8. Pertemuan
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Phoebe berpamitan dengan kedua orang tuanya lalu bertolak ke bandara. Penerbangan selama dua jam pun dia lalui tanpa kendala. Phoebe sampai di bandara Atticana tepat pukul sepuluh pagi.
Saat keluar dari pesawat dan menginjakkan kakinya pertama kali di tanah itu, setangkup rasa rindu seperti menelusup di dalam hati Phoebe. Perasaan aneh yang belum pernah dia alami sebelumnya. Padahal ia sudah beberapa kali mendatangi pulau tersebut, tetapi sensasi haru seperti baru dia rasakan saat ini.
"Kenapa aku jadi sentimental begini?" gumamnya membelah kerumunan orang menuju drop off area. Gadis itu sempat mengusap air mata yang menggenang tipis di wajahnya.
Tak lama berjalan, ia pun melihat sahabatnya, Calisto sudah menunggu di tempat penjemputan. Tanpa papan nama seperti tour guide lain yang juga menanti kliennya di sana, Calisto hanya melambai riang saat melihat Phoebe keluar dari arrivals gate.
"Aku benar-benar merindukanmu, Heib. Bagaimana kabarmu? Kau benar-benar sudah baikan, kan?" Calisto menyambut Phoebe dengan pelukan hangat.
Phoebe membalas pelukan itu sambil tersenyum. "Aku sesehat banteng," jawabnya pendek.
Calisto terkikik kecil menanggapi. Ia pun melepaskan pelukannya dan menatap sang sahabat dengan penuh kerinduan.
"Kau memanjangkan rambutmu. Dulu kau selalu memotongnya dengan gaya bob pendek karena malas melakukan perawatan. Tapi lihat sekarang, kau juga cocok dengan rambut panjang!" seru Calisto riang. Gadis itu mengusap ujung rambut hitam artemis yang diikat ekor kuda sepanjang punggung. Rambut gadis itu sedikit bergelombang dengan ikal-ikal cantik yang memberi efek feminine.
"Pekerjaanku banyak sekali akhir-akhir ini, aku sampai lupa ke salon untuk potong rambut. Dan sekarang karena sudah terlanjur panjang, aku jadi membiarkannya saja. Ternyata lebih enak mengikatnya ke belakang begini, daripada dibiarkan pendek dan membuat gerah belakang leherku," terang Phoebe sambil lalu.
Calisto tertawa geli. "Benar-benar alasan yang khas dirimu," ujarnya sembari menghela napas. "Ngomong-ngomong, barangmu cuma ini?" tanya Calisto setelah beralih menatap tas tenteng Phoebe yang besarnya tidak seberapa.
"Aku cuma menginap satu minggu di sini. Untuk apa membawa banyak barang. Hanya beberapa baju yang nyaman dipakai. Kita mau hunting kan?" balas Phoebe terkekeh.
"Itu saja sebagian besar pasti hanya berisi peralatan kameramu. Sebenarnya kau cuma bawa berapa baju sih?"
"Kita bisa beli baju di sini kalau kurang nanti. Jangan cemas," sahut Phoebe sembari merangkul bahu Calisto dengan akrab.
Gadis berambut cokelat pendek itu hanya menghela napas melihat tingkah sahabatnya. "Terserah kau saja," gumamnya menyerah.
"Ayo kita cari makan dulu. Aku rindu makanan laut," celetuk Phoebe kemudian.
Kedua sahabat itu lantas berjalan keluar dari area bandara menuju tempat parkir di mana Calipso memarkirkan mobilnya. Perjalanan menyusuri pantai terasa menyegarkan. Phoebe membuka jendela kendaraannya demi merasakan angin menerpa wajahnya. Aroma laut membuat gadis itu merasa bersemangat.
"Ah, rasanya seperti mengenang masa-masa saat bermain bersama Keritinia ," pikir Phoebe tiba-tiba.
Detik berikutnya gadis itu mengerut bingung. Mengenang masa lalu bersama Keritinia? Dan bagaimana pula benaknya bisa membayangkan sebuah memori dirinya bermain dengan seekor rusa berbulu emas dengan tanduk anggun yang cantik? Sosoknya dalam gambaran itu bahkan mengenakan khiton dan himation yang serupa seperti visinya yang terakhir kali.
Phobe buru-buru menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia kemudian menutup kaca mobilnya lalu bersandar ke kursi penumpang sambil masih mengerjap-kerjap kebingungan.
