Berdiri di ujung atas sebuah gedung, Aruo memandangi jalan raya yang banyak mobil berlalu-lalang. Dia sedang mengawasi seseorang di bawah.
Memakai alat komunikasi di telinga, "aku menemukan target."
"Dimengerti," suara Raha terdengar dari alat komunikasi itu.
Di suatu gang sempit pada sudut jalan, "Aruo sudah menemukan targetnya," Raha memberitahukan itu kepada Amu.
Mengangguk, Amu bergerak mengikuti mobil itu dari tempat sepi. "Setelah perempatan langsung belok kanan," "baik!"
Keyla mengawasi menggunakan sniper. Sudah lama dia tidak melakukan ini. "Belok kanan ... tembak!"
Ban mobil pecah. Mobil yang mereka incar tergelincir dan menabrak tong sampah di gang sempit. Jalan di sana sepi, orang-orang dari dalam mobil keluar.
Amu dengan cepat menendang para bodyguard dan Keyla menembakkan peluru bius. Satu orang yang tersisa— target melarikan diri ke dalam gang sempit.
Mengeluarkan sebuah gunting, "Yuo, kah?!" Aruo menerjang dari depan.
"Kakak! Kerja bagus!" puji Amu. "Hah ... melelahkan mengejar kalian dari atas sana, kenapa tidak Keyla saja yang mengawasinya?"
Dari alat komunikasi, "untung jaga-jaga ... ah!"
"Ada apa?" tanya Aruo khawatir.
Keyla mengabaikan Aruo dan membidik seseorang menggunakan snipernya. Dia menembakkan ke ujung kaki orang itu, tetapi tidak kena. Terkaget, orang itu terjatuh.
"Sial, meleset."
"Eh? Keyla juga bisa meleset?"
"Aku ingin menembak 1mm bagian sepatunya agar terpaku dengan peluru khusus, tetapi gagal. Yah, dia terjatuh sendiri jadi tidak masalah, tapi lain kali tidak boleh meleset."
"Hee, begitu ya."
Raha berhenti berbicara. Dia sedang berdiri di atas mobil yang bergerak ke arah orang itu.
Terbangun, dalam posisi menungging dia mengangkat kepalanya ke depan dan mendapati seorang gadis sedang berdiri di atas mobil polisi. "Wah!" terkejut, orang itu melompat ke belakang.
Tersenyum, "case clear."
[Anak yang Menghilang Secara Misterius - Selesai]
***
Kembali dari mengambil hadiah, Raha melompat-lompat bahagia membawakan bagian yang lain kepada mereka. "Kita untung banyak!"
"Setelah semua yang terjadi, tidak kusangka Raha malah jadi mengincar uang," ucap Aruo tersenyum kaku.
Tertawa, "ayolah! Kalian juga butuh banyak uang untuk melanjutkan perjalanan, bukan?" memberikan bagian mereka, "kalau bisa aku juga ingin ikut!"
"Eeh~ ?" Amu menatap sipit.
"Nona, sayangnya itu tidak bisa," dari belakang Grada muncul.
Menatap datar kecewa, "ayolah ... aku ingin melihat dunia luar."
Masih teguh, "tuan menyuruh nona untuk tetap di kota dan melanjutkan penyelidikan ini."
Menggembungkan pipi, kesal, "mereka selalu seenaknya! Sekali-kali aku ingin bebas!"
Aruo dan yang lain tertawa kaku melihat Grada yang mencoba menenangkan Raha. Mereka tidak menyangka ini adalah sifat asli dari seorang anak keluarga terhormat.
Analystia, keluarga dektektif yang terkenal. Ternyata mereka memiliki hubungan dengan keluarga Antasilya dan Raha adalah putri mereka.
Teringat, "Raha," panggil Aruo. "Hm?" Raha menoleh.
"Aku sudah penasaran dari dulu ... nama aslimu siapa?"
"Eh," berkata polos, "bukankah aku sudah pernah memberitahukannya?"
Serempak, semua orang menggelengkan kepala. Termasuk Grada dan polisi yang sebagian juga mantan dektektif dan pengabdi keluarga Analystia. "Dih, sampai kalian juga."
Grada angkat suara, "kami hanya pernah diberitahu untuk memanggilmu Nona Raha atau Nona Sia, mereka tidak pernah menyebut nama asli nona."
