New Student called Stela
Ya mungkin sekarang lo nggak pengen, tapi lo butuh - Mia
Seorang gadis lari terbirit-birit seperti tengah dikejar sesuatu. Ia berhenti di sebuah pelataran toko dan mengatur napasnya. Ia menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang mengikutinya. Ia masih sibuk menetralkan napas saat segerombolan laki-laki berlari ke arahnya.
"Stela!!"
Gadis itu kembali berlari sekuat tenaga. Ia mengutuk orang-orang suruhan bos bar yang tidak berhenti menerornya. Kakinya seolah meronta untuk diistirahatkan. Peluhnya pun mengalir deras dan dandanannya berantakan. Sudah hampir tengah malam dan ia masih harus berurusan dengan manusia tidak berguna itu.
Stela masuk ke gang kecil dan bersembunyi di sana. Ia membekap mulutnya kuat agar tidak menimbulkan suara apa pun. Sekelompok laki-laki itu terus melaju lurus, melewati persembunyian gadis itu. Setelah memastikan tiak ada lagi yang tersisa, Stela segera membuka dan mengganti bajunya di gang tersebut. Ia tidak peduli kalau tiba-tiba ada yang melintas dan melihatnya. Gadis itu segera melangkah pergi setelah mengganti pakaian. Ia juga mengganti topinya dan bergegas keluar kompleks.
Stela mengeluarkan ponselnya dan memutar musik. Ia memakai headset-nya dan duduk manis di halte bus. Hari sudah hendak berganti, mustahil untuknya mendapatkan transportasi umum. Dengan terpaksa, Stela menggunakan jasa ojek online.
"Dengan Ibu Stela?" Stela langsung menoleh saat namanya terpanggil.
Gadis itu segera menghampiri ojek tersebut dan memakai helm bawaan yang diberikan. Mata laki-laki di depannya ini melihat Stela dari atas hingga bawah. Gadis itu telah mengganti pakaian, seharusnya tak ada yang aneh sekarang.
"Ada apa, Pak?" tanya Stela, ia tidak nyaman dengan tatapan penuh kenafsuan itu.
"Tidak, Mbak. Alamat sesuai aplikasi?"
Stela hanya mengangguk dan menaiki motor tersebut. Ia duduk di bagian paling belakang, menjaga jarak dengan si pengemudi. Gadis yang masih terengah-engah itu merasakan ada hawa-hawa yang tidak menyenangkan di sana.
"Kok di belakang banget, Mbak? Nggak enak nyetirnya, majuan dikit," ucap sopir tersebut. Stela menurut saja dan segera merapatkan diri.
"Saya pernah liat foto Mbak Stela di forum facebook, kalau lagi nggak buru-buru pulang, Mbak mau mampir dulu?"
Stela terkejut dengan kejujuran sopir ini. Ia segera menepuk punggung lelaki tersebut dan menyuruhnya untuk berhenti.
"Saya turun di sini saja, sudah saya bayar lewat OVO. Terima kasih."
Gadis itu dengan terpaksa harus berjalan kaki menuju indekos reyot yang ia huni. Namun, sesampainya di rumah, betapa terkejutnya ia melihat salah satu orang yang dihindari telah menunggu dengan manis. Tanpa basa-basi, Stela mengeluarkan pisau lipat yang tersimpan di saku celana dan menodongkannya pada tamu tak diundang tersebut.
"Lo ngapain ke sini? Gue udah bilang kalau gue udah keluar, jangan ganggu gue."
Stela terus melangkah mundur saat perempuan yang mengangkat tangan mendekatinya. Raut wajahnya terpancar kekesalan dan ketakutan sekaligus.
"Gue ke sini bermaksud baik, Stel. Dengerin dulu," ucapnya.
"Nggak, nggak mungkin. Lo pasti bakal bawa gue, kan? Gue udah bilang gue nggak ngerti apa-apa dan gue udah out," terang Stela dengan suara bergetar. Matanya mulai memerah.
"Gue udah bilang ke atasan gue kalau lo nggak ada hubungan sama Ramon. Gue ke sini mau nawarin hidup baru buat lo, Stel."
Stela mencoba mendengarkan dan menurunkan tangan. Ia mulai tenang dan napasnya teratur, tak seperti sebelumnya yang ngos-ngosan. Perempuan di depannya langsung mengambil pisau dari Stela dan menyimpannya di meja.
Sosok tersebut mendekati Stela dan berniat memeluknya. Stela lantas menyambutnya dan menumpahkan air mata. Selama berhari-hari, hidup Stela bagaikan terkunci di labirin yang pintu keluarnya sangat sulit dicari.
"Ssstt, kamu aman, Stel. Aku tau kamu nggak bersalah, kamu salah satu korban mereka."
"Gue udah berkali-kali bilang sama lo dan petugas yang lain, Kak. Tapi, nggak ada yang percaya. Masih banyak di luar sana yang jadi kejaran anak buah Ramon. Tadi malam gue liat sendiri, mereka berkeliaran di Kompleks Telaga Indah, deket terminal. Gue hampir ketangkep, Kak," terang Stela dengan isakan yang belum berhenti.
Perempuan tersebut mengirim pesan ke rekannya setelah mendengar pengakuan dari Stela. Ia kini mengerti mengapa kamar indekos Stela tampak gelap dan sepi seperti tak ada penghuni. Stela kerap bersembunyi di dalam lemari dengan perasaan takut yang mendalam. Perempuan itu mengusap punggung Stela pelan, berusaha menenangkannya hingga stabil kemudian melepaskan pelukan.
"Kak Sanas ngapain ke sini?"
