Chapter 30 : Masih Sebuah Mistsri
Yamu bersama Slash mendatangi panti asuhan pagi ini. Kemarin mereka menghilang sebelum ada yang menyadari kehadiran mereka.
Yamu mengenakan pakaian rapi dan terlihat sedikit santai. Satu set pakaian kerja yang sopan tapi tidak terlalu tertutup. Sesuatu yang tidak biasa mungkin akan terjadi.
Saat itu pengurus panti asuhan sedang menyapu. Kebetulan Aruo dan Keyla yang biasanya nongkrong sedang mencari kerjaan lagi. Amu sedang bermain bersama anak-anak.
"Halo, Ilsya."
"Oh, Guru Yamu? Ternyata benar, kemarin itu guru."
Tertawa, "kau sadar, ya?"
"Tentu saja. Meski guru bisa menghilangkan hawa keberadaan, tetapi tatapan iri guru tidak bisa dihentikan."
Slash memiringkan kepalanya, "tatapan iri?"
Sebelum sempat melakukan apapun, mata Slash sudah tercolok oleh dua buah jari. Keduanya berasal dari tangan dan orang yang berbeda.
Slash berguling-guling di lantai. Mengabaikan keberadaannya, mereka berdua lanjut berbicara. "Apakah dugaanku benar?"
Amu tersenyum. "Ya, kelihatannya seperti itu."
Bergumam, "heh, begitu ya. Baiklah, akan kuserahkan mereka besok—"
"Oh, kalau itu tidak usah," ucap Yamu menatap datar.
"Ehh, kenapa? Terlalu banyak mulut yang perlu diberi makan, tahu!"
"Yah, meski Aruo pengecualian."
"Aku mendengarmu," balas Yamu menutup mata datar.
Pengurus Ilya terdiam. "Lalu, apa yang guru inginkan?"
Yamu kembali tersenyum. "Kamu ingat kakakmu, kan?"
Ilya langsung tertegun. Dia menundukkan kepalanya penuh emosi, lalu emosi itu hilang seketika. "Oh ... begitu ya?" wajahnya menampakkan sebuah senyum.
"Tidak ada emosi tersembunyi sama sekali. Malahan, aku merasa seperti melihat isi hatinya ...," gumam Slash mulai merasa takut.
"Ah ... kalau tidak salah, Tuan Slash, ya? Tidak perlu takut, kok."
Slash semakin terkejut. Bagaimana Ilya bisa mengetahuinya tanpa melihat? Apa ini ... tidak ada pengamatan sama sekali.
Walau kemampuannya terbatas, kepekaan Slash sangatlah tinggi. Dia tidak merasakan gerakan sekecil apapun dari tubuh Slash.
Tertawa, "kamu tidak perlu khawatir! Ini adalah hal biasa bagi kami!" ucap Yamu terbahak-bahak.
Slash kembali terkejut. Tidak, dia langsung menenangkan diri setelah menginga bahwa yang mengubah perilaku itu Yamu. Baginya, perilaku Yamu yang seperti itu sudah biasa. "Tapi gadis ini ...."
Tersipu, "terkejut, ya?" Ilya memalingkan wajah, "ini adalah hal yang tidak bisa dijelaskan secara lisan. Singkatnya, jika ingin tahu maka harus mengalami," ucap Ilya malu-malu.
Slash kembali tertarik kepada Yamu yang menatap ke langit sambil tersenyum. "Yah ... hal ini sudah biasa. Bagiku yang telah hidup lama, beberapa orang mengalami hal yang serupa, termasuk Ilya."
Dia menatap lurus tanpa memudarkan senyumannya. "Meski bertemu tiga sekaligus hampir mustahil, sih," Yamu meminum segelas teh yang entsh datang dari mana.
Slash menepuk kepalanya menunduk. "Biarkan aku berpikir," ucapnya sembari mencari tempat duduk untuk berpikir. Yamu mempersilahkan dengan tenang.
"Ehem."
Ilya menunjukkan wajah serius. "Baiklah, kalau begitu saya akan kembali bekerja."
"Oke," Yamu menghampiri Slash. Ilya sudah pergi masuk ke dalam panti asuhan. Sembari berbincang dengan mereka, dia sudah menyelesaikan tugas menyapunya.
"Slash, ayo pergi," ucap Yamu mengulurkan tangannya. Kali ini sikap Yamu sedikit lebih kekanak-kanakan dan ceria penuh semangat. Sepertinya dia menjadi seperti remaja pada umumnya.
"Ah ...," Slash berdiri, mengikuti tuntunan Yamu. Mereka berpapasan dengan Aruo, Amu dan Keyla. Karena memperhatikan keadaan Slash, Yamu hanya diam, begitu pula dengan Amu.
Aruo menoleh ke belakang, "mereka itu siapa?"
"Tidak perlu dihiraukan," ucap Amu menggengam tangan keduanya. "Ayo kita pulang!"
Aruo tersenyum. "Ya. Kita sudah mendapatkan pekerjaan juga, soalnya."
Keyla berpikir. "Tadi nama pekerjaannya apa, ya ...," sepertinya Keyla lupa.
"Dektektif?"
Menepuk tangan, "ya, dektektif!"
"Kalian yakin, bisa memecahkan kasus-kasus itu?" tanya Amu ragu.
"Hm, bagaimana ya ...," lagi-lagi Keyla berpikir.
"Tenang saja, kita pasti bisa!" ucap Aruo yakin.
"Oh," seolah tidak terkejut, "baiklah kalau begitu ...."
"Lagi pula sebagian besar kasus yang mereka tangani adalah sebabku, sih."
Mereka berbicara hingga tidak sadar sudah sampai di depan panti asuhan. Tiba-tiba Keyla teringat sesuatu.
"Oh, iya. Aku menemukan sebuah misteri yang mungkin bisa kita pecahkan terlebih dahulu."
"Misteri? Misteri apa?" tanya Amu.
"Saat terbangun, aku menemukan sederetan angka nol dan satu yang disusun secara berulang-ulang ...."
"Bagaimana itu?" tanya Amu meski sudah melihat Keyla yang menulis angka-angka di tanah menggunakan ranting.
"Sebentar ...," selesai, "nah, seperti ini."
Dia menulis sederetan angka. Yaitu "01001011 01111001 01110101 01101100 01100001 00100000 01101101 01100001 01110011 01101001 01101000 00100000 01101000 01101001 01100100 01110101 01110000".
"Angka apa itu?" tanya Aruo.
"Entahlah, aku tidak tahu," ucap Keyla memasuki panti asuhan.
"Terlalu rumit, itu bukan level kita," ucap Amu ikut masuk panti asuhan.
"Yah, biarlah." Aruo ikut masuk.
Hujan mulai turun. Mereka meninggalkan sebuah kode yang memudar karena genangan air. Tanpa disadari mereka telah meninggalkan sebuah kode yang teramat penting.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top