Chapter 2 : Dunia yang Baru
"Hoam ...," seorang anak menguap. Dia membuka pintu kamarnya dan hendak turun dari lantai rumah.
"Aruo! Cepat sarapan!" seru suara wanita dari bawah. Suara yang terdengar tidak asing.
"Iya, bu! Aku akan segera ke sana!"
Ibunya teringat, "ah! Jangan lupa bangunkan juga Amu!"
"Eh? Dia masih tidur? Tidak biasanya ...."
Aruo berbalik dan melangkah melewati kamarnya. Dia berdiri di sebuah pintu di tepat di samping ruangan miliknya.
Mengayun gagang pintu, "ah, kakak ...," seorang gadis kecil sudah terlebih dahulu membuka pintu dari baliknya.
"Amu, jarang sekali kamu tertidur selama ini."
Mengusap mata, "hoam ... iya, kemarin aku menyelinap masuk ke kamar kakak dan ingin tidur bersama kakak, tapi saat aku memeluk, Kakak yang satunya datang dan memaksaku keluar."
"Ah, kakak? Lalu apa yang terjadi?"
Mengangguk, "kami berdebat cukup lama dan hampir membuat kakak terbangun, jadi aku menyerah dan pergi." Menggosok pipi, Amu terlihat menangis tanpa air mata. "Aku tidak ingin kakak terganggu ... maaf."
Aruo tersenyum, mengusap kepala Amu. "Kenapa Amu menyelinap ke kamar kakak?"
Sedikit menunduk, "aku ingin memberi kakak kasih sayang ...."
Senyuman Aruo berubah menjadi sebuah senyuman kecil. Dia mengusap turun dari kepala hingga ke pipi Amu. "Terima kasih," Aruo mencubit pelan pipi Amu yang menggemaskan, lalu melepasnya dengan mengukir sebuah senyuman di wajah Amu.
"Aruo, Amu, cepat turun!" panggil kakak mereka dari lantai bawah.
Menoleh kembali, "ayo turun?" Amu tersenyum. Dia mengangguk kecil lalu meraih tangan Aruo yang sudah diulurkan. Mereka turun tangga dengan hati-hati bersama.
Sampai di lantai bawah, Aruo jongkok. Amu menaiki punggungnya, digendong oleh Aruo menuju ruang makan.
"Ah ... dia melakukannya lagi," ucap ibu mereka tersenyum tipis. Kejadian seperti ini sudah sering sekali, jadi sudah tidak heran jika mereka berdua memamerkan keakrabannya.
Di sisi lain, kakak tertua menghadap tembok pura-pura tidak melihat cemberut. Dia kesal karena Aruo tidak pernah melakukan hal yang sama.
Ayah mereka yang duduk di sofa sambil membaca koran dapat membaca pemikiran anaknya. "Siapa yang kuat menggendongmu?"
Merasakan hawa tidak enak, dia langsung menoleh dengan tajam ke arah sang ayah. Ayah meninggikan korannya bersembunyi di balik koran itu, berharap putrinya tidak menyadari.
Cukup lama mengamati, pandangan sang kakak kembali. Aruo dan Amu bersama sang ibu menatap dengan senyuman berbagai arti kepada mereka berdua. Merasa lapar, Amu mengulurkan tangannya. Aruo segera mengangkat Amu dan Amu merangkul pundak Aruo sehingga dia digendong sampai ke meja makan.
Ibu mereka memperhatikan keadaan keluarga mereka dengan baik. Setelah beberapa saat dia bersuara, "ayo kakak dan ayah segera makan, sebentar lagi kita akan berangkat."
"Ah, baik!"
"Sebentar lagi ...," ucap sang ayah. Kakak menatap tajam dan menyeret ayah ke meja makan.
"Tu— Tunggu! Aku belum menghabiskan halaman MMORPG!"
"Jangan! Makan lebih penting!"
Sang ibu buka suara, "lagi pula kamu sudah tua, topik game tidak cocok untukmu."
Membuat sang ayah frustasi, kakak menyeretnya tanpa hambatan. Amu dan Aruo meneguk ludah melihat itu.
Berbicara pelan, "Amu ... pokoknya Amu jangan sampai seperti itu, ya ...." Amu menggangguk paham sekali. Dia benar-benar tahu bahwa rasanya hati itu menyakitkan.
Mengelus Amu dalam diam, "ayo kita lanjutkan makan."
Menggangguk, Amu menghabiskan makanannya, mengikuti Aruo yang mencuci tangan dan piring. Dia ingin membantu, tetapi Aruo melarang jadi Amu duduk manis menunggu.
Klakson mobil dibunyikan. Melihat Aruo membawa tas miliknya dan kakaknya, "ayo kita berangkat?" Amu menggangguk dan menggenggam tangan kanan Aruo. Dia melangkah selaras dengan langkah kaki kakak kesayangannya.
Mereka menaiki mobil, menuju ke rumah sang kakek untuk memberitahukan kabar gembira. Anak tertua dari keluarga mereka akan segera menikah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top