Berpikir, "hm ... bagaimana, ya?"
Orang-orang mulai mendekat. Mereka merasa sangat penasaran.
Mendapatkan ide, Raha melompat turun dari atas mobil polisi. "Namaku adalah ...."
Tegang, orang-orang meneguk ludah. Mereka sangat penasaran tentang nama asli Raha.
Mengedipkan sebelah mata, menjulurkan lidah, "Rahasia!"
Orang-orang terjatuh ke tanah. Mereka kecewa berat.
Terkekeh, Raha mendekati Aruo. Membisikkan ke telinganya, mata Aruo melebar. Pipinya memerah.
Puas melihat ekspresi Aruo, dia mengangkat kepalanya dan berdiri menahan tawa. Tentu saja, Raha menyadari tatapan dari seorang gadis yang membawa sniper.
Aruo bergumam kecil, tidak ada orang yang bisa mendengarnya. "Begitu, ya ... nama asli Raha memang Raha Sia. Ternyata itu memang nama yang diberikan oleh ibunya, sungguh mengecoh."
Berpikir kembali, "berarti dokumen-dokumen yang aku cek memang memakai nama aslinya ...."
"Eh?"
Orang-orang menatap Aruo. Mereka memikirkan hal yang sama. "Penguntit."
Terdiam, Aruo membuka mulut penuh perasaan bingung dan takut, tetapi Aruo tidak bisa melawan perkataan mereka.
Dari jauh Amu menatap sipit, dia sudah merasakan hal buruk sejak gumaman Aruo dan menjauh. Ini rahasia, tetapi indra Amu dan Keyla lebih tajam daripada manusia biasa. Tepatnya, Keyla yang terlatih dan Amu yang memang bukan manusia.
Bersiul, seolah tidak tahu apa-apa, dia mengabaikan Keyla yang kesal dengan dirinya dan merasa dipermainkan memikirkan nama asli Raha oleh ibunya.
***
Mengemas barang, "apa sudah siap?"
"Ah, belum!" Amu yang ketiduran segera mengemas barang-barangnya yang berserakan.
Berusaha memaklumi, "jangan sampai ketinggalan, ya."
"Ya!"
Ilya mendatangi Aruo yang sedang lesu menghadapi adiknya. Dia memegang bahu Aruo dan menyemangati. "Kapan-kapan kembali lagi, ya?"
Aruo tertegun, lalu memberikan senyuman lurus. "Ya."
Ilya tersenyum. Meski dalam pikirannya ... "aku ingin setidaknya melihat satu senyuman tulus dari Aruo secara langsung! Kenapa takdir kejam kepadaku— " dia menangis.
Mengangkat barang-barangnya, "Amu, perlu kubantu?" "Ah, tidak usah!" "Oh, baiklah." Keyla membawa semuanya keluar menuju mobil. Di sana dia melihat wajah yang tidak asing.
Menatap datar, "kenapa bapak yang menjadi supir lagi?"
Tertawa, "mengantar seorang dektektif itu sudah tugasku!"
"Tapi anda tidak mendapatkan bayaran dari lembaga, kan?"
Tersenyum, "bayaran dari kasus kemarin sudah cukup."
Tiba-tiba Keyla merasa kesal. Kalau diingat-ingat, bapak ini berhenti bekerja selama sebulan setelah mendapat jatah dari mengantarkan mereka. Karena membantu menyelamatkan anak dari keluarga kaya, dia mendapatkan bonus langsung dari Keluarga Antasilya. Banyaknya juga tidak main-main.
"Setelah kupikir-pikir, anda sangat boros, ya." Keyla mengingat kemarin supir ini berdiri di depan pintu lembaga sambil memohon-mohon diterima kembali karena sudah kehabisan uang.
Bapak itu tertawa tanpa berkata menandakan itu benar adanya. "Entah kenapa, aku lebih kesal dia mengakuinya."
Selesai berberes, "Amu sudah siap, kak!" Amu membawa koper berisi pakaian dan barang miliknya ke bagasi mobil.
Aruo naik ke mobil, "sudah semua?" tanya Pak Supir, mereka mengangguk. Mesin mobil dinyalakan, Ilya melambai-lambai di depan panti asuhan.