Perempuan yang bernama Sanas itu tersenyum dan mengeluarkan berkas yang telah ia bawa. Ia segera memberikan pada Stela dan menunggu reaksi gadis itu. Stela tampak kebingungan setelah membaca lembar pertama dokumen tersebut.
"Apa maksudnya ini?" tanya Stela lagi.
"Kami dari lapas sepakat memindahkan kamu ke SMA ini. Kebetulan tunangan Kakak bekerja di sana, jadi kalau ada apa-apa, kamu nggak usah khawatir. Kamu nggak usah bingung dengan biaya sekolah dan biaya lainnya. Mulailah hidup baru, Stel. Hidup dengan benar."
"Kenapa Kakak lakuin ini semua?"
"Cukup, Stel. Lakukan apa yang bisa kamu lakukan. Kamu masih muda, nggak seharusnya berada di lingkaran seperti ini."
"Apa yang ingin kalian dapatkan dari gue? Jujur, Kak. Ini nggak mungkin gratis, kan?"
•••
Tepat di hari kepindahan, Stela memperkenalkan dirinya, "Panggil gue Stela."
"Wuu, bidadari baru, mau dong daftar," celetuk salah satu siswa.
"Diem kamu, Badrul. Ngaca dulu sebelum ngomong," ucap Pak Samsul.
Sang guru itu segera mempersilakan Stela untuk duduk di bangku kosong yang ada di barisan belakang. Stela pun mengangguk. Setelah sampai, ia segera mengeluarkan buku dan menaruh tasnya di bawah meja. Ia bersyukur karena duduk sendirian di sini.
"Hai, nama gue Mia."
Stela lekas menoleh saat Mia ingin menjabat tangannya. Ia pun menatap Mia dan gadis sebelahnya kemudian kembali menghadap ke depan. Vera yang melihat hal tersebut berubah kesal dan ingin menghujat habis-habisan. Namun, Mia menahan kawannya itu dan kembali melihat Stela.
"Gue lagi nggak pengen cari temen di sini," ungkap Stela.
"Ya mungkin sekarang lo nggak pengen, tapi lo butuh."
Stela hanya mengembuskan napas kasar dan kembali fokus ke papan tulis. Mia dan Vera beradu pandangan dan tertawa kecil, seakan tahu maksud dari otak masing-masing. Vera segera menulis di sebuah kertas dan memberikannya pada Mia.
Kalau mau ngegosip, tulis aja. Kalau kenceng-kenceng, nggak enak ama tetangga.
Mia langsung mencubit Vera dan menyobek kertas tersebut. Urusan bisa gawat apabila keisengan Vera diketahui banyak orang. Mia segera membisikkan sesuatu ke telinga sahabatnya.
Gue bakal kejar dia buat jadi temen gue, liat aja.
Setelah menempuh beberapa pelajaran, Stela merasa mengantuk. Ia kemudian izin ke toilet dan melenggang ke kantin. Gadis itu segera duduk di sebuah bangku kosong dengan membawa jus semangka kesukaannya. Kantin belum begitu ramai siswa karena jam istirahat siang masih lima menit lagi.
Stela ingin menyelesaikan makan siangnya dan kembali ke kelas untuk tidur. Kelas yang sepi saat teman kelasnya pergi ke kantin akan menjadi tempat yang pas untuk istirahat Stela.
167.990 like
@stelenastar bare face with me
Gadis itu membuka ponselnya dan melihat akun media sosialnya. Ia menutup kolom komentar di semua postingan agar sumpah serapah orang-orang gila itu tak mengganggu hidupnya. Stela memblokir semua orang yang mengiriminya pesan dan menutup kembali ponsel tersebut.
Stela meminum jusnya perlahan. Ia masih belum terbiasa dengan nuansa di sekolah barunya. Sekolah ini tentu saja jauh lebih baik dari sekolahnya yang dahulu. Ia jadi bertanya-tanya berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengenyam pendidikan di sini.
Lamunan gadis itu buyar saat melihat Mia dan Vera berjalan menuju bangkunya dengan membawa sepiring nasi dan air minum. Agaknya dua gadis bersahabat itu mengikuti jejaknya. Stela menghela napas kesal karena Mia belum berhenti mendekatinya. Gadis itu dengan santai duduk di depannya dan makan begitu saja.
"Gue, kan, udah bilang, kalau gue--"
"Kok lo nggak makan? Diet, ya?" Belum selesai Stela berbicara, Mia sudah memotong kalimatnya.
"Terserah lo." Stela tidak ingin terlalu memikirkan hal sepele seperti ini.
Mia memandang Vera dan tersenyum lebar. Gadis itu telah mendapatkan apa yang ia mau. Mereka segera melanjutkan makan siang.
"Ya wajar, sih, kalau lo jaga pola makan, badan lo body goals banget," ucap Vera.
"Biasa aja."
"Pulang sekolah ikut kita, yuk! Nonton anak-anak kelas main basket ama kelas sebelah." Mia mengajak Stela dengan antusias.
"Gue ijinin kalian duduk di sini bukan berarti gue udah mau nerima kalian jadi temen gue."
"Ayolah, lo nggak ada acara, kan?" Vera tak mau kalah.
"Ayo, Stel. Sekalian school tour, nanti pulangnya gue anter, deh. Gimana?"
"Ya udah, terserah."
Mia tersenyum penuh kemenangan dan merayakannya dengan Vera. Stela hanya menggeleng dan kembali meminum jus miliknya. Setidaknya, dengan diantar Mia nanti ia bisa irit ongkos pulang.
~ to be continued ~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top