4. Menulis Setting Tempat yang Belum Pernah Dikunjungi

Halo teman-teman. Ketemu lagi di sini. Kali ini aku mau berbagi pengalaman menulis setting cerita yang belum pernah dikunjungi.

Ada yang bertanya ke aku, novelku kebanyakan ber-setting luar negeri. Apa aku sudah pernah ke semua tempat itu?

Nah, di sini aku akan berbagi cerita tentang pengalamanku yang memberi pelajaran penting banget buatku. Yang kemudian menjadi titik balik buatku, mengubah aku jadi orang yang lebih hati-hati dalam menulis.

Dulu, aku nggak terbayang menulis cerita dengan setting luar negeri. Di tahun 2011, boro-boro pernah ke luar negeri. Paspor pun tak punya. Dan nggak pernah terbayang bisa ke luar negeri karena penghasilanku dari menulis ketika itu masih pas-pasan cuma buat hidup sehari-hari.

Tapi aku mendapat kesempatan menulis cerita Korea. Itu satu-satunya kesempatan kalau novelku mau diterbitkan. Aku bertanya pada penulis senior yang novelnya sudah terbit lebih dulu dan ceritanya Korea juga. Bagaimana cara membuat setting Korea padahal belum pernah ke sana? Jawabnya, bisa googling kok di internet informasi tentang Korea.

Masalahnya, sebagai orang yang belum berpengalaman menulis setting tempat yang belum pernah dikunjungi, aku belum tahu cara menerapkan informasi yang kita dapatkan dari hasil googling ke dalam cerita.

Aku pun menulis sebisa aku. Sebelum menulis cerita Korea dengan setting Korea, aku membaca banyak artikel tentang Korea Selatan. Aku juga menonton banyak sekali serial drama Korea untuk mempelajari kebiasaan orang Korea. Membayangkan suasana kehidupan di kota Seoul dan kota-kota lainnya dan menuliskannya di cerita.

Hingga aku mulai terbiasa menulis cerita Korea sampai 4 novel cerita Korea terbit. Setelah itu lanjut ke novel cerita Jepang. Menurutku ini lebih mudah karena aku sudah lama hobi menonton serial drama Jepang, menonton anime Jepang, membaca komik Jepang. Aku agak lumayan tahu kebiasaan orang Jepang dari film-film yang kutonton itu. Ditambah aku membaca banyak artikel tentang Jepang untuk nambah pengetahuan.

Aku jadi semakin percaya diri menulis cerita dengan setting luar negeri. Apalagi aku merasa selama menulis, aku membayangkan ke kota-kota itu. Lalu terucap doa semoga suatu saat aku bisa ke kota-kota yang aku tulis dalam ceritaku itu.

Ketika menulis "Tahajud di Kota New York", aku membaca lebih banyak artikel tentang New York. Aku menonton banyak film Hollywood yang bersetting di New York. Bahkan aku mempelajari peta Manhattan, salah satu bagian dari kota New York.

Hingga kemudian aku diminta penerbit Grasindo untuk mengirim naskah ke mereka. Aku pun mendapat ide ingin menulis cerita dengan setting Amsterdam, terinspirasi sepupuku yang tinggal di sana. Hidupnya yang penuh keajaiban hingga bisa menetap di Amsterdam sejak dua puluh tahun lalu. Aku sering mendengar ceritanya tentang kota di Belanda itu. Aku juga jadi tahu beberapa kebiasaan orang Belanda dari sepupuku itu. Seperti misalnya orang Belanda kalau cipika cipiki sebanyak 3x. Cium pipi kanan, kiri, lalu kanan lagi. Sepupuku juga bercerita tentang betapa bersihnya Belanda dan betapa teraturnya kehidupan di sana. Semua orang disiplin taat aturan kotanya. Nggak ada yang buang sampah sembarangan.

Selain dari mendengar ceritanya, aku menambah referensi dengan membaca artikel tentang Amsterdam, juga membaca pengalaman orang yang pernah ke sana.

Aku pun mulai menulis cerita dengan setting Amsterdam itu. Hingga akhirnya novel itu terbit. Tapi belum lama terbit, betapa terkejutnya aku. Ada orang yang menuduhku plagiat. Dia bilang aku copy paste deskripsi setting Belanda dari artikel di internet.

