Sembilan Belas
"Kisah cinta yang romantis."
Juan bertepuk tangan saat melihat Liana kembali ke rumahnya.
"Aku mohon padamu, jangan sakiti Alfaz." Liana bersujud dihadapan Juan.
Setelah mendengar kabar bahwa Alfaz telah di coret dari daftar keluarga. Liana langsung merasa bersalah. Harusnya ia tidak egois untuk bisa terus bersama Alfaz.
"Kamu bersujud padaku hanya karena pria lain?" Juan menaikkan sebelah alisnya angkuh.
"Aku akan lakukan apapun, asal kamu lepaskan Alfaz."
"Apa ini bisa di sebut barter? Kamu rela mengorbankan hidupmu demi dia?"
"Ini bukan barter tapi ini yang disebut pengorbanan cinta. Sepasang kekasih akan rela berkorban asal kekasihnya bisa bebas dan bahagia."
"Wah ... Sepertinya menarik. Baiklah, aku memang pemaaf karena itu kamu masih tetap menjadi istriku meskipun kamu sudah selingkuh. Jadi lakukanlah tugasmu dengan baik. Ayo puaskan aku!"
Liana ingin sekali mengumpat dan mencaci maki Juan tapi semua itu tidak ada yang dapat keluar dari bibirnya. Rasanya tiap kata-kata cacian dan umpatan hanya bisa tertahan di tenggorokan tanpa bisa ia keluarkan dan tentu saja, rasa itu sungguh menyiksa.
"Kenapa kamu masih diam?!"
"Lalu kenapa masih di sini?" balas Liana.
"Memang kamu mau dimana? Aku ingin kamu puaskan aku di sini, di depan para anak buahku."
"Apa!!"
Tentu saja Liana terkejut dengan ucapan Juan. Mana mungkin ia mau melakukan itu di hadapan banyak orang.
"Apa masih kurang jelas?"
"Kamu gila, mana mungkin aku lakukan itu di hadapan mereka!" seru Liana tak terima.
"Memangnya kenapa? Apa bedanya dirimu dengan para jalang yang rela memberikan tubuhnya pada pria lain?"
"Aku bukan jalang!"
Liana rasanya marah dan ingin sekali menangis. Harga dirinya memang seakan sudah tak ada lagi jika dihadapan Juan.
"Lakukan atau aku akan buat Alfaz makin menderita!"
Juan bukan tipikal orang yang sabar apalagi terpengaruh dengan air mata. Liana akan menangis darah sekalipun, Juan tak peduli.
Mau tak mau akhirnya Liana terpaksa melakukannya. Ia membuka seluruh pakaiannya sesuai yang Juan perintahkan. Malu, sedih, kotor, kecewa, amarah dan rasa tak berdaya berbaur menjadi satu.
Melihat wajah frustasi dan kecewa Liana membuat Juan makin bahagia dan semakin bersemangat lagi untuk menyiksa Liana.
Liana benar-benar hanya dijadikan pemuas nafsu saja oleh Juan. Tidak ada hati apalagi perasaan cinta.
***
Alfaz dan Azam memulai hidup baru mereka di tempat yang baru.
Azam mencoba melamar pekerjaan ke rumah sakit kecil sekitar sedangkan Alfaz mencoba mendaftar sebagai seorang guru.
Tentu saja, gaji seorang guru itu tidaklah seberapa namun hanya itu yang bisa Alfaz lakukan. Ia juga sudah berencana untuk mengajarkan les pada murid-muridnya nanti supaya mendapatkan uang tambahan.
Alfaz tidak mau hidup hanya bergantung pada Azam karena Alfaz tahu kalau Azam juga tengah berusaha menyesuaikan diri di tempat yang baru.
"Kamu sudah makan?"
Alfaz menggeleng.
"Kebetulan, makanlah!" Azam memberikan nasi bungkus yang ia bawa pada Alfaz.
"Lalu kamu?"
"Aku sudah makan karena itu aku bertanya."
"Sudah makan kenapa beli nasi bungkus? Jangan coba-coba untuk mengasihani ku," ucap Alfaz tak suka.
Alfaz memang tidak suka dikasihi karena menurut Alfaz, hal itu terlihat sangat menyedihkan.
"Untuk apa aku mengasihani dirimu."
Azam melewati Alfaz begitu saja kemudian mengambil baju ganti dan juga handuk.
"Terima kasih," ucap Alfaz.
"Hm."
Terharu, itu yang dirasakan Alfaz. Ia juga bersyukur. Meskipun tidak memiliki apapun saat ini tapi sahabatnya masih tetap setia menemani.
Mereka tidak hanya datang saat bahagia saja. Ketika tertimpa masalah seperti ini pun, mereka masih tetap setia.
Materi dan popularitas adalah bonus tapi sahabat yang sejati tidak pernah memikirkan apapun itu. Mereka akan terus bersamamu seperti apapun kamu saat ini.
Jika hanya berteman karena kekayaan maka suatu hari kamu akan ditinggalkan saat jatuh miskin.
Jika hanya berteman karena ketampanan maka akan banyak jutaan orang tampan lain di dunia ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top