13. Penculikan
"Jangan takut. Aku dipihakmu. Tapi kau tetap harus berhati-hati. Mereka memburumu, Artemis. Mereka memburu kaum yang belum bangun. Karena itu cepatlah mengingat masa lalumu. Jati dirimu," ijar Deo kemudian mengambil tissue dan mulai mengeringkan tangannya.
"To, tolong jelaskan dengan lebih rinci. Apa maksudnya kaum yang belum bangun? Bagaimana saya bisa mengingat masa lalu saya? Dan benarkah saya adalah Artemis? Dewi yang itu? Apa itu masuk akal?" sergah Phoebe langsung meluapkan seluruh kebingungannya selama ini.
Deo melirik ke arah Phoebe. "Aku hanya bisa membantumu sejauh ini. Selebihnya, kau harus mengandalkan instingmu sendiri," jawab wanita itu lantas melangkah keluar toilet.
"Tunggu. Siapa Anda sebenarnya?" cegah Phoebe melontarkan pertanyaan yang paling membuatnya penasaran sejak awal melihat wanita tersebut.
"Kau akan mengetahuinya kalau sudah ingat," jawab Deo tanpa menoleh. Ia pun keluar dari toilet meninggalkan Phoebe yang kini kalut dengan perasaannya sendiri.
***
"Menurutmu, apa orang seusia kita bisa mengalami gejala alzaimer? Atau mungkin Skrizofernia?" tanya Phoebe tiba-tiba.
Calisto, Sophie dan Lira pun menoleh ke arahnya dengan penasaran. Mereka berempat kini sudah meninggalkan The Locos Taverna dan mulai menyusuri jalanan pinggir pantai yang tidak terlalu ramai.
"Kenapa kau bertanya?" Calisto menyahut penasaran.
"Entahlah. Ingin tahu saja," jawab Phoebe asal. Sejujurnya ia sudah menyerah memahami keadaan yang tengah dia alami. Bisa saja dia memang benar-benar sedang mengidap penyakit mental, lalu mulai melihat hal-hal yang semestinya tidak ada. Atau melupakan sesuatu yang seharusnya dia ingat.
"Jangan-jangan kau masih terbawa efek trauma saat menghilang di reruntuhan kemarin?" Calisto mulai cemas.
Sekarang, Phoebe pun tidak yakin akan kondisinya sendiri. Jangan-jangan ia memang sedang mengalami PTSD setelah hilang selama lima hari dalam tugas terakhirnya. Selama ini mungkin dia tidak sadar karena trauma itu mengendap di alam bawah sadarnya.
"Sebaiknya kau periksa pada ahlinya," saran Calisto kemudian.
"Benar. Aku juga mendengar cerita saat kau hilang selama lima hari di reruntuhan Parthenon. Sadar atau tidak, hal itu pasti membawa trauma pada dirimu, Phoebe." Sophie menimpali.
"Memang apa yang terjadi selama lima hari itu, Phoebe?" tanya Lira penasaran.
"Entahlah. Aku tidak terlalu ingat. Hanya hutan dan semacamnya." Phoebe kembali berbohong. Keterangan yang sama dia lontarkan saat ditanya oleh petugas medis. Ia tidak ingin dianggap gila dengan membicarakan labirin yang jelas tidak ada di mana-mana, apa lagi tentang kemunculan roh rusa yang tubuhnya bisa berpendar keperakan.
Akan tetapi, sekarang ia merasa sedikit menyesal karena tidak jujur sejak awal. Jangan-jangan ia memang sudah tidak waras. Dalam hati, Phoebe diam-diam berencana untuk menemui psikiater setelah pulang dari Atticana. Setidaknya ia perlu memastikan sendiri kondisi mentalnya.
Sambil terus bercakap-cakap ringan, keempat orang itu pun mengambil beberapa gambar dari obyek-obyek yang menarik perhatian mereka. Phoebe pun tak mau kalah. Ia memasng lensa telenya untuk memotret obyek yang berada jauh darinya. Gadis itu sedang membidik sesosok wanita hamil yang sedang berbelanja souvenir di pinggir pantai ketika hal aneh lainnya terjadi. Begitu kameranya selesai mengambil gambar, bukan foto wanita hamil yang muncul di layar kameranya, melainkan sosok raksasa mengerikan yang menjulang setinggi tiga meter tengah berlari ke arahnya.
