7.

"...." Lelaki bersurai merah dengan mata crimson itu, perlahan mendapatkan kesadarannya kembali. Matanya masih tertutup rapat tak membiarkan secercah cahaya masuk kedalam pupil matanya.

Hal pertama yang ia lakukan adalah mencoba menggerakan jemarinya yang terasa kaku. Begitupun dengan ujung kakinya. Ia melakukan hal yang sama untuk beberapa saat, memastikan apa ia benar-benar dapat menggerakan anggota tubuhnya.

"A.. H.... " Ia mencoba berucap sepatah kata. Terasa sulit dengan tenggorokannya yang kering.

"Nanase-san....? "

Telinganya menangkap sebuah suara yang tidak jauh dari tempatnya.

Ia pun mencoba membuka matanya dengan perlahan, menatap langit-langit ruangan yang membuatnya merasa kecil. Lalu ia menolehkan kepalanya.

"I.. ori? " Panggilnya pelan menghadap lelaki raven yang duduk disamping tubuhnya yang direbahkan diatas kasur.

"Nanase-san... " Iori menghela nafas lega "Syukurlah, kau sudah sadar"Katanya tersenyum lega.

"Apa aku... " Riku mencoba mengingat apa yang sebelumnya terjadi, ia melompat dari atas gedung? Bukankah harusnya ia mati? Apa ia selamat?

"Apakah... Aku masih hidup? " Pertanyaan lelaki yang menjadi center dalam grupnya itu membuat Iori mengkerutkan kening "Tentu saja, Nanase-san. Kau pingsan karena syok, tapi kau masih dapat hidup" Jelasnya, sembari mengelap beberapa keringat lelaki didepannya yang baru saja tersadar dari pingsannya dengan tisu yang ada di meja samping mereka. Menepuk-nepuk dengan perlahan.

"Pingsan karena syok? "

Iori mengerjapkan matanya beberapa kali "Apa kau.. Benar-benar lupa apa yang terjadi? " Tanyanya menatap lelaki itu tepat kearah matanya.

"Ya... " Jawabnya, memiringkan kepala bingung. Iori terus menatapnya sebelum membuka mulut "Kau pingsan setelah masuk kedalam ruang Kujou-san berada, Nanase-san"

Apa yang Iori katakan?

Itu kan sudah beberapa hari yang lalu?

Kenapa ia mengatakan seperti mereka baru saja dari sana?

"Apa kau bercanda Iori? "

"Huh? " Iori memandangnya bingung "Untuk apa aku bercanda. Kita benar-benar dari sana setelah kau menerobos masuk kedalam dan berteriak ke arah Kujou-san"

Lelaki bernama Nanase Riku itu hanya menatap salah satu membernya itu dalam. Mencari tahu adakah kebohongan pada perkataannya.

"Kenapa kau berbicara seakan dia masih ada? "

Iori mengangkat kepalanya yang tadi sedikit tertunduk "Siapa maksudmu, Nanase-san?" Iori membenarkan duduknya " Kujou-san? "

Riku mengangguk cepat.

Kenapa Iori terlihat santai?

Seakan tahu apa yang dipikirkan Riku, Iori menaruh salah satu tangannya pada bahunya "Tenanglah Nanase-san" Iori menaikan tangannya naik-turun, mengelus bahu Riku untuk menenangkannya "Semua tidak apa..." Ia lalu tersenyum kecil kearah Riku "Kujou-san sudah stabil"

"Huh? " Riku mengkerutkan keningnya dalam. Ia lalu menepas tangan Iori, keras dan menunjuknya tepat ke wajahnya.

Ekspresi Riku saat itu benar-benar marah. "Jangan bercanda padaku Iori!" Teriak Riku mengepalkan tangannya kuat. "Tenn-nii sudah tiada! Kau tahu itu--!! Uhh! " Riku memegangi dadanya yang kembali terasa tertekan. "Nanase-san! Tenanglah! Tarik nafasmu dengan pelan! " Perintah Iori yang mulai panik.