Mobil bergerak, pergi menjauh dari panti asuhan. Sebuah mobil dari arah berlawanan lewat, Aruo dapat melihat wajah yang tidak asing dari dalam mobil itu. "Kakak ...."
Amu bertanya, "eh, Kak Aruo mengatakan sesuatu?"
"Ah, iya ...."
Mengejek, "paling dia hanya melantur."
Aruo menatap datar Keyla. Kemudian dia kembali menatap lurus jalan. "Amu ingat, kan? Aku punya seorang kakak. Ah, maaf aku belum bisa menepati janji mempertemukan kalian."
Terkejut, "eh? Aruo punya kakak?!"
Amu mengangguk, mewajarkan tindakan Aruo. "Tidak apa, kita juga tidak bisa kembali ke kota." Bersandar, "aku senang menjalani kehidupan yang santai dan menyenangkan bersama kakak."
"Tunggu! Kalian belum menjawab pertanyaanku!" seru Keyla yang merasa diabaikan.
Supir tersenyum, "tolong tenang. Sebentar lagi kita akan melewati pusat kota."
Pasangan pasutri dari dalam mobil tadi keluar. "Ah, dua anak yang biasanya ada di mana?" tanya si istri.
Ilya menjawab dengan senyuman, "mereka sudah pergi."
Sang suami terkejut, "ah, begitu ya ...."
Dia menatap si istri, yang hanyut dalam lamunan. "Padahal aku ingin melihatnya lagi ... dia sudah pergi, ya. Adikku."
Aruo menoleh ke sebelah kanan melihat perbatasan antara kota dan hutan. Di sana Dya dan ibu yang pernah mereka bantu melambaikan tangan. Dya melambaikan dengan malu-malu, membuat Aruo dan Amu tertawa kecil. Keyla tersenyum.
Memasuki kota, mereka membuka jendela ketika melewati gedung lembaga. Dari lantai paling atas yang hampir mustahil dilihat, sesosok pemuda menatap ke bawah.
Mereka bertiga tersenyum ke arahnya, membuat sosok itu terkejut. "Kemampuan mereka memang misterius ...."
Hampir sampai di bagian ujung kota yang lain, seseorang terlihat berlari kabur dari sesuatu. Sesaat kemudian, "ouh!" Raha melompati mobil yang mereka naiki. "Ah, Aruo dan yang lain, ya! Terima kasih pak sudah mengantar mereka!"
Supir tersenyum dan menjawab, "iya!" Raha lalu bergegas lanjut mengejar sosok yang kabur darinya tadi.
Hampir jantungan, "dasar Raha ... dia memang sungguh mengerikan," Keyla memegangi dadanya.
Keluar dari kota, Amu berbalik menghadap ke kilatan cahaya matahari dari kaca mobil. Terlihat dua sosok, pria dan wanita yang berdiri mengawasi mereka. Tersenyum, "begitu ya ... kita akan berpisah cukup lama." Sepengetahuan Amu, dua sosok itu akan mengikuti mereka diam-diam ke mana pun mereka pergi. Namun, sepertinya ada sesuatu yang perlu mereka kerjakan.
Keyla juga melihat kedua sosok itu, matanya melebar ketiga samar-samar melihat sosok ketiga yang familiar.
Aruo? Dia tidak menyadarinya karena berada di kursi depan sebelah supir dan sedang kepikiran sesuatu. "Tadi ... Raha memakai rok, 'kan?"
Dengan senyuman Pak Supir menanggapi, "ya."
"Dia melompati kita, bukan?"
"Ya."
Menutup wajah, malu, "... terlihat ...."
Tanpa melunturkan senyumannya, Pak Supir memacu laju mobil melewati jalan tol menuju ke kota selanjutnya.
Aruo membuka telapak tangannya, dia merasakan angin sejuk masuk melewati jendela yang ditutupi oleh rumput-rumputan tinggi. Menaiki tanjakan, hamparan ilalang luas terpajang sepanjang pandangan mata.
Merasakan semangatnya lagi, Aruo tersenyum. Amu dan Keyla juga merasakan hal yang sama. Mereka bersemangat untuk menyambut petualangan yang baru ...
—
... dan tentu saja, melanjutkan balas dendam mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top