Bab 16

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and Coment

Komen setiap paragrafnya ya biar author semangat update...

Terimakasih mau baca cerita aku 💜

Yola

Arsha

****

Pulang dari konser Yola hanya bisa diam dan termenung. Seharusnya ia bahagia setelah nonton konser tulus namun yang terjadi sebaliknya, ia murung karena melihat Arsha yang datang dengan Xena berdua. Apa ada hubungan special di antara ke duanya. Antariksa menawari Yola es krim namun cewek itu menolaknya. Ia lebih memilih untuk pergi ke roftoop di mall yang mereka kunjungi tadi.

Langit berbintang terlihat begitu kelam di mata Yola. Ia berdiri berdua dengan Antariksa menikmati indahnya malam. Angin semilir menyelimuti tubuhnya. Ia menghembuskan napas berulangkali. Antariksa yang berdiri di samping Yola, ia berulangkali melirik gadis itu. Ia tahu apa yang membuat gadis itu berubah pasti karena Arsha. Ia tebak sepertinya Yola jatuh cinta dengan Arsha.

"Lo, kenapa?"

"Nggak apa-apa." Di kamus Bahasa Wanita, jika mereka mengatakan tidak apa-apa artinya mereka sedang dalam kehancuran.

"Bukan karena Arsha?"

Hening dan canggung, biasanya mereka tidak pernah di posisi ini. Awalnya Antariksa mengajak Yola nonton untuk menghibur cewek itu malah membuat gadis itu sedih. Seharusnya ketika ia melihat Arsha ia tidak mengatakan pada Yola. Antariksa menyesal telah membuat Yola sedih.

"Anta?"

"Ya?"

"Kayaknya gue lagi falling in love?"

"Sama siapa?" plis La jangan bilang kalau orang itu Arsha. Kalau iya, maka hati Anta akan ikut patah. Perjuangannya selama dua tahun ini mendekati Yola berakhir sia-sia. Anta berusaha tak memperlihatkan wajah sedihnya, ia bersikap santai. Meski lidahnya kelu untuk berucap.

"Arshaka."

Antariksa merasa kehilangan dunianya mendengar kata itu. Hidupnya seakan runtuh. Ia berakhir NT. Yola hanya menganggap semua perhatiannya itu sebagai seorang sahabat tidak lebih. Antariksa berusaha untuk tersenyum meski itu sakit, mendengar cewek yang kita cintai jatuh cinta dengan orang lain langsung dari mulutnya itu begitu menyakitkan. Ia seakan dipaksa untuk mundur dan berhenti memperjuangkan cintanya.

"Oh."

"Kok oh doang sih," Yola menatap Antariksa kesal.

"Terus gue harus apa, La? Gue nggak bisa bantu apa-apa."

"Lo bener, lagian gue sadar yang suka Arsha banyak. Apalagi akhir-akhir ini gue sering liat Kak Xena sama Kak Arsha. Kalau dibandingin sama gue, gue nggak ada apa-apanya?"

"Ngomong apa sih, La."

"Lo juga cantik kok, walaupun lo agak ceroboh tapi lo pinter unik dan juga selalu ceria walau banyak masalah, La. Nggak banyak cewek kayak lo."

'Dan itu alasan gue suka sama lo La.' Lanjut Antariksa dalam hati dengan pedih.

"Anta makasih ya." Setelah mengatakan itu Yola memeluk Antariksa dengan erat. Ia beruntung memiliki sahabat seperti Antariksa yang selalu ada untuknya. Ia memeluknya erat dibawah langit berbintang itu mendekapnya penuh kehangatan.

***

Tiga hari berlalu dengan cepat. Sekarang, Yola berada di dalam mobil Arsha. Cowok itu membawanya ke kantor penerbit. Lagi pula sekarang sudah hampir sore, kampus juga sudah sepi. Arsha menjemputnya menggunakan mobil sport dengan warna merah yang mencolok. Ia tidak percaya jika Arsha memiliki banyak mobil. Ia penasaran dengan koleksi mobil Arsha. Jujur ini begitu canggung, apalagi setelah konser itu Arsha seakan menghilang lalu tiba-tiba datang menjemputnya. Yola masih penasaran hubungan Arsha dengan Xena. Ada apa diantara mereka.

"Kak, kita mau ngapain ke kantor?"

"Perkenalan. Biar kamu tahu siapa saja karyawan saya."

Alis Yola bertaut. Apakah semua penulis juga begitu? Dikenalkan dengan semua karyawan penerbitan. Yola baru tahu mengenai hal ini. Ini pengalaman pertamanya menerbitkan buku. Jadi, ia tidak punya pengalaman sebelumnya.

"Memang, penulis harus kenal semua karyawan, Kak?" tanya Yola dengan ragu.