"Bagaimana bisa kau berkata seperti itu??! Aku..! Melihat.. Tenn-nii... " Riku tidak dapat melanjutkan perkataannya. Kalimat selanjutnya membuat dadanya terasa tertusuk banyak jarum.

"Ya.... " Iori menjawabnya di sela tarikan nafasnya "Tapi.. setelah kau menggenggam tangannya dan tidak mau melepasnya.... Denyut jantungnya kembali..." Sambungnya.

Riku mengangkat kepalanya yang tertunduk, menatap Iori dengan tatapan tidak percaya. "Awalnya memang lemah, tapi jantungnya berdenyut kembali, Nanase-san"
Riku berdiri dengan cepat dari kasurnya, membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjatuh menabrak kursi tempat Iori duduk sedari tadi menunggunya "Jika kau tidak berbohong... " Iori membantu Riku bangkit dari jatuhnya "...dimana ia sekarang?! "

Iori memberitahu lokasi yang 'diketahui'tempat Kujou Tenn berada.

Riku membanting pintu dengan keras dan berlari keluar, menyelusuri lorong yang cukup panjang untuknya saat itu.

Lalu ia melihat segerombol orang yang berdiri didepan sebuah kamar pasien.

Ia menahan langkah kakinya...

Berjalan dengan perlahan..

Hingga Iori yang dibelakangnya dapat menyusulnya.

"Nanase-san! "Iori terengah-engah sesampainya disebelahnya. "Jangan berlari--! "

Tangan Riku yang berada didepan wajahnya memotong kalimatnya "Iori. Berapa lama aku tak sadarkan diri? " Tanya Riku tanpa menghadapnya.

"40 menit, Nanase-san.... "

Setelah ia mendengar jawaban yang ia mau, Riku kembali melangkahkan kakinya.

Beberapa orang menyadari kehadirannya.

"Riku-kun... " Yuki adalah orang pertama yang menyapanya setelah ia menghampiri mereka "Apa kau sudah baik-baik saja? " Tapi Riku tetap melangkah terus kedepan, meninggalkan Yuki dengan tatapan mengerti tentang apa yang terjadi padanya.

"Apa kita akan membiarkannya masuk? " Momo mendongakan kepala agar ia dapat melihat Riku yang sudah diambang pintu kamar.

"Hah... " Yuki menghela nafas "..sudah terlambat untuk menahannya.. "

"Aku harap Riku tidak pingsan lagi" Sahut Touma yang menyandarkan tubuhnya pada dinding didekat mereka.

"Kami harap juga begitu.. " Sisa member Idolish7 dan idol lain yang berada didepan kamar mengangguk pelan.

Dengan kaki yang seakan tidak ingin digunakan untuk melangkah, Riku tetap berjalan lurus kedepan.
Ia melihatnya.

Didepan Gaku dan Ryuu.

Orang itu tertidur.

Meski dengan bantuan alat pernafasan..

Ia bernafas.

"Tenn-nii... " gumamnya mendekati kasur dengan beberapa alat medis disekitarnya itu.

Gaku menyambut kehadirannya dengan menolehkan kepala dan tersenyum kearahnya. "Nanase! Tenn bernafas! Ia bernafas! Denyut jantungnya sudah stabil! " Infonya dengan nada bahagia.

"Ini pasti berkat kata-katamu, Riku-kun. Tenn dapat mendengarmu.. " Ryuu ikut tersenyum kearahnya.

"Apa yang... " Riku masih menatap pemandangan yang didepannya dengan... Menerawang.. Apakah ini mimpi? Atau.. Yang tadi... Mimpi dan saat ini kenyataan?

Apakah itu adalah bayangan dalam benakku jika aku hidup tanpa Tenn-nii?

Riku menampar keras kedua pipinya dengan tangannya sendiri, meninggalkan cap tangan merah disana.

Sakit.

"Nanase.... "

"Riku-kun... "

"Nanase-san? "

Semua yang berada didalam atau diluar ruangan menatapnya khawatir.
Riku menggapai ujung kasurnya dan menatap wajah yang paling ia sayangi itu. Ia tertidur.

