Bab 1
Gelap dan pengap, dua kata yang akan dipakai (name) untuk mendefinisikan tempatnya berada saat ini.
Gadis itu tidak mengingat banyak. Hal terakhir yang masih segar di kepalanya adalah sosok Lucien berbalutkan pakaian hitam. Pemuda itu menyeringai, ditemani beberapa orang yang ternyata adalah anggota Black Swan.
(Name) menolak percaya.
Semua intuisi yang tersisa menjerit padanya bahwa Lucien bukanlah orang yang akan menyerahkan dirinya pada Black Swan.
Pemuda berusia 26 tahun itu selalu melindunginya, membawanya ke tempat yang aman, menyelamatkannya dari kematian yang kerap ingin menjemput. Orang seperti itu bukanlah orang yang jahat, 'kan?
Kecuali jika semua perlakuan baik yang ia terima selama ini hanya tipu muslihat belaka.
(Name) mengerut ketika memikirkan kemungkinan seperti itu. Semua kehangatan yang ia terima dari sang tetangga, semua waktu yang mereka habiskan bersama, tawa yang penuh dengan kebahagiaan itu, apakah semuanya palsu?
Jika demikian, apa artinya rasa percayanya selama ini?
Ia memeluk kedua lutut, meringis pasrah. Borgol yang melilit kedua pergelangan tangannya seolah makin menekan, membuat bergerak sedikit saja menjadi amat menyakitkan baginya.
Derit pintu membuat gadis itu sedikit panik. Ia mengintip dari sela jemarinya, mengamati sepasang kaki jenjang yang semakin dekat ke arahnya.
Pemuda berbaju hitam gelap itu menutup pintu, tidak membiarkan banyak cahaya masuk ke dalam. Sorot matanya mengarah lurus ke arah (name), mengamati wajah tawanannya itu selama beberapa detik sebelum berjongkok di hadapan sang gadis.
"Lucien...." (Name) memanggil. Air mata mulai menggenang di kedua netra yang sarat akan keputusasaan itu.
"Ares." Sang pemuda mengoreksi.
(Name) menggigit bibir, mengambil napas pendek-pendek, berusaha mencegah tangis yang siap turun lagi. "Apa yang kauinginkan?"
Ares masih menatap dengan dingin. Sebilah pisau tajam ia mainkan di dalam saku, menggores jemarinya beberapa kali.
"Apa kau masih ingin menertawai kebodohanku?" (Name) membenamkan wajah pada kedua tangan, tidak ingin menatap Ares lagi.
Ares menghela napas, tahu betul seberapa besar rasa benci dalam satu kalimat sederhana yang diucapkan lawan bicaranya.
"Tolong, pergilah!" (Name) mengusir, dipejamkannya mata erat-erat, menghalau air mata yang hendak menyusup keluar.
Ares mendekat, hendak membelai gadis itu untuk menenangkannya. Akan tetapi, segera diurungkannya niat tersebut. Ia sekali lagi menghela napas, berharap aktivitas sederhana seperti itu dapat meneguhkan hatinya untuk segera menjalankan misi yang diberikan.
Namun, pisau di saku jas hitamnya terasa begitu berat ketika hendak diangkat.
Pemuda itu kembali dirundung rasa dilema. Ia berdiri, memutuskan untuk tidak melakukan apa pun terhadap gadis di hadapannya. Dihabiskannya beberapa saat untuk menatap (name), mengenang semua yang selama ini pernah terjadi.
Ia melangkah perlahan, membuka pintu, membuat cahaya berdesakan masuk ke dalam, menerangi setiap sisi ruang tahanan yang gelap. "Selamat malam." Ia membuka mulut setelah sekian lama berpikir. "Dan maafkan aku, (name)."
Suara berderit dari engsel yang sudah tua kembali terdengar tatkala Ares menutup pintu.
(Name) menghitung sampai dua puluh dalam hati, mengangkat kepala sedikit guna memastikan pemuda tersebut sudah benar-benar tidak terlihat di pandangannya.
Gadis itu menghela napas, merasakan hidungnya sedikit tersumbat karena menangis dalam diam selama sekian menit.
(Name) melirik pergelangan tangannya, menyadari bahwa kulitnya pasti akan memiliki bekas borgol yang amat jelas, mungkin tampak seperti tato. Ia berteriak, melampiaskan semua kemarahan yang berkumpul dalam hati selama ini. Ditariknya borgol tersebut kencang-kencang, berusaha merusaknya.
Akan tetapi, semua yang ia lakukan berakhir tiada guna. Alih-alih terlepas, justru rasa sakit yang semakin merayapi kulitnya, membuatnya lebih tak berdaya dari sebelumnya.
(Name) mengedarkan pandangan pada penjuru ruangan, memutar otak untuk mencari jalan keluar.
Ia tahu, menangis dan menyesali semua yang sudah terjadi tidak ada manfaatnya sampai saat ini. Gadis itu harus melakukan sesuatu untuk lepas dari kurungan tersebut.
Namun, selama borgol tersebut setia melilit, setiap peluang akan menjadi berkali lipat lebih sulit dari biasanya. Mulut gadis itu tertutup rapat, menyadari bahwa ruangan ini sudah dirancang sedemikian rupa untuk mempersulit tahanannya.
Lalu, ia tersdar, tidak ada kesempatan baginya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top