[ 3 ] Pramuniaga

Di sinilah aku, berdiri di depan teman-teman sekelasku. Melakukan manequin challenge alias dihukum. Walaupun tadi aku sudah memasang wajah melas dihadapan Bu Rini, guru matematika, aku tetap saja dihukum. Alasan yang aku katakan juga hanya dianggap angin lalu belaka. Coba tebak kenapa aku dihukum. Ya, aku dihukum karena tidak mengerjakan PR. Bodoh sekali aku bisa percaya pada Arka bahwa setengah dari teman sekelas tidak mengerjakan, kenyataannya hanya aku sebatang kara yang tidak mengerjakan PR. Bahkan Arka lah yang maju pertama mengumpulkan buku tugasnya. Inginku berkata kasar.

Aku menikmati wajah teman-temanku yang sedang mendengarkan penjelasan dari Bu Rini. Di ujung paling belakang ada Dedi dan Agus. Keduanya mulai tadi hanya tertawa-tawa sembari menunduk. Tak pernah sedetik pun mengangkat kepalanya ke arah papan. Barisan depan sudah jelas diisi oleh siswa siswa berkacamata tebal dengan sikap sempurna. Hikmat mendengarkan penjelasan guru, mencatat akurat setiap ilmu yang disampaikan. Di bagian sayap kanan ada kumpulan pembuat onar, mereka sedang sibuk menyusun jadwal trip untuk esok hari. Aku menyebutnya apa tadi, pembuat onar? Pembuat onar saja tidak dihukum. Pembuat onar saja membuat PR. Kini aku merasa hina.

Entah sejak kapan aku jadi sangat menantikan kedatangannya. Aku merindukan suara lembutnya yang memasuki telinga. Aku menunggu bel berbunyi. Berdiri di depan kelas hanya membuat kakiku sakit, tidak bisa membuat PR yang tidak kukerjakan selesai. Siapakah sebenarnya penggagas ide dihukum berdiri di depan kelas ini. Sungguh ide yang cemerlang.

***

Aku cepat-cepat menghempaskan tubuhku ke bangku setelah mendengar lagu favorit para siswa berbunyi. Sama cepatnya dengan teman-teman pergi meninggalkan kelas dengan berbagai tujuan. Beberapa dari mereka menatapku iba, tapi ada juga yang menatapku bahagia. Bahagia di atas penderitaan orang.

"Kok lo bisa-bisanya gak ngerjain tugas?" tanya Melza begitu saja setelah aku duduk di sebelahnya.

"Dengerin ya. Tadi pagi gue udah dateng sepagi mungkin biar bisa ngerjain PR. Gue udah dateng pagi banget, sebelum muadzin bangun malah. Enggak juga sih, kan gue gak tau muadzinnya bangun jam berapa. Nah terus nih, Arka dateng bilang banyak yang gak ngerjain juga terus dia bilang sekarang pulang pagi. Setelah itu lo dateng. Selanjutnya lo tau sendiri."

"Lo kok bisa sih percaya sama Arka. Udah jelas jelas dia...."

"Itu dia! Gue tadi salah fokus sama kalimat pulang pagi hingga akhirnya gue lupa kalo matematika itu pelajaran pertama. Kan kucing."

"Kan kucing?"

"Gak sopan bilang anjing."

"Nah, itu lo bilang anjing."

"Kan barusan gue bukan ngumpat. Lama lama gue suntik juga nih anjing rabies."

"Gue gigit duluan lah."

"Jadi lo beneran anjing?"

"Duh, lo kelamaan berdiri otaknya ikut pegel-pegel gitu ya. Udah ah, berangkat yuk."

"Ke kober? Gak jadi ikut deh, males. Masih kenyang juga gue. Gue mau me time aja." Aku segera memakai tasku. Mulai tadi aku memang tidak mengeluarkan apa-apa. Alat tulis saja tidak. Ada untungnya juga dihukum, tidak perlu repot repot merapikan barang. Aku segera melangkah meninggalkan kelas.

***

Deretan lemari berjajar rapi memenuhi ruangan. Sorotan cahaya menerangi setiap sudut. Puluhan, ratusan, bahkan ribuan buku terhampar di sekeliling. Ada yang disusun rapi di rak, ada pula yang disusun rapi membentuk bangun-bangun menggemaskan. Bau kertas menyeruak hidungku. Aku selalu suka tempat ini. Toko buku. Kalau saja buku di perpustakaan di kota ini keluaran terbaru aku pasti lebih menyukainya karena gratis. Sayangnya buku-buku yang kutemui di pepustakaan hanyalah buku-buku jadul yang sudah hatam kubaca bertahun-tahun lalu saat buku itu masih baru dirilis.

"Mas, boleh minta tolong ambilkan buku yang di atas itu?" Aku menepuk orang berpakaian merah yang berdiri tidak jauh di sebelahku. Ia menatapku dari atas sampai bawah. Membuatku risih. Namun setelah itu ia mengambilkan buku itu. Masih tersegel rapi tanpa tempelan harga.

