Chapter 5 : Gadis Kecil
"Kakak ...."
Mengusap matanya, dia mulai menoleh ke kanan dan ke kiri. Sungguh ruangan yang asing. Gadis kecil itu tidak tahu sedang berad di mana.
"Ah, kamu sudah bangun?" ucap seorang anak laki-laki. Gadis itu mencoba untuk mengenali wajah anak laki-laki itu. "Kamu ... siapa?"
Mengulurkan tangan, "aku Aruo. Kalau kamu?"
Gadis itu sedikit takut, dia menjauhkan tangannya dari uluran tangan Aruo. Amu muncul dari samping dan menggenggam kedua tangan gadis itu. Tersenyum, "tidak apa-apa, kok!"
Amu berpikir jika sesama perempuan, dia akan lebih tenang. Sesuai perkiraan, gadis itu mengangguk dan pelan-pelan menyentuh uluran tangan Aruo, meski hanya jari telunjuk.
Aruo tidak mempermasalahkannya. Dia yakin gadis kecil ini sudah berjuang keras, usahanya membuahkan hasil. Aruo suka itu.
"Kakek sudah menunggu di ruang makan. Kami ingin tahu dari mana kamu datang, tetapi pasti perutmu sedang lapar. Jadi kita makan dulu," memiringkan kepala, "ya?"
Aruo memberikan senyuman hangat. Senyuman hangat Aruo memberikan keberanian kepada gadis itu. Dia mengulurkan jari telunjuknya lebih jauh sambil mengangguk.
Di detik ini, Aruo ingin usil, seperti "hop!" jari gadis kecil itu tertangkap, tetapi dia berusaha untuk menahannya. Amu juga menahan diri untuk melontarkan berbagai pertanyaan— jarang sekali bertemu gadis seumuran dengannya, namun dia berjuang untuk menahannya mati-matian.
"Siapa namamu?" tanya Amu dari samping tersenyum hangat, memberikan kenyamanan kepada hati gadis kecil itu untuk menjawab. "Key ... namaku Keyla."
Dengan berani, Keyla menggenggam tangan Aruo dan Amu. Mereka agak terkejut, tetapi dibalas dengan sebuah senyuman. Mereka menuntun Keyla berjalan ke ruang makan. Berhubung Keyla dan Amu masih sedikit sakit, Aruo yang menopang mereka di tengah.
"Pelan-pelan, santai saja ...," ucap Amu tersenyum. Keyla mengangguk merasa bebas. Aruo cukup senang melihat adiknya yang berbicara dengan orang lain, sedangkan kakek bersembunyi menangis di balik koran meja makan.
"Kakek ...!" panggil Amu. "Kenapa membawa koran ke ruang makan? Padahal ini bukan pagi. Kakek lebih parah daripada ayah, ya?
Mendengar Amu yang membicarakan ayahnya, kakek merasa sedikit terluka. Dia menyembunyikan perasaan itu dan menurunkan koran, menatap wajah Amu dengan senyuman. "Tidak apa, hanya sedang ingin saja."
Aruo sudah terbiasa dengan tingkah kakeknya. Saat ada sesuatu seperti ini, seperti merahasiakan sesuatu, kakek selalu memberikan senyuman palsu. Aruo bisa melihat dari otot wajah tersenyum kakek yang berbeda dari senyuman tulus yang biasanya.
Tidak hanya memilih untuk mengabaikan itu, "kakek, kita makan apa?" Aruo mengganti topik menjadi sesuatu yang umum. Kakek merasakan kemungkinan ada suatu niat tersembunyi, tetapi Aruo tidak pernah sama sekali merencanakan hal tersebut.
Tudung di meja makan terbuka, menyajikan beberapa hidangan seperti ayam dan bebek goreng/bakar, nasi dan beberapa makanan lainnya. Terdengar sederhana, tetapi makanan itu setara dengan modal memasaknya. "Kakek, besok aku yang memasak, ya," ucap Aruo spontan.
Kakek terpikrkan soal hal itu setelah Aruo berbicara. Entah kenapa, dia merasa bisa mempercayai masakan dari Aruo. Keyla yang bingung dan Amu yang tak sabar menunggu hasil memakai masakan Aruo besok.
"Oh iya Keyla, kamu berasal dari mana?" tanya Amu. Dia yang memulai percakapan karena laki-laki itu cukup mencurigakan.
"Memang benar itu bisa saja terjadi, tetapi aku sangat percaya dengan kakak. Namun, kita tidak bisa memaksakan kehendak gadis ini.
Menoleh ke arah Amu, Amu mengangguk tersenyum menunggu sebuah perkataan. Keyla memutar kepalanya berbalik dan menghadap Aruo dan kakek. "Kita berada di mana? Aku tidak tahu sedang berada di sini. Seingatku, mobil kami terkena bebatuan dan ...," kepala Keyla sakit. Dia tidak bisa merespon memori buruk dalam ingatannya. Keyla berhenti mengingat dan memegangi kepalanya yang sakit.
Kakek memberikan segelas air, Aruo membantu meminumnya. Amu pergi ke kamar untuk mengambilkan sebuah obat pereda sakit kepala.
Sembari membiarkan Keyla minum, kakek menjawab. "Kemarin kamu berjalan bersama seorang gadis hingga ke depan pintu kami, lalu kamu terjatuh pingsan dan gadis itu meninggalkanmu bersama Amu dan Aruo di sini."
Aruo mengisi kembali gelas yang sudah kosong. "Ini," Amu datang memberikan sebuah tablet. "Terima kasih," Keyla meminum sedikit air sebelum memasukkan obat tablet itu ke dalam mulutnya dan meneguk beberapa tegukan air lagi.
Menghabiskan air di gelas, Aruo menahan diri untuk menuang lagi karena mungkin saja Keyla memaksakan diri untuk tidak menyisakan suguhan untuknya. Dia berdiri, menuju ke pintu depan diantar kakek dan ditemani oleh Amu. Aruo berdiam duduk di meja makan sambil berpikir dan mencoba untuk mengingat apa yang terjadi.
Keyla membuka pintu dan melihat bagian luarnya, "ah, ini benar," menutup pintu, "sekarang kakak ada di mana?"
"Ah, kakakmu ya? Mungkin berada di rumah sakit selepas pemeriksaan polisi."
"Rumah sakit? Bukankah itu sudah masalah serius?" ucap Aruo. Ingatan Aruo belum kembali, kakek mengangguk, membiarkan air dari sungai mengalir.
Dia mulai menceritakan yang sebenarnya. Beberapa kali mereka merasakan sakit kepala yang sama, kakek juga mencoba untuk berhenti bercerita beberapa kali, tetapi melihat ketiga anak yang saling membantu dan memberi sandaran, kakek kagum dan meneguhkan hatinya untuk menceritakan semua yang sudah terjadi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top