Semua orang mencaci maki aku, menghina aku dengan kata-kata paling buruk. Kebanyakan yang mem-bully itu nggak kenal aku. Bahkan nggak baca novelku. Mereka percaya begitu saja tuduhan itu. (Jangan tanya judul novelnya apa ya. Nggak usah disebut karena aku nggak mau kesan buruk di novel itu terus melekat. Cukup dijadikan pelajaran aja supaya nggak terulang lagi kesalahan yang sama)

Novel itu ceritanya menarik. Sayangnya orang-orang yang memaki itu nggak peduli seperti apa cerita novel itu, mereka pun belum baca. Yang penting bisa ikut memaki.

Ketika itu aku bingung, sedih, takut. Rasanya sakit banget membaca kata-kata makian orang-orang itu. Beberapa penulis yang tidak mengenal baik aku ada yang ikut menghina. Tapi Alhamdulillah, teman dan sahabat penulis yang mengenal aku sejak awal perjuanganku di dunia menulis, menenangkan aku. Beberapa penulis senior membantuku menyadari di mana kesalahanku secara baik-baik. Mereka meyakinkan aku bahwa kesalahan itu masih bisa diperbaiki. Aku bisa belajar menulis setting tempat dengan cara yang benar.

Apalagi pada saat itu, ada 2 novelku dengan setting luar negeri yang akan segera terbit. Yaitu "Monte Carlo" di penerbit Gagas Media, dan "Longest Love Letter" yang ber-setting Pulau Jeju di penerbit Grasindo.

Aku takut penerbit-penerbit itu membatalkan terbitnya novelku itu, aku takut di-blacklist. Tapi alhamdulillah, menurut penerbit-penerbit itu kesalahanku masih bisa diperbaiki. Dua naskah novelku itu direvisi lagi dengan hati-hati dan detail. Editorku memberitahu aku cara menulis setting cerita yang benar.

Inilah tips dari editorku untuk menulis cerita dengan setting tempat yang belum pernah kita kunjungi.

1. Baca artikel tentang kota tersebut. Hanya dibaca, jangan disalin. Perhatikan fakta-fakta pentingnya. Ikon kotanya, tradisi masyarakatnya, sejarah kotanya, dll.

2. Lihat kota tersebut melalui google earth. Kita seolah bisa melihat langsung kota tersebut dari kamera google earth.

3. Tonton video tentang kota itu. Bisa juga menonton video orang yang traveling ke kota itu. Dari video yang kita tonton kita bisa melihat suasana kotanya, bukan hanya berupa cerita di artikel. Dari hasil pandangan mata itu kita bisa menyusun kata-kata kita sendiri untuk menggambarkan suasana kotanya.

4. Setelah semua informasi dikumpulkan, tulis suasana kota itu dengan kalimat ciptaan kamu sendiri berdasarkan apa yang sudah kamu lihat di video dan kamu baca di artikel. Ingat, tuliskan susunan kalimat kamu sendiri. Jangan sampai mirip dengan yang ada di artikel.
Contoh, jika kamu ingin membuat setting Paris. Di artikel traveling yang kamu baca disebutkan :
Menara Eiffel menjulang tinggi. Di sekelilingnya dipenuhi bukan hanya oleh turis dari berbagai negara. Tapi banyak juga penjual suvenir berkulit hitam berasal dari Senegal.

Tulis kata-kata kamu sendiri seperti ini :
Menara Eiffel berdiri kokoh. Aku masih memandanginya tak percaya. Selama ini aku hanya melihatnya di TV atau film. Tapi hari ini menjadi hari bersejarah buatku. Aku melihat langsung dengan mata kepalaku sendiri menara paling terkenal di dunia ini. Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan rasa lega. Dadaku terasa membuncah dipenuhi rasa bahagia.
---> berdasarkan informasi yang kita baca di artikel tentang Paris dan menara Eiffelnya, dan kita tulis dengan kata-kata kita sendiri yang sangat berbeda dengan di artikel.

