!"
"Bu guru! Maaf!" ucap gadis tadi meminta maaf telah menabrak Bu Yamu.
"I— Iya ..., tidak apa."
"Um ... ada apa dengan wajah ibu?"
"Oh, tidak ...," mengusap wajah, "hanya kaku sedikit," memberikan sebuah senyuman.
"Begitu, ya ... kalau begitu Raha mau pergi ke ruang klub dulu ya."
"Ya, nikmati waktumu ...."
Menunduk memberi rasa hormat dan terima kasih, Raha melangkah menuju ujung lorong. Dia melangkah dengan kecil dan pelan.
Merasa sudah pergi, Bu Yamu menghela nafas. "Pekerjaan ini menguras banyak tenaga ... setelah mendapatkan kabar gaji yang diturunkan, anak-anak dipaksa menghadapi materi yang jauh dari kemampuan mereka ... aku harus menyusun materi-materi sebaik mungkin agar mereka paham. Jika nilai mereka menurun di ujian tengah semester nanti, gajiku akan dipotong dan dipaksa memberi jam pelajaran tambahan ...."
Mengusap-usap kepala, "ahh! Aku tidak ingin bersikap layaknya guru matematika lainnya yang frustasi dan menjadi guru killer karena hal ini! Tidak bisa seperti itu!" senyuman kaku yang sedari tadi dipaksakannya kusut. Menoleh ke belakang, dia melihat Raha yang sudah menjauh beberapa puluh sentimeter. Rasanya ... dia seharusnya memang begitu. Langkahnya kecil jadi tidak terlalu panjang.
Saat ibu sudah kembali menoleh ke depan, Raha kembali melakukan aksinya— melangkah jauh mundur tanpa suara— mendengarkan keluh kesah ibu guru yang dikatakan sebagai guru matematika terbaik dalam sejarah sekolah. "Begitu, ya ... ternyata dia hanya guru pada umumnya, tetapi perjuangan Bu Yamu sungguh hebat ... aku yakin di lain tempat, dia menjadi seseorang yang sangat hebat."
Dalam hati Bu Yamu, "ah ... jika aku berusia panjang, jika ada sesuatu yang memicu emosiku, jika aku dikhianati ... aku yakin kepribadianku akan kacau dan tidak konsisten. Mungkin akan mempengaruhi area eksternal juga."
Tidak ada yang perlu mengerti apa itu area eksternal. Biarkan itu sebagai imajinasi ekslusif untuk perjuangannya dan sebagai hadiah hanya dia yang tahu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top