Delapan
Setelah menunggu, dokter keluar dari ruang IGD.
"Bagaimana, Dok?" Alfaz langsung menghampiri dokter itu.
"Pasien baik-baik saja, luka pada pelipisnya sudah kami jahit dan pingsan yang dialaminya karena shock."
"Terima kasih, Dok."
"Itu sudah menjadi kewajiban kami." Dokter itu tersenyum ramah lalu pamit.
"Kalau kalian mau pulang, pulang saja," ucap Alfaz pada Ciko dan Azam.
"Ya, aku memang sudah mengantuk," balas Ciko karena hari menjelang pagi. Itu waktunya bagi Ciko untuk tidur.
"Ya, aku juga akan pulang," timpal Azam yang mengerti. Alfaz dan Liana membutuhkan waktu bersama.
"Terima kasih untuk kalian yang sudah mau menemaniku."
Ciko dan Azam hanya mengangguk lalu pamit pulang.
***
Liana sedang terbaring lemah di ruang perawatan sedangkan Juan yang katanya suami, justru sedang asyik menikmati malam panas bersama wanita lain.
Setelah puas melampiaskan hasratnya. Juan mengusir wanita itu.
"Servismu lumayan." Juan melempar beberapa lembar uang pada wanita pemuas nafsunya.
"Dan cepatlah pergi dari rumah ini!" Juan bangkit dari sofa dan merapikan pakaiannya kembali.
Malam ini Juan merasa puas. Ia memilih untuk tidur dan tak peduli sama sekali tentang Liana dan bagaimana nasib Liana saja, Juan tak mau tau.
Berbeda dengan Alfaz, ia tak bisa tidur karena terus menerus memikirkan Liana. Alfaz tak bisa tenang jika Liana belum sadar. Walaupun dokter mengatakan Liana baik-baik saja, tapi tetap saja ia masih khawatir.
"Liana!" Alfaz langsung menghampiri Liana saat melihat jari Liana mulai bergerak-gerak pelan.
Tak lama mata Liana terbuka. Pandangannya langsung mengarah pada Alfaz yang berdiri di sebelah kanan ranjangnya.
"Ada yang sakit?" tanya Alfaz khawatir.
Liana menggeleng pelan. "Haus," ucapnya terbata.
Tanpa bicara lagi, Alfaz dengan sigap mengambilkan air untuk Liana dan membantunya minum.
"Aku panggil dokter," ucap Alfaz setelah Liana selesai minum.
"Juan."
"Juan?" Alfaz menatap Liana lekat.
"Dimana Juan?"
Ada rasa sakit dan tak terima di hati Alfaz saat Liana menanyakan keberadaan Juan.
"Untuk apa kamu tanya tentang dia, aku rasa dia saja tak peduli denganmu," balas Alfaz ketus.
"Dia suamiku."
Alfaz tersenyum hambar. Ia berpikir apa Liana saat ini sudah mencintai Juan. Apa rasa cinta bisa datang secepat itu? Dan melupakan dirinya begitu saja?
"Dia memang suamimu tapi apa dia pernah memperlakukan kamu seperti seorang istri?"
"Seharusnya dia yang ada di sini saat ini," ujar Liana pelan tanpa menjawab pertanyaan Alfaz karena Liana yakin Alfaz tau jawabannya. Juan memang tak pernah memperlakukannya seperti seorang istri.
"Apa kamu mulai mencintainya?"
Sangat berat bibir Alfaz untuk menanyakan hal itu, tapi ia harus tau. Jika memang Liana sudah mulai mencintai Juan. Itu saatnya bagi dia untuk mundur dan melupakan Liana dari kehidupannya. Ia tak mungkin menjalani cinta sendiri.
"Aku harus belajar mencintainya," jawab Liana sembari memalingkan wajahnya. Ia harus lakukan ini, supaya Alfaz pergi dari kehidupannya dan mencari kehidupan yang baru.
Liana tak ingin melihat Alfaz terus-menerus menderita di sampingnya. Ia ingin melihat Alfaz bahagia bersanding dengan wanita lain yang akan mendampingi Alfaz seumur hidupnya kelak.
"Kamu tidak akan pernah bisa mencintai Juan." Alfaz tersenyum tipis. "Kamu hanya mencintaiku," sambungnya.
"Aku rasa, semua cukup sampai di sini. Aku tidak ingin bersamamu lagi."
"Jika kamu bicara, tataplah mataku!" Alfaz meninggikan suaranya. Ia tak suka dengan ucapan Liana meskipun ia tau, Liana tidak benar-benar mengatakan hal itu dari hatinya.
Liana menatap mata Alfaz. Mata yang selalu mampu membuatnya merasa tenang. Mata yang selalu mengawasinya dan menjaganya.
"Aku mencintai Juan," ucap Liana lantang.
Alfaz tersenyum namun matanya berkaca-kaca. Ia sangat tau semua yang di ucapkan Liana bohong tapi hal itu sungguh terasa menyakitkan untuknya.
"Kamu yakin?"
"Ya, aku sangat yakin. Aku mencintai Juan, suamiku."
Alfaz mengusap wajahnya kasar dan mengacak-acak rambutnya frustasi. Kata-kata Liana menorehkan luka begitu dalam di hatinya.
"Baik." Alfaz segera pergi tanpa berkata-kata lagi. Ia tak sanggup mendengar lebih banyak lagi kebohongan yang Liana ucapkan.
Air mata Liana langsung mengalir deras begitu melihat Alfaz pergi tanpa melihat ke arahnya sama sekali.
"Apa cinta sesakit ini?" gumam Liana pelan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top