Ini adalah pelajaran penting dalam menulis setting tempat yang belum pernah kamu kunjungi. Jangan pernah sekali pun menulis kalimat yang mirip dengan yang ada di artikel. Karena jika sampai ada yang tahu, kamu akan dicap sebagai plagiat. Jangankan sama persis, kalimat yang mirip pun sudah bisa membuatmu disebut sebagai plagiat. Karena itu, dalam menulis, usahakan tulis sendiri kalimatmu, gunakan imajinasimu sendiri untuk merangkai kata, jangan mencontek kata-kata orang lain.

Kejadian menyakitkan yang aku alami itu, jadi pelajaran yang besar buatku. Walau pun aku sudah berusaha mengubah beberapa kata dari penggambaran suasana suatu tempat yang ada di artikel supaya tidak persis sama, tapi struktur kalimatnya masih dianggap sama.

Ini contoh yang salah. Di artikel ada kalimat seperti ini :
Jika kita naik ke lantai paling atas kastil ini, kita bisa memandang keseluruhan kota. Bangunan-bangunan klasik Eropa berderet teratur, menjadi pemandangan yang sangat cantik. ---> ini contoh yang salah, dari artikel itu dikutip menjadi seperti ini :
"Kamu pasti belum pernah ke sini ya? Lihatlah, dari sini kita bisa memandang seluruh kota. Bangunan-bangunan klasik itu jadi pemandangan yang indah."
---> walau sudah ada beberapa kata yang diubah dan ditambah, tapi masih ada kemiripan dengan kalimat asli yang ada di artikel. Ini masih dianggap salah. Inilah yang dulu aku lakukan dan membuatku dituduh plagiat.

Kejadian itu memang menyakitkan. Membuat aku sempat terpuruk dan mengira aku nggak punya masa depan lagi di dunia menulis. Aku mengira semua penerbit akan membenciku karena kejadian itu. Tapi Alhamdulillah, walau aku memang salah, aku dimaafkan karena saat itu aku belum mengerti bahwa itu salah. Karena ceritaku itu murni hasil karyaku sendiri. Sementara yang salah itu hanya beberapa kalimat. Aku diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Aku berjanji akan lebih berhati-hati dalam menulis, jangan sampai menggunakan kalimat milik orang lain tanpa izin.

Dari pengalamanku ini, aku ingatkan ya, ciptakan rangkaian kata-katamu sendiri. Kembangkan imajinasimu. Inilah pengalaman pahitku. Sangat menyakitkan dibully banyak orang, dihina, dicaci maki, seolah kamu nggak berharga. Nggak semua orang mampu bangkit dari keterpurukan.

Aku berbagi pengalaman ini kepada teman-teman, supaya teman-teman nggak berbuat kesalahan yang sama. Ingat pesanku, jangan menulis cerita yang mirip dengan cerita orang lain. Apalagi sampai copy paste. JANGAN! Mungkin kamu nggak akan dipenjara karena copy paste cerita orang, tapi sangsi sosialnya sungguh berat. Mungkin kamu nggak akan sanggup menanggungnya.

Kejadian itu sempat membuat aku kehilangan kepercayaan diri. Aku hampir berhenti menulis. Tapi sahabat-sahabatku, editor-editorku, menyemangati aku untuk jangan berhenti menulis. Justru aku harus membuktikan kepada para penghinaku bahwa aku bisa menulis lebih baik.

Aku pun berusaha bangkit dan memupuk lagi rasa percaya diri. Aku bahkan masih tetap berani menulis cerita dengan setting kota di luar negeri yang belum pernah aku kunjungi. Kali ini dengan cara yang berbeda, dengan imajinasiku sendiri, dengan susunan kata-kata yang aku ciptakan sendiri.

Berturut-turut kemudian terbit novel-novelku dengan setting luar negeri. Monte Carlo, Longest Love Letter, Merindu Cahaya de Amstel, Eleanor, Love in Adelaide, Love in Sydney, Love in Montreal, Sepertiga Malam di Manhattan. Semua itu berlatar tempat kota-kota yang belum pernah aku kunjungi. Tapi aku tulis dengan cara lebih baik dan hati-hati.

Bertahun-tahun kemudian, baru aku sadari, kejadian pahit itu telah memberiku pelajaran berharga. Jika saja ketika itu nggak ada yang menuduh aku plagiat, mungkin sampai sekarang aku nggak akan tahu bagaimana cara menulis dengan benar setting tempat yang belum pernah aku kunjungi.

