Chapter 27 : Perburuan

Di sebuah panti asuhan, mereka memiliki dua pendatang baru. Satu seorang pemuda dan satu lagi seorang gadis.

Sang pemuda senang bermain-main di teras, sedangkan si gadis lebih suka berbaring di atap memandangi langit.

Pemuda itu yang asyik memantulkan bola segenggaman tangan bertanya, "apakah kamu mengenalku?"

"Tidak, kenapa?"

"Tidak apa. Aku juga tidak mengenalmu."

"Kalau begitu, baguslah."

"Tapi, aku merasa sifatmu tidak seharusnya seperti itu?"
bhj hob hb kymm
"Apa? Katanya tidak mengenalku?" ucap gadis itu melirik sambil menutup sebelah mata.

"Sepertinya begitu," pemuda itu menutup mata memakluminya.

Pengurus panti asuhan menghela nafas mendengar perdebatan mereka. "Dari pada kalian berkelahi, lebih baik carilah pekerjaan."

"Baik, aku akan memasak—" pemuda itu ingin pergi ke dapur, tapi pengurus panti asuhan menahan pundaknya.

Dia tersenyum, "maksudku pekerjaan di luar, yang menghasilkan uang ...."

"B–Baik ...."

Gadis di atas atap melangkah pelan untuk kabur. "Kamu ingin pergi ke mana~?" tetapi dia gagal.

Lemas, "aku mengerti ...."

Pemuda itu tertawa. Gadis di atas atap menatap tajam membuat sang pemuda melompat.

Turun, dia menarik tangan pemuda itu. "Kami pergi ...."

"Hati-hati," ucap pengurus panti asuhan tersenyum.

Ketika mereka berdua sudah pergi, dia menatap ke bawah tanpa melepas senyumannya. "Semoga ingatan mereka cepat kembali ...."

***

Di suatu tempat di kota ...

"Aku merasakannya, mereka berada di kota ini."

"Benarkah? Aku merindukannya ...."

Seorang gadis dan wanita dewasa berjalan di sebuah gang sempit. Mereka melangkah dengan tenang, aman dan damai—

"Hei, nona, apa yang sedang kalian lakukan di sini?"

Seorang pria diikuti pria lain muncul mengelilingi mereka. Gadis itu menggenggam ujung baju wanita dewasa.

"Hoi, hoi, jangan sombong seperti itu ...," seseorang mendekat dari belakang, "kami hanya ingin—"

Bukk!

Pria itu terpental ke tanah berkali-kali hingga terkapar di tembok. "Aku berlebihan, kah?"

Wanita dewasa yang mengangkat leher seorang pria dengan tangannya berkata, "tidak, Amu sudah mengikuti instruksiku, jadi seharusnya dia masih hidup."

"Oh, begitu ...," tersenyum, "kalau begitu, tidak perlu sungkan."

"Apa-apaan mereka? Kekuatannya sungguh tidak masuk akal—"

Ketika pria yang pertama kali menggoda tadi ingin pergi melewati jalannya masuk, tembok besar sudah menghalanginya. Melihat ke atas, "kamu ingin ke mana, tuan?"

Wushh!

Wanita dewasa itu menghela nafas, "Slash, kamu berlebihan."

"Hehe, maaf-maaf."

"Wah ... tinggi juga dia melayang," ucap gadis itu menutupi matanya dari sinar ke arah pria tadi terbang.

"Seperti biasa kamu suka berganti sifat, hahaha!" menaruh tangan di pinggang, "tapi, tidak kusangka Amu juga memiliki kecenderungan seperti itu."

"Hum?" Amu menoleh bingung.

"Ah?" Slash heran dengan respon Amu, begitu pula sebaliknya.

Yamu menghela nafas. "Dia kehilangan ingatannya, semenjak insiden itu."

"Eh, benarkah?" Slash menatap Amu.

Amu yang bingung menaruh jari telunjuk di bibirnya, "aku tidak hilang ingatan, lho. Juga, namaku bukan Amu."

"Lalu, siapa kalau bukan Amu?" tanya Yamu acuh tak acuh.

"Namaku ...."

...

Mata mereka langsung terbuka lebar ketika Amu menyebutkan namanya. Yamu langsung menggenggam tangan Amu dan menariknya pergi. "Pokoknya kita harus membawanya ke tempat yang aman."

"Ya. Aku mengetahui beberapa tempat," ucap Slash mengikuti mereka.

"Beri tahu arah jalannya."

"Baik."

Dia mendahului mereka berdua. Memacu kecepatan, mereka membawa Amu ke tempat aman secepat mungkin.

Mereka menaruh barang-barang di dalam kamar lalu Yamu meninggalkan Amu di dalam sendirian. Dia bertemu dengan Slash di depan pintu kamar.