Ia hanya tidur.

"K-Kau... " Ia kembali membuka mulutnya "...sudah kukatakan jangan pernah meninggalkanku... " Riku menundukan kepalanya "...aku hampir menganggapmu pembohong... " Bahunya sudah mulai naik-turun, isakan kecilpun dapat terdengar dari dalam ruangan.

"Terima kasih... Masih menjaga janjimu... Tenn-nii... " Riku menjatuhkan tubuhnya kebawah, kakinya lemas. Ia tidak sanggup berdiri.

Gaku dan Ryuu juga Iori yang berada dibelakangnya berlari kearahnya.

"Nanase! Kau sebaiknya harus beristirahat lagi, biar kami yang menjaga Tenn... "

"Syukurlah... " Gumam Riku masih terus menundukan kepalanya. "Itu semua.. Hanya dalam benakku saja... "
Ryuu melirik kearah dua orang lainnya.

"Kehidupan tanpa Kujou Tenn... " Riku mengangkat kepalanya dengan pipi yang sudah basah kembali "...aku tidak ingin merasakannya lagi.. "

Mereka hanya menatap Riku tanpa mencoba memotong kalimatnya, membiarkannya mengeluarkan semua perasaannya lewat kata.

"Tenn-nii aku tidak akan mempermasalahkan... Keberadaanmu yang harus dekat denganku.. " Riku mencoba bangkit dibantu oleh orang disekitarnya, berjalan mendekati Tenn yang masih tertidur, meraih tangannya "...asalkan kau dan aku... Berada di satu masa yang sama... " Riku mendekatkan wajahnya hingga bibir mungilnya menyentuh kening sang kakak "...aku tidak akan meminta lebih. Cukup seperti ini saja..Okaeri, Tenn-nii"

.
.
.

Are They Twins?
by
nshawol566
.
.
.

Sejak hari dimana ia kehilangan Tenn, dan hari yang sama ia mendapatkannya kembali, tidak pernah ada waktu yang terlewat tanpa Riku datang berkunjung ke rumah sakit untuk memeriksa kakaknya yang masih tertidur.

Sudah seminggu ia berada dikamar yang sama. Seminggu pula ia tidak membuka matanya.

Semua rekan idol mereka berdatangan silih berganti. Hadiah dan oleh-oleh yang mereka bawa saat berkunjung hampir memenuhi ruangan dan membuat orang sulit untuk bergerak.

Hari ini Riku datang kembali sebelum bekerja. Dengan langkah kaki yang ringan ia menghampiri sang kakak yang masih bermimpi panjang.

Dalam perjalanan menuju kamarnya, beberapa suster menatapnya, ia sedikit mendengar percakapan mereka, tapi ia tidak memusingkannya.

"Hei. Bukankah itu Nanase Riku? Ia terus datang mengunjungi Kujou Tenn"Salah satu suster menyikut lengan temannya.

"Apa menurutmu.. Berita dulu itu benar?"

"Yang mengatakan mereka saudara kembar? " Temannya mengangguk. "Jika itu benar...." Suster itu menatap punggung Riku yang menghilang dibalik pintu "...aku harap mereka dapat terbuka dengan hubungan mereka. Aku yakin semua dapat menerima jika mereka menjelaskan"

Mereka menganggukan kepala satu sama lain "Lagi pula.. Aku juga merasakan ikatan yang kuat diantara mereka" Senyum keduanya.

"Tenn-nii!" Riku membuka pintu kamar Tenn dengan riang."Aku datang kembali mengunjungimu" Riku tersenyum sembari menaruh bunga dan tas yang bertengger pada bahunya tadi. "Tsunashi-san dan Yaotome-san akan menyusul. Dan.. Anesagi-san! Oh ya.. " Riku membenarkan selimut Tenn yang sedikit terturun "Untuk masalah kau hiatus. Tidak usah dipermasalahkan, managermu melakukan tugasnya dengan baik" Riku tersenyum kecil.