Kejadian itu membuatku terpacu belajar lebih banyak, menggali ilmu lebih giat dan berusaha memperluas wawasan. Bahkan mendorong aku untuk berani mewujudkan mimpi bisa keluar negeri.

Pelan-pelan mimpiku bisa ke luar negeri mulai terwujud. Berawal di tahun 2014 sepupuku yang tinggal di Belanda itu mudik ke Indonesia. Lalu mengajakku jalan-jalan ke Singapura. Biaya transportasi dan hotel dia tanggung, aku cuma diminta bikin paspor sendiri.

Dengan isi tabungan pas-pasan, aku nekat bikin paspor. Apalagi ketika itu harus bikin paspor elektronik (e-paspor) yang harganya mahal. 660.000 rupiah. Padahal paspor biasa cuma 250.000 rupiah kalau nggak salah. Tapi aku nggak ada pilihan lain.

Keputusanku nggak salah, ternyata pasporku itu menjadi pembuka jalan bagiku untuk bisa mewujudkan mimpi ke luar negeri. Ada saja rezeki tak terduga. Tiba-tiba ada penulis senior yang ketika itu tinggal di Kuala Lumpur meminta aku tinggal di rumahnya selama beliau dan suaminya naik haji. Sungguh rasanya tak percaya aku dapat rezeki ini. Tentu saja aku menerima tawaran itu. Aku tinggal di Kuala Lumpur hampir sebulan dan aku sudah menjelajahi semua tempat wisata di Kuala Lumpur sendirian.

Lalu ada rezeki lainnya, temanku mengajak backpacking ke Vietnam dan Kamboja. Ada tiket gratis ke Vietnam. Tinggal beli tiket pulangnya. Jadi biaya bisa sangat hemat. Aku pun menerima tawaran itu. Selama 9 hari aku jadi backpacker ke Ho Chi Minh dan Kamboja. Perjalanan ke sana jadi inspirasi novelku "Road To Your Heart, Love in Ho Chi Minh". Inilah novel pertama bersetting luar negeri yang aku benar-benar pernah ke sana. Buat yang pengin tahu seperti apa sih traveling ala backpacker, silakan baca novelku itu. Tapi nggak di wattpad ya karena sudah diterbitkan. Di wattpad hanya ada cuplikan beberapa bab.

Aku jadi semakin ketagihan traveling ala backpacker karena bisa lebih hemat biaya. Aku pun rajin menabung supaya bisa traveling lagi. Hingga Allah melimpahkan lagi rezeki tak terduga. Di tahun 2018 aku menandatangani kontrak novelku "Teror Diari Tua" yang akan difilmkan. Bertepatan ada temanku yang mengajak backpacking ke Jepang di bulan Januari 2018, dan keliling Eropa di bulan April 2018. Kesempatan itu nggak aku sia-siakan.

Aku ingin menginjakkan kakiku di Eropa, terutama di Amsterdam. Aku ingin buktikan pada orang-orang yang dulu menghinaku. Dengan kerja keras hanya dari menulis novel, aku bisa datang ke Amsterdam dan nanti aku akan menulis cerita dengan setting Amsterdam berdasarkan pengalaman apa yang aku lihat dan aku rasakan sendiri.

Satu lagi yang ingin aku beritahu kepada teman-teman. Walau pun kita bisa saja menulis cerita dengan setting tempat yang belum pernah kita kunjungi, tapi tetap saja rasanya beda antara apa yang kita lihat dan alami sendiri dengan hanya membaca di artikel. Aku merasakan perbedaannya setelah melihat langsung keadaan Amsterdam dan merasakan dinginnya udara di sana. Aku yakin, cerita ber-setting Amsterdam yang nanti kutulis, rasa tulisannya pasti berbeda dengan cerita setting Amsterdam yang aku tulis sebelum aku traveling ke sana.