"Tentu saja. Karena sebentar lagi kamu akan menjadi...." Arsha terdiam sejenak dan tidak melanjutkan perkataanya.

"Jadi apa, Kak?" Yola penasaran dengan kalimat Arsha. Kenapa pria itu menggantungkan kalimatnya? ...

"Penulis. Biar kamu bisa lebih akrab dengan karyawan saya sehingga komunikasi lebih baik." Arsha mendesah, semoga saja Yola percaya dengan ucapannya.

Yola mengangguk dan tidak bertanya lagi. Ia menatap ke samping jendela, terlihat gedung-gedung pencakar langit nan tinggi, serta langit yang mulai mendung. Apa sebentar lagi akan hujan? Udara di dalam mobil juga begitu dingin. Awan di langit Jogja terlihat mendung.

Tetesan air langit tiba-tiba turun membasahi bumi. Yola menoleh, menatap rintikan air menetes di mobil Arsha. "Tunggu di sini sebentar," perintah Arsha setelah mobil berhenti di parkiran depan kantor penerbit.

Yola menuruti perkataan Arsha. Namun, anehnya Arsha malah membuka jaketnya, lalu menaruhnya di pangkuan Yola.

"Biar saya yang buka pintu." Arsha keluar dari mobil, membukakan pintu untuk Yola. Lalu, mengambil jaketnya yang berada di pangkuan Yola menutupi kepalanya.

"Ayo, kita masuk."

Arsha menyuruh Yola berdiri di dekatnya dan menutupi dengan jas pria itu. "Biar saya saja yang pegang." Arsha mencegah tangan Yola yang ingin membantu Arsha.

"Iya, Kak."

Yola memilih untuk diam sembari mengikuti langkah kaki Arsha. Di bawah rintik hujan, perasaannya semakin tak karuan. Perilaku Arsha padanya semakin sulit ditebak. Pria itu sedang melindunginya dari tetesan air hujan. Kadang, perhatian yang diberikan Arsha terlalu berlebihan untuknya.

"Baju kamu basah?" tanya Arsha ketika mereka sampai di depan pintu masuk kantor. Pria itu terlihat khawatir. Arsha takut Yola sakit.

"Nggak, kok, Kak."

"Kalau basah, nanti saya suruh Sri untuk beli pakaian."

"Baju saya nggak basah, kok. Malah Kakak yang kebasahan." Tangan Yola tanpa sadar menyentuh pundak Arsha. Kemeja pria itu basah. Sontak hal itu membuat keduanya saling bertatapan. Yola yang sadar akan perbuatannya langsung menarik tangannya. Bisa-bisanya ia menyentuh tubuh Arsha. Yola mengutuk tangannya yang lancang.

Arsha tersenyum kecil. Dalam diam hatinya bersorak. Benar bukan tidak akan ada perempuan yang tahan dengan pesonanya. Tangannya bergerak tanpa sadar merapikan rambutnya. Ia senang bukan main.

"Lebih baik kita ke dalam." Arsha berjalan lebih dulu masuk kantor, diikuti oleh Yola.

Ketika masuk Yola tertegun melihat barisan karyawan yang menyambutnya. Sebenarnya, ada apa ini? Kenapa ia harus disambut sedemikan rupa? Apalagi mereka terlihat menghormatinya.

"Kak, menurut aku ini terlalu berlebihan." Yola adalah penulis baru di sini, bukan seorang bos. Jadi, ia bingung kenapa harus disambut layaknya pemilik perusahaan.

"Kamu pantas mendapatkannya," bisik Arsha sambil menggenggam tangan Yola, membawanya masuk ke dalam ruangan. Hal itu tak luput dari pengamatan karyawan.

"Jadi, ini yang namanya Yola. Calon pacar Kak Arsha?" Danang tiba-tiba datang membuat kedua orang itu terkejut. Arsha melayangkan tatapan tajam agar Danang bungkam.

"Maaf, Mas, saya bukan calon pacar kak Arsha. Tapi, saya adik tingkatnya," bantah Yola.

"Tapi, namanya kok sama kayak novel yang akan terbit di sini. Kalau tidak salah nama tokohnya Yola dan Arsha, bukan?"

Yola malu setengah mati. Ia merasa bodoh karena telah menjadikan Arsha sebagai tokoh khayalan. Pasti orang-orang akan salah paham jika membaca novel itu. Apalagi ia yang menulisnya. Orang-orang akan berpikir jika ia tergila-gila pada Arsha. Meski pemikiran itu tidak ada salahnya. Karena sekarang ia sudah mulai menggilai dosen itu.

"Danang lebih baik kamu kerja. Mau saya potong gaji kamu?" ancam Arsha. Tentu saja berhasil membuat si biang kerok itu keluar.

"Jangan terlalu dipikirkan, Danang memang suka begitu."

