Chapter 14 : Pertarungan yang Sia-Sia

"Kak Aruo! Amu!" Keyla memanggil nama mereka. Dia menghela nafas lega ketika melihat mereka bedua baik-baik saja.

"Kamu benar-benar peduli pada kami, ya?" ucap Aruo senyum.

"Sungguh, jarang sekali aku melihat orang sedekat kalian," ucap Yamu sambil menangkis serangan beruntun monster itu dengan ketiga belati di tangannya. "Itu sedikit membuatku sedikit iri," ucapnya mengeluh.

"Jangan mengeluh saja dan kalahkan monster itu!" seru Kyula menembak bertubi-tubi.

"Kamu sendiri, kenapa pelurumu tidak bisa menembusnya?!"

"Aku hanya ahli dalam menangani humanoid, mau bagaimana lagi?!"

"Dia ini humanoid! Hanya saja memiliki banyak lengan!" oceh Yamu.

"Humanoid mana yang mempunyai empat tanduk dan tidak berpikir?! Dia itu sudah semi-demon!"

"Heh, klarifikasi tidak berarti. Tidak ada istilah itu dalam kamus," Yamu melemparkan belatinya ke mata kiri monster tersebut.

"Kamu yang terpaku dengan kamus bisa apa?!" kilatan cahaya yang menyilaukan menyebar di hadapan monster itu.

"Bersembunyi!" seru Yamu. Mereka langsung pergi ke posisi sembunyi masing-masing.

Kyula yang berjaga dan mengawasi dari atas tidak dapat melacak musuh yang memasuki gedung. "Aku kehilangan jejak, berpindah mencari target lainnya," ucapnya dalam alat komunikasi di telinga Yamu. "Sampai situ saja, kah?"

Yamu menampakkan diri. Dia berada di belakang monster yang sudah memasuki gedung. Melompat keluar, monster itu mengejarnya.

"Kyula!"

Kyula yang sudah berbalik langsung mengarahkan snipernya dalam keadaan berdiri dan langsung menarik pelatuknya. "Tembakan langsung?!" seru Aruo.

Ctak!

Peluru itu tertangkis. "Gawat ...," tubuh monster tersebut semakin keras.

Monster itu menghadap ke arah Kyula. "Kyula, kabur!" Kyula berguling ke belakang ketika sinar merah menghancurkan bagian gedung di hadapannya. "Nyaris saja ...."

Monster itu melesat ke arah Kyula, tetapi Yamu menahannya dengan menarik salah satu rantai di lengan. Monster itu berbalik dan menendang Yamu tetapi berhasil ditangkis.

"Sekarang!" teriak Yamu. Aruo bingung setelah melihat ketahanan monster itu, apa yang dapat dia perbuat?

Keyla tersadar. Dia memiliki kemampuan yang cocok untuk situasi ini. Mengambil senapannya, moncong senapan itu diarahkan ke dalam mulut monster tersebut. "Meski bagian luarnya keras, mungkin bagian dalamnya—"

Crashhh!

Mata Amu terbuka lebar. Aruo yang mendorong tubuh Keyla ke belakang dihujani percikan darah.

Memegangi wajahnya, terlihat sangat kesakitan. Dia mulai merengek dan berteriak, "matakuu!"

Aruo menatapnya tidak percaya. Menahan pedih, dia mengambil perban dan menutup kedua mata Keyla. Dia mencoba memberontak, tetapi berhasil ditahan oleh Amu yang menangis.

"Bawa dia mundur!" teriak Yamu keras. Dia pergi menjauhi monster tersebut.

Aruo menggendong Keyla. Membawa mereka pergi, Yamu menoleh ke belakang dengan wajah pahit. Dia melihat mata merah menyala dari seseorang yang sedang berdiri di ujung gedung.

"Kamu sungguh ingin merasakan neraka, ya ...?" mengarahkan senapannya, sekumpulan cahaya merah mulai menyatu. "Kalau begitu ... biar kubuat kau melihatnya!"

***

Bala bantuan telah tiba. Yamu telah memberi pertolongan lebih lanjut kepada Keyla dan kini matanya tidak terasa terlalu sakit lagi.

"Rasa sakitnya sedikit mereda, tetapi akan terasa luar biasa sebentar lagi. Segeralah ke dokter saat bantuan mendatangi tempat ini." Yamu melangkah keluar.

"Tunggu!" panggil Aruo. Mengulurkan tangannya, "kamu ... mau ke mana?"

"...," menggertakan gigi, "melapor."

Aruo menurunkan tangannya. Dia menunduk sedih di atas Keyla yang sedang berbaring. Di pangkuannya terdapat Amu yang tertidur dengan wajah sedih. Dia berbaring dari arah yang berlawanan dari Keyla.

"Dia ... sedang sedih, ya?" ucap Keyla yang matanya tertutup tersenyum.

Aruo menjawab, "ya ...."

"Aku ... tidak bisa melihat kembali?"

Menahan sedih, air matanya menetes. "Ya ...."

"Oh, begitu." "Begitu ya ...."

Senyumannya perlahan memudar digantikan dengan wajah sedih.

"Di ruangan yang gelap dan dipenuhi isak tangis ini, tidak ada yang akan menyadarinya."

Keyla menutup matanya termenung.

"Menangislah."

Air mata Keyla mengalir. Dia membuka kedua matanya yang memiliki pupil putih. Aruo tidak kuat melihatnya dan ikut menangis dalam diam.

"Untuk apa aku bertarung? Untuk apa aku berada di sini? Jika ujung-ujungnya tidak bisa melindungi hal yang berharga bagiku, lebih baik aku—kami pergi dari tempat ini."

"Pergi jauh ... ke tempat yang sepi ... penuh kesunyian, tempat yang cocok untuk bertarung ...."

"Berlatih ... menjadi kuat ... lalu, setelah itu—"

Amu bangun dalam keadaan menahan sakit hati ketika mendengar Keyla menangis dan langsung memeluk Aruo. Aruo membalas pelukan Amu.

"Merebut kembali apa yang telah direbut. Mengambil kembali apa yang telah hilang ... dan menjadi jauh lebih kuat lagi untuk melindungi hal yang kami sayangi!"

***

Yamu telah sampai di depan gedung kelas. Dia melihat puluhan bungkus kain putih di sepanjang jalannya. Hatinya merasa perih ketika melihat itu, tetapi dia harus menahannya dan menjadi jauh lebih kuat lagi untuk membalasnya.

"Andai ... andai aku membunuhnya hari itu ...."

Seseorang menyentuh bahunya. Yamu langsung menggengam untuk melepaskan tangan itu, tetapi dia tidak bisa melakukannya. Dia terdiam ketika tersadar bahwa yang memegangnya adalah seorang wanita dewasa dengan rambut merah panjang.

"Berhentilah menangis. Lihat, wajah cantikmu menjadi rusak," ucap wanita itu mengelap air mata yang menetes di pipi Yamu.

Yamu menunduk. Terduduk. Bersandar kepadanya. "Asda ... katakan kepadaku, apa yang harus kulakukan? Hei ...."

Mendekap kepala Yamu, "tidak perlu lakukan apapun. Istirahatlah. Hari ini kamu sungguh lelah, bukan? Ayo, kita pulang." Wanita bernama Asda itu tersenyum.

Dia membawa Yamu menaiki helikopter di halaman sekolah. Terlihat beberapa helikopter lain milik tentara terpakir dan beberapa sedang mengawasi di atas langit untuk menjauhkan media massa. "Keberadaan Yuo harus disembunyikan, bagaimana pun juga" adalah semboyan yang muncul setelah pecahnya cermin legendaris.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top