Belum habis keterkejutan Phoebe, mendadak sebuah angin keras mengantam mereka dan menghempaskan tubuh ketiga teman Phoebe yang berjalan di dekatnya. Calisto, Sophie dan Lira pun memekik keras karena terkejut. Phoebe yang tak kalah kaget, segera berusaha untuk menghampiri ketiga temannya itu, hendak membantu mereka.
Akan tetapi, kakinya mendadak tidak bisa digerakkan, seperti ada tangan yang mencengkeram kedua pergelangan kaki gadis itu. Phoebe berusaha meminta tolong, tetapi daerah tempat mereka berjalan itu cukup sepi, nyaris tidak ada siapa pun dalam radius beberapa puluh meter. Bahkan di dekat sana membentang hutan bakau rapat yang tumbuh di pinggir pantai.
Belum sempat Phoebe memutuskan apa yang akan dilakukan, mendadak cengkeraman tak kasat mata di kakinya menguat dan menariknya hingga jatuh terjerembab mencium pasir. Tubuh gadis itu ditarik dengan sangat cepat memasuki hutan tanpa ada yang bisa menolongnya. Phoebe hanya bisa menjerit panik saat hal itu terjadi. Hal terakhir yang dia lihat sebelum terbenam dalam rapatnya hutan bakau adalah ekspresi ngeri dari ketiga temannya yang berusaha mengejarnya.
Sayangnya, mereka tidak berhasil menyelamatkan Phoebe. Gadis itu terus terseret hingga masuk ke area hutan yang digenangi air setinggi mata kaki. Wajahnya yang menghadap ke bawah membuatnya menelan beberapa teguk air laut, bahkan hingga masuk ke hidungnya. Phoebe berusaha berteriak lagi, tetapi hal itu justru memperburuk keadaannya.
"Kita mendapatkannya. Kita bawa dia ke kuil lalu kita bunuh di sana." Samar-samar Phoebe bisa mendengar suara parau yang tidak asing. Itu suara raksasa yang pernah dia dengar dalam visinya!
"Aku yang akan menyiksanya duluan! Kau harus mengalah pada saudara tertua, Otis!" sergah suara lainnya, Efilates.
"Tidak! Aku yang memikirkan ide ini! Jadi aku duluan yang menyiksanya!" Otis membantah.
"Tapi aku yang menemukannya lebih dulu!"
Perdebatan mereka berlangsung riuh, meski wujud raksasa Aloadae sama sekali tidak terlihat oleh mata biasa. Buruknya, selama kedua raksasa itu berdebat, tubuh Phoebe dihempaskan kesana kemari seolah gadis itu adalah boneka yang sedang diperebutkan oleh dua anak kecil.
Phoebe memekik kesakitan berkali-kali, tetapi tidak ada yang mengindahkannya. Satu-satunya benda yang mungkin bisa menjadi senjata adalah kamera DSLRnya yang masih tergantung di leher. Namun, benda itu sudah terendam air. Phoebe yakin kamera itu pasti rusak karena terkena benturan dan air laut.
"Ah! Sial!" rutuk Phoebe menahan sakit.
Tidak punya pilihan lain, gadis itu pun akhirnya nekat membidikkan kameranya dengan susah payah. Setidaknya ia harus tetap mencoba menggunakan kamera basahnya itu. Dan kalau nantinya bisa digunakan, Phoebe mungkin punya kesempatan untuk melawan –atau kabur– jika tahu posisi musuhnya.
Sambil bergulat menghindari batang-batang pohon, Phoebe pun mulai mengambil gambar sembarangan. Suara rana serta flash kamera rupanya membuat para Aloadae terkejut. Phoebe bisa mengetahuinya karena mereka terdengar memekik kesakitan, bahkan sampai melepas cengkeraman mereka dari pergelangan kaki gadis itu.
"Khryselakatos! Dia membawa panah emasnya!" pekik Otis ngeri.
"Kenapa? Itu ... itu bukan panah! Itu benda aneh!" Efilates menimpali.
"Hancurkan benda itu!" kedua raksasa tersebut berseru bersamaan.
Post Traumatic Stress Disorder atau PTSD adalah gangguan mental yang terjadi pada seseorang karena mengalami kejadian traumatis, seperti bencana alam, kecelakaan, terorisme, perang/pertempuran, pelecehan seksual, kekerasan dan sejenisnya.
Sebagai informasi, Artemis juga dikenal sebagai dewi kelahiran dan kesuburan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top