"Iya, Kak. Kggak apa-apa, kok. Salah saya juga pakai nama Kakak di novel saya."

"Kamu tunggu di sini. Saya mau ganti baju dulu," pamit Arsha meninggalkan Yola sendirian di ruangan. Yola memandangi punggung tegap itu yang semakin menjauh darinya. Apakah boleh ia berharap? Walau ia tahu, ia tak pantas untuk bersanding dengan Arshaka.

*

Dua jam berlalu dengan cepat. Arsha yang tadinya sibuk membaca laporan keuangan perusahaan, teralih ketika mendapati Yola tertidur di sofa. Sepertinya, Yola kelelahan setelah ia menyuruhnya untuk revisi skripsi bab satunya. Bagian latar belakang gadis itu masih kurang, terlebih lagi alasan yang dipakai Yola kurang rasional. Arsha langsung meminta gadis itu merevisinya.

Arsha mematikan laptopnya dan menghampiri Yola yang tertidur sambil memeluk laptop di sofa. Arsha ikut duduk di sebelah gadis itu—mengambil alih laptop tersebut, menyimpan data, kemudian mematikannya.

"Maaf, telah membuatmu kelelahan seperti ini," bisik Arsha sambil merapikan rambut Yola. Ia tertegun melihat wajah cantik gadis itu. Tanpa sadar ia mendekatkan wajahnya dengan Yola.

"Kak Arsha, ngapain?" Yola tiba-tiba terbangun, ia tersentak kaget melihat wajah Arsha begitu dekat dengannya. Arsha berusaha tenang, tangannya spontan menepuk kening Yola.

Yola mengerang ketika merasakan tepukan di keningnya. Bayangkan, baru bangun tidur, dikejutkan dengan keberadaan Arsha di depannya dan keningnya tiba-tiba dipukul. Dosennya ini benar-benar menyebalkan.

"Ada nyamuk. Darah kamu sepertinya manis sekali, hingga nyamuk menyukainya." Arsha mencoba mengalihkan perhatian.

"Perasaan di sini nggak ada nyamuk, deh, Kak," balas Yola ruangan Arsha begitu bersih. "Ada kamu saja yang tidak tahu."

"Coba lihat tangan Kakak ada bekas mukul nyamuknya nggak? Biasanya pasti ada darahnya."

Yola menarik tangan Arsha penasaran, Arsha panik dan berusaha menghindar. Namun, Yola tidak menyerah, ia menarik tangan Arsha. Tanpa ia sadari, malah menarik tubuh Arsha. Tubuh pria itu jatuh menindihnya.

Keduanya terdiam, saling menatap satu sama lain. Arsha menelan ludah. Entah, kenapa ia malah mendekatkan wajahnya dengan Yola. Yola diam, ia bingung ingin melakukan apa. Apalagi, melihat tatapan Arsha yang seakan-akan ingin menciumnya.

"SPADA! PIZZA DAT...." Suara Tunjung membuat keduanya menoleh. Mereka terkejut melihat Tunjung berdiri di depan pintu sambil membawa piza.

Arsha langsung menarik diri, sedangkan Yola menunduk malu pura-pura merapikan meja. Mereka seperti kepergok bertindak mesum.

Tunjung melihat keduanya curiga. Apa bosnya itu berniat membuat Arsha junior di kantornya? Ternyata, Arsha diam-diam suka hal-hal kotor. Tunjung tersenyum canggung. Sebenernya, ia juga malu karena memergoki bosnya, tapi mau bagaimana lagi. Semua sudah terjadi di luar kendalinya.

"Lain kali, kalau masuk ketuk pintu!" Arsha mengomeli Tunjung. Kenapa Tunjung suka sekali memergokinya? Sialan!

"Oke, Bos. Maaf." Tunjung kemudian menaruh piza tersebut dan pergi meninggalkan keduanya.

"Kamu belum makan, kan?" Arsha mencoba biasa saja. Ia membuka kotak pizza lalu mengambil potongan piza tersebut. Ia mengutuk dirinya yang hampir kelepasan.

"Makasih, Kak."

Bagi Yola, ini canggung sekali. Mereka hampir berciuman tadi, andai saja Tunjung tidak datang. Yola meringis sendiri atas pikiran kotornya.

***

****

Note: Kalau kalian suka part ini, bisa di SS trus nanti tag aku di ig story. Nanti aku repost.

Follow RPnya





@arshaka.lovers

Gimana part ini?

Ada yang mau disampaikan ke Arshaka?

Ada yang mau disampaikan ke Yolanda?

SPAM NEXT DISINI BIAR CEPET UPDATEEEE

Banyakin komen ya biar aku semangat updateeee

Jangan lupa follow @wgulla_ @wattpadgulla

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top