Slash berkata. "Kamu dengar sendiri nama yang disebutkannya, 'kan?"

"Ya ... aku mendengarnya. Tidak diragukan lagi."

Yamu mengintip ke dalam, dia melihat Amu sedang duduk di kasur sambil bermain mengayun-ayunkan kaki.

"Sekarang mungkin dia diam, tetapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," ucap Slash memegangi kepala.

Yamu menutup pintu secara perlahan, "aku akan mengawasinya seketat mungkin. Dia tidak akan bisa keluar tanpa pengawasan."

Slash menutup mata. "Semoga saja ...."

***

Malam hari telah tiba. Setelah makan malam, Amu melompat-lompat berjalan ke kamar bersama Yamu dan Slash. Dia membuka pintunya.

Slash yang menguap melambai, "selamat malam, kalian."

"Ya, malam."

Pintu tertutup.

"—"

Merasakan sebuah firasat, Yamu langsung membuka pintu sambil mendorong dan Slash dengan sigap mengamati isi kamar.

"Dia tidak ada di mana pun!" Yamu panik. Dia mengecek seluruh tempat, mulai dari lemari, bawah bantal hingga kolom kasur.

"Aku tidak merasakan tanda-tandanya di kamar ini!"

Berjalan cepat, "dari mana dia keluar?"

"Sebentar ...," Slash menutup mata.

"Ah!" Slash menghadap belakang dan Yamu juga menghadap belakang di saat yang bersamaan.

"Pintu depan?"
"Lewat sana?"

Mereka langsung bergegas keluar dari apartemen lalu berkeliling ke seluruh penjuru kota untuk mencari Amu.

***

Sementara itu di tempat lain ....

"Sial!" memukul meja, "kita dikalahkan oleh sekelompok orang seperti mereka?!"

"'Mereka'?" seorang gadis berdiri di belakang pria itu sambil memiringkan kepala.

"Kau!" pria yang duduk tadi melompat. Teman-temannya dengan sigap memegang senjata.

"Eehh~ respon yang bagus juga," menaruh jari tengah dan kelingking kiri di bibir. "Tapi ...," dia membuat jari telunjuk dan tengah dengan pose 「」miring seolah-olah ingin memotret. Sebagian besar orang yang berdiri di sana masuk ke dalam bingkainya.

Beberapa detik diam, tiba-tiba suara angin singkat samar muncul diikuti oleh orang-orang dalam bingkai terduduk berlutut pingsan.

Orang-orang yang tidak masuk dalam bingkainya dan masih sadar heran, "siapa kau sebenarnya."

Seseorang dengan rambut pendek dan rapi dan memakai kacamata berusaha mengingat-ingat. "D—dia gadis yang tadi siang, kalau tidak salah namanya ... Amu?"

Berdiri di belakang senyum, "Amu? Siapa Amu?"

Pria itu tidak bisa bergerak. Dia secara refleks mengangkat tangannya ketika sebuah jari menyentuh pinggulnya.

Setelah sentuhan itu, bagaikan tombol, seketika orang-orang yang duduk melepas kepalanya dan banyak cairan merah menyembur layaknya sebuah air mancur.

"Namaku ... '...'."

Tidak ada suara yang bis didengar. Tombol itu ditekan lebih dalam hingga menembus sisi lain dan mengeluarkan cairan hitam yang mengalir sangat deras. Cairan itu menembus tubuh-tubuh lain dan meleleh, menghancurkannya.

Gadis itu memiringkan kepalanya sambil menutup matanya memberi senyum. Tertawa kecil, "ehe."

***

Di sisi lain alam semesta. Jauh, jauh, jauh sekali dari galaksi bimasakti dan sekitarnya. Sangat jauh hingga dari sana galaksi kita terlihat seperti titik.

Sebuah cahaya putih menembus keluar dari lubang hitam. Menghancurkan seluruh asteroid, satelit, planet, bintang dan segala hal yang berada pada jalurnya.

Cahaya putih itu mengarah lurus ke arah berlawanan dari galaksi bima sakti, sehingga orang di bumi melihatnya sebagai sebuah bintang yang sedang bersinar terang.

Mereka yang tahu kenyataannya akan memilih untuk bunuh diri. Tidak ada siapapun yang ingin menerima penderitaan yang lebih buruk daripada kematian dari sosok cahaya ini.

Nyatanya, cahaya yang menghancurkan milyaran benda langit itu hanyalah sebuah mata bagian kiri. Setelah dia menutupnya benda-benda langit kembali pulih dan bersatu seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Di tengah galaksi Bima Sakti juga, dalam lubang hitam, sesosok makhluk misterius memperhatikan cahaya itu. Dia akan terus menunggu dan menjaga dunia itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top