"Ini harganya berapa ya, Mas?" tanyaku sopan. Pegawai itu mengambil buku tadi kemudian membolak-balinya. Ia menggeleng. Aku megerutkan dahi melihat responnya. "Saya gak tahu." Pegawai itu kembali mengarahkan matanya menelusuri rak buku. Aku mendengus sebal. Dasar pegawai tidak becus. Mengapa ia masih dipekerjakan oleh atasannya atau ini hari pertamanya bekerja. Entahlah, yang jelas dia melayani dengan sangat buruk.

"Oh iya, Mas, ada buku Mukenah Yang Tertukar?" tanyaku. Yang ditanya sekali lagi menatapku dari atas sampai bawah.

"Harusnya ada sih. Coba aja cari."

"Loh, gimana sih, Mas. Masa saya disuruh nyari sendiri. Mulai tadi gak dilayanin? Saya nanya harga gak dijawab, nanya buku disuruh nyari sendiri. Niat kerja gak sih, Mas?"

Untuk ketiga kalinya pegawai itu menatapku dari atas sampai bawah. "Dan berhenti natap saya dari atas sampai bawah, gak sopan." Aku bersungut marah.

"Saya bukan pegawai. Saya juga masih kelas sebelas jadi berhenti panggil saya mas," jawabnya santai. Matanya kembali menelusur buku buku di sekeliling. Aku merutuki perilaku gegabahku barusan. Bagaimana bisa aku memarahi orang yang bukan pegawai karena tidak melayaniku. Harusnya aku sadar tidak ada logo toko ini di bajunya. Itu hem bisa. Bodohnya diriku. Sebentar, kenapa ia tahu aku masih kelas sebelas.

***

"Mau mampir dulu?" tawarku basa basi terhadap orang di depanku. Orang yang kukira pegawai toko buku menggeleng sopan.

"Oh, oke. Makasih ya..." Kalimatku menggantung karena aku lupa namanya. Aku nyengir selebar-lebarnya berusaha menutupi ingatanku yang sangat payah itu. Tampaknya usahaku berhasil, cowok itu hanya mengedikkan bahunya lalu membelah jalanan lengang ibu kota.

Suasana hening menyambutku. Penerangan hanya di teras rumah. Aku membuka kancing atas seragamku setelah selangkah meninggalkan pintu masuk.

"Home sweet home!" Kuhempaskan tubuhku ke sofa. Betapa nikmatnya tidur di sofa.

Kakiku lurus bertengger di atas meja. Suara barang pecah belah beradu dengan kaca berbunyi nyaring memecah keheningan. Aku segera bangkit dari posisi nyamanku. Di sana sudah berdiri Vio dengan tatapan marah.

"HEH, LIAT LIAT DONG! CK." Mata Vio berkilat-kilat penuh amarah.

"Maaf, gak keliatan kak. Orang itu juga gak pecah," jawabku pelan.

"Itu mata asli apa mata boneka?"

"Kebanyakan nonton anime sih lo. Gini dah."

"Mending ya gue nonton anime. Suci. Temen-temen gue pada nontonnya botol kecap semua"

"Ya tapi lo nontonnya anime hent*i. Sama aja. Astaghfirullah. Gua bilangin mama lo ya biar diruqyah. Biar keluar semua tuh setan yang bersemayam dalam tubuh kotak kotak lo."

"Dasar bocil, beraninya ngadu. Udah sana mandi, bersih-bersih badan. Dari mana aja sih, bukannya tadi pulang pagi ya? Gue ketemu temen-temen lo di mall."

Refleks aku langsung memukul-mukul lengan Vio. "Aahh, Arka nyebelin. Masa tadi dia nga..."

"Huss... Sana mandi dulu. Bau sumpah, gue gak bohong."

"KAK VIO JUGA NYEBELIN!" ujarku sambil mengusapkan badanku ke lengannya agar baunya menular. Vio mengibas ngibaskan koran untuk menangkal polusi udara dari tubuhku. Kakinya yang panjang menahan langkahku agar tidak mendekat. Merasa tidak akan berhasil, aku menyerah naik ke atas.

"Gitu sana mandi. Ngomong-ngomong cowok yang nganter lo barusan kok bisa gak pingsan ya?" Kalimat itu lebih ke arah cie habis dianter pulang sama cowok, kok mau ya dia. "Mas mas mana nih yang lo embat?"

Aku tertawa demi mendengar ucapan Vio, teringat aku juga mengiranya mas mas penjaga toko. "Fyi kak, dia itu ternyata kelas sebelas dan satu sekolah sama gue. Awalnya gue ngira dia itu pelayan toko buku gitu. Terus ya-" Aku urung melanjutkan kalimatku. Lihatlah Vio bahkan ternyata sudah menutup lubang telinganya dengan headset sambil memejamkan mata beragangguk angguk mengikuti irama musik. Tanganku bergerak perlahan ke arah tombol volume di handphonenya. Kuda-kudaku sudah mantab. Setelah memencet tombol itu lumayan lama, sekiranya volume sudah mencapai batas maksimal aku segera belari menuju kamarku sebelum Vio mulai mengabsen kawannya di kebun binatang.

___________________________________

HAI! AKHIRNYA SELESAI!!

Btw ini hasil rombak total loh. Jadi so please baca lagi sapa tau sukaa hehe

Makasih ya buat yang udah mau baca sampe habis

Semoga gak nyesel :)

Jangan lupa vomment:)))








Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top