Ini fotoku di Jepang. Aku menulis novel Sakura Wish dengan setting Jepang tahun 2011 dan baru bisa mewujudkan mimpi ke Jepang tahun 2018. Butuh waktu panjang ya untuk sebuah mimpi bisa terwujud 😍


Ini foto-fotoku di Belanda :

Btw, kalau melihat bajuku itu-itu terus, sebenarnya bajuku ganti-ganti lho. Cuma mantel, jaket dan celana jeans-nya yang itu-itu aja, ahaha. Maklumlah, namanya juga backpacker 😉

Oh iya, aku posting foto-fotoku selama traveling bukan bermaksud pamer lho. Cuma berharap semoga ini bisa memotivasi teman-teman untuk berani bangkit jika terpuruk dan berani bermimpi dan bekerja keras untuk meraih mimpi itu.

Ini foto di Zaanse Schans. Tempat Belanda masa lalu. Banyak kincir angin tua.

Ini di Dam Square Amsterdam

Ini di Stasiun Amsterdam Centraal

Di ikon tulisan I amsterdam

Keukenhof yang indah. Ini ada di novelku yang bersetting di Amsterdam. Ketika akhirnya bisa sampai di sini rasanya nggak percaya. Novel itu aku tulis tahun 2013 dan aku baru bisa mewujudkan mimpi ke tempat ini tahun 2018.

Lega rasanya bisa membawa novelku yang bersetting Amsterdam ini ke Amsterdam dan berfoto di spot yang mirip dengan cover novelnya. Alhamdulillah 😊

Ini fotoku di Paris :

Ini foto-fotoku di Praha:

Ini fotoku di Budapest. Satu aja deh ya. Karena jatah foto yang bisa diupload sudah habis, hehe.

Ini fotoku di Turki. Di dalam Hagia Sophia.

Ini Blue Mosque, Istanbul, Turki.

Demikian sharing pengalamanku tentang menulis setting luar negeri dan satu per satu mimpi yang perlahan mulai terwujud.

Bagiku, traveling itu penting, karena bisa membuka wawasanku, menambah pengetahuan dan jadi investasi besar untuk cerita-ceritaku selanjutnya. Dari satu kota yang aku kunjungi, bisa tercipta lebih dari satu cerita. Suatu saat aku pasti akan menulis cerita dengan setting kota-kota ini.

Oh iya, kalau aku bikin postingan khusus pengalamanku traveling ke berbagai negara, nanti kukasih tau tipsnya juga, kira-kira teman-teman mau baca nggak? Sejauh ini negara yang sudah aku kunjungi Malaysia, Singapura, Vietnam, Kamboja, Jepang, Perancis, Belanda, Praha, Hongaria, Turki. Sempat mampir di Abu Dhabi dan Jerman, cuma lewat doang, hehehe.

Hikmah dari pengalamanku ini yang mungkin bisa teman-teman petik, bahwa untuk menjadi seorang penulis butuh karakter pekerja keras, keinginan untuk selalu belajar, mandiri, mencari informasi sendiri. Harus bermental baja, pantang menyerah. Saat terkena cobaan, orang gagal akan menyerah dan berhenti. Tapi calon orang sukses, akan bangkit dari keterpurukan dan berusaha dari nol lagi. Bekerja lebih giat untuk maju.

Karena itu aku berpesan pada teman-teman yang baru mulai menulis, jangan jadi penulis pemalas yang maunya cuma bertanya, malas mencari tahu sendiri, malas belajar. Maunya cuma nanya ke penulis berpengalaman, kalau mau begini gimana, ini sudah benar atau belum.

Perlu diketahui bahwa penulis itu bukan pengangguran. Menulis novel itu profesi dan pekerjaan. Penulis novel terus bekerja. Seperti aku, walau kerjaanku hanya menulis novel nggak ada kerjaan lain, tapi aku terus bekerja. Bukan berarti aku punya banyak waktu luang untuk menjawab semua pertanyaan. Karena itu kalau ingin bertanya, silakan bertanya di postinganku tentang tips dan berbagi pengalaman menulis ini. Supaya jawabanku bisa dibaca yang lain dan nggak ada lagi yang menanyakan hal yang sama berulang-ulang.

Penulis harus tangguh dan sanggup menghadapi segala tantangan. Dan ini baru sebagian kecil cobaan di dunia menulis yang telah aku alami. Masih ada banyak cobaan lainnya yang juga aku alami di dunia menulis. Mungkin kapan-kapan akan aku ceritakan apa saja cobaan lainnya itu.

Sampai ketemu di cerita dan tips berikutnya 😉😊

Salam,

Arumi

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top