Sepuluh
Perlakuan Juan semakin hari semakin tak berperasaan. Ia membuat hidup Liana seakan berada di dalam neraka.
Tak ada sedikitpun kebahagiaan dalam rumah tangga mereka. Entah hal itu bisa di sebut rumah tangga atau hanya kedok untuk Juan mempermudah menyakiti Liana tanpa membuat orang lain curiga.
Sedangkan Alfaz, ia memilih untuk menarik diri dan menjauh dari Liana. Ia tak sanggup jika harus melihat Liana dengan Juan.
Rasa putus asa Alfaz kian hari semakin bertambah parah. Setiap malam, ia akan habiskan waktu di club' malam dan minum-minum hingga mabuk. Seperti saat ini.
Alfaz tau jika apa yang ia lakukan adalah hal bodoh karena sama saja ia merusak dirinya sendiri. Tapi Alfaz tak bisa menahan lagi luka di hatinya.
Mungkin semua orang akan menganggapnya sebagai pria lemah yang tak mampu memperjuangkan cintanya. Tentu Alfaz ingin berjuang untuk Liana tapi bagaimana ia akan berjuang, saat orang yang ingin ia perjuangkan menolak usahanya?
Lalu banyak pula yang mengatakan ia pria bodoh karena tak bisa move on dari Liana. Alfaz sangat ingin melupakan Liana karena logikanya pun mengatakan jika masih ada ribuan bahkan jutaan wanita di dunia ini namun logika tak sesuai dengan hati. Hatinya tak mampu untuk berpaling, karena menghapus rasa cinta yang telah tertanam kuat tak mudah untuk berpaling begitu saja.
"Cukup, jangan minum lagi." Azam merebut gelas milik Alfaz.
"Berikan!" Alfaz meraih gelasnya kembali.
"Sekalian aja minum 10 botol. Tanggung sekali, biar aku yang bayar," ujar Ciko gemas dengan tingkah sahabatnya yang tengah patah hati.
"Harusnya kamu, suruh saja dia gantung diri," timpal Azam.
"Ide yang bagus." Ciko tertawa.
Alfaz tak peduli dengan ucapan para sahabatnya. Ia hanya ingin terus minum, karena saat mabuk. Ia bisa melupakan sejenak rasa sakitnya. Meskipun saat ia sadar, rasa sakit itu semakin terasa perih.
"Jika kamu cinta, rebut dia," ucap Azam sembari menyalakan rokoknya.
"Iya, aku setuju dengan ucapan Azam. Rebut saja Liana. Aku akan membantumu," ujar Ciko.
"Lagipula, Liana sepertinya masih cinta sama kamu. Waktu itu aku mencarimu di ruangan Liana. Aku melihat dia menangis." Azam menceritakan kondisi Liana saat itu.
"Dia tidak mau denganku lagi," lirih Alfaz.
"Cinta, cinta, cinta. Persetan dengan cinta. Kalian menjadi seperti orang bodoh karena cinta." Ciko menertawakan Alfaz yang menurutnya sangat bodoh.
"Termasuk kamu." Azam tersenyum mengejek. Ia sangat tahu betul jika Ciko sangat mencintai adiknya sejak lama.
"Dan lebih bodoh kamu yang masih suka dengan mantan sialanmu itu." Ciko tak mau kalah, ia gantian mengejek Azam.
Di tengah asyk saling ejek, Juan datang dan ikut bergabung.
"Kenapa kalian tidak mengajakku?" tanya Juan sedikit kesal karena ketiga sahabatnya sedang nongkrong dan bercanda bersama tapi tidak mengajaknya.
"Owh tamu tak di undang," ucap Ciko.
"Apa kalian sudah lupa denganku? Atau sengaja tidak mengajakku karena takut mengganggu waktuku dengan istriku?" ujar Juan sengaja menyebut tentang istri.
"Mungkin kita sedang malas dengan orang sepertimu," balas Azam santai, menikmati rokoknya setiap hisapan demi hisapan.
"Aku senang sekali, kalian terlalu jujur." Juan tertawa.
"Iya, kami memang tak sepertimu, curang. Kamu bermain curang untuk menyakiti orang lain," ucap Ciko tak suka.
"Aku yakin kalian tau, hidup kita kejam. Siapa yang kuat, dia yang akan bertahan dan berjaya." Juan tersenyum tipis.
Mungkin jika orang tak tahu, Juan seperti orang yang murah senyum dan ramah karena nada bicaranya pun santai. Tapi di balik itu, Juan sangat mengerikan.
"Ini bukan tentang bisnis," timpal Azam ketus.
"Ayo, santailah sedikit. Aku yang akan membayarkan semua minuman yang kalian pesan dan kita akan minum-minum bersama hingga pagi," ucap Juan.
Ciko dan Azam malas menanggapi Juan. Mereka mengikuti aksi Alfaz yang sedari tadi diam.
"Baiklah, ketiga sahabatku sepertinya tengah kesal. Lebih baik aku pulang dan bercinta dengan istriku. Sudah beberapa hari aku tidak selera menyentuhnya. Mungkin malam ini, seleraku bisa kembali saat membawa satu teman untuknya biar dia belajar dan tidak payah lagi."
Juan beranjak dari tempat duduknya setelah berbicara panjang lebar hal yang tak penting namun mampu membuat emosi Alfaz.
"Apa sebenarnya masalahmu!" bentak Alfaz.
"Wah, wah ada apa denganmu?" Juan tersenyum mengejek Alfaz.
"Harusnya kata itu pantas untukmu. Selain tak punya perasaan, kamu juga gila. Harusnya cukup aku yang kamu sakiti, bukan Liana."
"Sadarlah, sikap aroganmu itu akan membuatmu kehilangan banyak hal. Mungkin termasuk kehilangan kami," ucap Ciko.
"Apa gara-gara wanita itu, kalian akan memusuhiku dan meninggalkan aku?" Juan menatap satu persatu sahabatnya.
"Tentu," sahut Azam cepat.
"Aku pastikan wanita itu akan mati jika hal itu terjadi!" seru Juan murka menendang meja cukup keras hingga beberapa botol terjatuh, lalu ia pergi dengan kekesalan yang memuncak.
Juan berjanji pada dirinya sendiri, akan membuat Liana hidup menderita dan mati pun tak bisa. Juan akan benar-benar menyiksa Liana.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top