Dua Puluh
Bagi Liana, inilah neraka nyata di dunia. Hidupnya sungguh mengenaskan dan kini makin mengenaskan saat ia menyadari jika dirinya sudah telat datang bulan. Biasanya ia tak pernah telat.
Tak perlu banyak berpikir, Liana meminta asisten rumah tangganya untuk membelikannya sebuah tes pack.
Setelah menunggu beberapa saat, barang yang ia pesan telah datang. Ia langsung menuju kamar mandi untuk memastikannya.
Betapa terkejutnya Liana saat melihat dua garis merah yang menandakan saat ini ia benar-benar hamil.
Liana sungguh takut, ia tak ingin hamil anak dari seorang monster. Liana tidak sudi tapi ia juga tak bisa menggugurkan janin yang ada di dalam perutnya.
"Aku harus bagaimana," gumam Liana panik.
Sebagai seorang wanita tentu Liana bahagia karena ia tengah hamil tetapi ia juga sedih karena ia tak yakin Juan mau menerima anak yang ada di dalam kandungannya ini.
"Apa yang kamu lakukan di dalam situ?!" suara ketukan pintu kamar mandi terdengar nyaring.
Liana tersadar dari pemikirannya. Ia segera membukakan pintu sebelum Juan mendobraknya.
"Apa saja yang kamu lakukan di kamar mandi? Kamu mengadu pada orang-orang?" tuduh Juan.
"Tidak."
"Lalu apa yang kamu lakukan dan apa yang kamu sembunyikan?"
Juan menerobos masuk kamar mandi untuk memastikan jika Liana tidak mencoba menghubungi keluarganya.
"Apa ini?" Juan mengambil hasil tespack yang belum sempat Liana sembunyikan.
"Kamu hamil?" Juan membawa tespack itu kehadapan Liana.
Liana sendiri merasa gugup dan bingung. Ia ingin mengelak tapi sepertinya sudah tidak mungkin lagi karena buktinya sudah ada di depan mata.
"Jawab!" bentak Juan.
Liana mengangguk pelan. "Ya, aku hamil," lirihnya.
"Bagaimana bisa terjadi? Aku sudah memerintahkan kamu untuk meminum obat pencegah kehamilan!"
"Aku sudah meminumnya," sahut Liana cepat.
"Lalu kenapa kamu bisa hamil? Apa kamu memang sengaja merencanakan ini semua, benar begitu?!" Juan terlihat sangat murka.
Padahal pria normal pada umumnya akan merasa bahagia jika mendengar kabar istrinya tengah hamil.
"Aku tidak tahu. Aku juga tidak ingin hamil anak darimu."
"Kamu harus gugurkan kandungan itu!"
"Tidak!!" teriak Liana sembari memegangi perutnya yang masih rata.
"Aku tidak perlu meminta persetujuan darimu. Kamu mau ataupun tidak, aku tetap akan menggugurkan kandungan itu. Mengerti!"
"Jangan lakukan itu, aku mohon," pinta Liana yang tidak mendapatkan respon apapun dari Juan. Justru Juan malah pergi begitu saja meninggalkan Liana.
"Juan!" seru Liana yang masih tidak direspon. Juan terus saja pergi entah dia akan kemana.
"Sial!" umpat Juan yang tengah pusing mencari cara untuk menggugurkan kandungan Liana tanpa menimbulkan banyak kecurigaan orang sekitar.
"Azam," gumam Juan yang teringat dengan sahabatnya itu tetapi saat ini Azam sudah pindah ke suatu desa yang mau tak mau, Juan harus menemui Azam dan meminta bantuan kepadanya.
***
Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, kini Juan sudah sampai desa dimana Azam tinggal sekarang.
Awalnya Juan akan ke kontrakan Azam tetapi ia mengingat ada Alfaz di sana sehingga ia memilih untuk ketempat kerja Azam karena saat ini ia tengah malas bertengkar. Ia hanya butuh solusi.
Hampir dua jam Juan menunggu tapi Azam tak juga muncul. Akhirnya ia memilih masuk rumah sakit untuk mencari keberadaan Azam.
Setelah bertanya, kini Juan sudah mendapatkan informasi ruangan Azam. Padahal bisa saja ia telpon Azam terlebih dahulu tetapi Juan tidak terpikirkan itu karena otaknya benar-benar pusing saat ini.
"Kamu?" Azam melihat heran pada Juan yang muncul di ruangannya.
"Kita bisa bicara sebentar?"
"Tunggu 10 menit lagi."
"Aku tunggu di taman dekat parkiran."
Azam mengangguk. Ia yakin ada hal penting yang akan Juan sampaikan hingga membawanya kemari.
"Ada masalah apa?"
Azam menghampiri Juan saat sudah selesai dengan tugasnya.
"Aku ingin meminta tolong bantuanmu."
"Tentang?"
"Gugurkan kandungan Liana."
"Apa maksud kamu?"
"Kamu bisa bantu aku, kan?"
"Tidak!"
Azam tak mungkin membantu Juan untuk menggugurkan kandungan. Tidak hanya Juan. Azam tidak akan pernah membantu siapapun untuk menggugurkan kandungan seseorang jika bukan karena hal medis yang dapat membahayakan.
"Please!" pinta Juan.
"Sampai kamu bersujud padaku, aku tidak akan pernah mau melakukan itu," tegas Azam.
"Aku temanmu jadi tolonglah aku."
"Iya karena aku temanmu. Aku menolakmu karena perbuatan kamu salah."
"Aku tidak inginkan anak itu."
"Itu anakmu."
"Baiklah. Jika kamu tidak mau membantuku. Akan aku lakukan sendiri." Juan marah karena Azam tak mau membantunya.
"Jangan melakukan hal bodoh." Azam memperingati Juan.
"Bukan urusanmu."
Juan segera pergi karena ia pikir perjalanan jauhnya sia-sia. Azam tidak mau membantunya tetapi ia tidak habis akal. Ia akan menyusun cara untuk menggugurkan kandungan Liana.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top