Embrace Arc : Jeremy Lim 2

Jeremy menyelinap di antara mobil-mobil. Terus menunduk dan merendahkan badannya. Tak ada peluru lain yang melesat. Namun dia tak mau mengambil resiko. Usaha ini mengantarkannya untuk berlindung di sebuah gedung. Hati-hati dia mengeluarkan kepala untuk mengintip pelaku penembakan.

Keputusan yang keliru. Sebuah peluru kembali melesat mengincar kepalanya. Hanya berjarak beberapa senti untuk menghabisinya.

Wajah Jeremy sepucat mayat. "Apa maumu?!" teriaknya. Astaga, orang ini adalah orang pertama yang 'mampu bergerak' yang dia temui setelah sekian lama. Kenapa malah berniat membunuhnya?

Tak ada jawaban.

"Kenapa kau ingin membunuhku?" teriak Jeremy lagi. Dia mengutuk ketakutan yang merambat di suaranya.

Kali ini ada reaksi, suara tawa terdengar. Tawa melecehkan. "MEMBUNUHMU?! YANG BENAR SAJA! JIKA AKU INGIN MEMBUNUHMU, KAU SUDAH TERGELETAK TAK BERNYAWA SEDARI TADI!" Tawanya makin menjadi. "Tembakan-tembakan tadi hanyalah peringatan anak muda, aku memerlukanmu hidup-hidup."

"Siapa kau?" sahut Jeremy, kembali mengutuk goyangan ketakutan suaranya.

"Tidak penting!" Terdengar orang itu meludah. "Keluarlah, atau dirimu kuhabisi di tempat."

"Aneh."

Orang tadi mendengus. "Aneh apanya?"

"Kalimatmu kontradiksi satu sama lain. Katamu kau tidak berniat membunuhku. Lalu jadi ingin menghabisi. Yang benar yang mana?"

"JANGAN SOK PINTAR KAU!" Orang tadi berlari mendekat. Jeremy tidak tinggal diam. Dia melompat ke sebuah lorong. Berusaha kabur. Sayangnya orang itu lebih cepat. Dan peluru demi peluru berhamburan mengelilingi Jeremy. Tak satupun mengenainya. Sepertinya memang orang itu tak berniat membunuhnya. Atau belum.

Jarak di antara mereka terus memendek. Tawa orang tadi membayangi punggung Jeremy. Menoleh untuk melihat keadaan, mata Jeremy menangkap sosok pengejarnya. Seorang pria berumur 40 tahunan. Memakai semacam topi dan rompi koboi. Terlihat aneh dengan keadaan sekeliling. Namun yang membuat Jeremy tertegun adalah kedua tangan pria itu. Keduanya berbentuk pistol. Ya, tak ada jemari di sana. Hanya pistol besar di setiap tangan.

"Kau perlu banyak olahraga anak muda!" Pria tersebut terkekeh.

Jeremy mau tak mau mengiyakan dalam hati. Kondisi fisiknya mengecewakannya.

"Berhenti atau menyesal!"

Jeremy menghentikan langkah. Dia sadar mereka hanya berjarak setengah meter. Dan dia merasakan moncong pistol di bahunya.

Membalikkan badan, Jeremy kini berhadapan langsung dengan pengejarnya. Refleks dia mengangkat kedua tangan, menyerah. "Tolong, jangan bunuh aku."

Pria tersebut menyeringai, "Kita lihat saja nanti."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #jeremylim