"Kau kenapa?" tanya Calisto yang menyadari perubahan sikap temannya.
Phoebe menghela napas pelan, mempertimbangkan untuk membangi rahasianya kepada sang sahabat atau tidak.
"Memangnya di sekitar sini ada rusa?" Akhirnya hanya itu pertanyaan yang bisa terlontar dari mulut Phoebe.
"Hah? Rusa? Penangkaran rusa? Atau rusa liar?" Calisto bertanya sambil mengerutkan kening. "Tidak ada kebun binatang di Atticana, karena kau tahu sendiri, sebagian besar wilayahnya berupa hutan lindung. Jadi sebagian besar hewan hidup liar di tengah hutan. Mungkin ada rusa juga di sana. Kenapa? Kau mau mengambil tema hewan liar untuk hunting kali ini?"
Itu pertanyaan masuk akal. Bagaimana pun, Phoebe memang seorang fotografer alam liar. Jadi bisa saja Calisto menyimpulkan celetukan asalnya demikian. Mendengar tanggapan itu, Phoebe urung menceritakan pengalaman misteriusnya beberapa hari ini pada sang sahabat. Ia tidak ingin membuat Calisto khawatir, terutama setelah mereka tidak bertemu selama bertahun-tahun.
"Itu ... bukan ide buruk," jawab Phoebe pendek.
"Tapi coba tebak. Kau datang tepat pada saat musim Festival Berburu. Masih ada waktu tiga hari sebelum pembukaan festival. Masih ada cukup waktu untuk mendaftar. Kau mau?" Calisto mendadak antusias.
"Festival Berburu? Aku baru dengar."
"Jadi itu adalah tradisi kuno masyarakat asli Atticana. Dulunya, festival berburu diadakan untuk berkompetisi mendapatkan hewan buruan. Belakangan, kegiatan tersebut sudah dilarang oleh pemerintah lokal karena populasi hewan semakin menipis.
"Karenanya, beberapa komunitas lantas memanfaatkan hal itu dan mengubah acara perburuan hewan menjadi perburuan foto, di mana para fotografer baik awam maupun profesional melakukan hunting bersama dan mendapatkan banyak gambar dari obyek-obyek budaya yang tersembunyi di sekitar pulau.
"Nantinya panitia akan menggelar pameran hasil karya dengan bekerja sama dengan pebisnis lokal. Kabarnya tahun ini mereka sudah memesan tempat di ballroom Greecotel Grand Palace. Bayangkan betapa mewahnya acara tersebut nantinya," terang Calisto panjang lebar.
Seulas senyum turut tersungging dari bibir Phoebe. Pemaparan Calisto jelas menggelitik minatnya hingga sejenak ia melupakan tentang visi rusa aneh tadi. Dua hal yang paling menarik perhatian Phoebe adalah Festival Berburu tahunan, dan Greecotel Grand Palace, hotel bintang lima yang tersohor karena sulitnya mendapatkan reservasi di sana. Bahkan orang sekaya apa pun harus mengantre untuk bisa menginap di hotel tersebut.
Akan tetapi panitia festival tahun ini justru berhasil menyewa seluruh ballroom. Bisa dibayangkan betapa megahnya acara yang akan mereka adakan nantinya.
"Bisa-bisanya aku baru tahu soal ini," komentar Phoebe dengan mata membulat menatap Calisto. "Aku merasa gagal sebagai seorang fotografer."
Sang sahabat terkikik kecil. "Kau sibuk mencari uang di tengah hutan. Jadi tentu saja tidak pernah mendengar soal ini. Lagi pula selama ini festifal yang diadakan memang tidak pernah semegah sekarang. Sepertinya tahun ini pemerintah kota menggelontorkan dana maksimal untuk menarik lebih banyak pengunjung. Mereka kan baru saja membuka area wisata baru sejak Parthenon Artemis ditemukan. Reruntuhan yang kau liput itu."
Deg. Mendadak jantung Phoebe mencelos. Entah kenapa kenangan akan tempat tersebut membuatnya merasa tercekat. Dengan cepat gadis itu langsung berusaha menguasai diri, lalu berdeham pelan.
"Masuk akal," gumamnya berusaha memahami perasaan janggal yang bersarang di dadanya. "Kalau begitu, kita ikut Festival itu bersama anak-anak lainnya," pungkasnya mencoba mengalihkan topik.
Heib adalah panggilan akrab Phoebe yang terkadang diujarkan oleh orang-orang terdekatnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top