"Ah" Riku mengeluarkan dua buah album dari tasnya "Re:vale dan Zool memberikan album baru mereka lengkap dengan tanda untukmu, nanti kita dengarkan bersama, okeh? "

Riku menopang dagunya yang bersandar pada tangannya, memanyunkan bibirnya sembari terus menatap Tenn "Memberku juga memberi salam untukmu. Mereka tidak dapat datang karena pekerjaan individu. Tentu saja! Aku juga ada... " Riku menggaruk belakang kepalanya gugup " Tapi aku meminta diundur.. Agar aku bisa menemuimu... Hehe.. "

Lalu Riku merasakan seseorang membuka pintu kamar Tenn.

Ia menolehkan kepalanya dan...

"Kujou...Takamasa... " Gumamnya melihat ayah angkat dari kakaknya berada dihadapannya.

"Kau" Takamasa berdengus "Apa yang kau lakukan disini?" Tanyanya melirik Riku dari ujung matanya.

Riku mengkerutkan keningnya "Menjenguk kakakku tentu saja"

Takamasa menaruh buket bunga yang sedari tadi dalam dekapannya diatas meja samping kasur Tenn.

"Bagaimana denganmu? "Tanya Riku yang memperhatikan gerak-geriknya.

"Apa kau bodoh? Tentu daja menjenguk anakku"

"Anak angkat"Sahut Riku mengkoreksi perkataannya.

Takamasa hanya memandangnya tidak terkesan dengan ucapannya. "Kau tahu. Ini pertama kalinya kita bertemu kembali" Takamasa menarik kursi yang dekat dengannya dan menaruhnya berseberangan dengan Riku.

Penghalang mereka hanyalah Tenn yang masih tertidur.

"Kurasa begitu" Jawab Riku singkat.

"Sejujurnya aku tidak ingin melihatmu"

"Aku pun"

"Bisakah kau tidak melawanku? "

"Aku? Tidak. Aku hanya menjawab agar kau tidak dikira berbicara sendiri"

Urat di pelipis Takamasa mulai berdenyut. Sejak kapan anak yang selalu terlihat lemah ini berani menimpal balik perkataannya?

"Hah.. " Takamasa menghela nafas panjang "..aku sudah mencoba memperingatkan Tenn untuk tidak berurusan denganmu... " Ia memainkan ujung jemarinya diatas tangan Tenn yang tidak bergerak "..beginilah akhirnya. Kau pembawa sial" Takamasa menunjuk kearah Riku.

Berekpetasi bahwa Riku akan merengek dan pergi dari ruangan itu, tapi ia salah besar.

"Ouh. Bukankah kehidupannya lebih buruk setelah bersamamu? Apa kau tidak bisa mengurus satu anak saja? Dan kau bahkan mengangkat dua anak sekarang" Sindir Riku, menyunggingkan bibirnya. "Akankah ada anak ketiga? Kau saja tidak memiliki pendamping... Apa kau bertelur sendiri?"

"Pfft! "

Riku mendengar terkekehan dari luar pintu kamar.

Takamasa yang menahan amarahnya menatap pintu lalu bersuara dengan sedikit meninggikan suaranya "Kalian... Sebaiknya masuk saja atau aku yang harus membuka pintunya.. "

Pintu terbuka menampilkan Gaku dan Ryuu yang menahan tawa sedari tadi didepan kamar.

"Nanase.. Kau tidak boleh seperti itu.. "Gaku membekap mulutnya, menghentikan suara tawanya. Ryuu tidak dapat berkata apa-apa lagi dan menundukan kepalanya.

Riku hanya tertawa malu.

Takamasa menatap ketiganya sinis "Bagus. Kumpulan badut bertemu"

"Terima kasih. Senang dapat menghiburmu" Sahut Riku masih dengan tertawa kecil.

Tapi Gaku dan Ryuu sudah tidak dapat menahan tawa mereka dan akhirnya lepas.

"Nanase..! Cukup! Bwahaha!" Gaku memukul-mukul ujung kursi Riku yang berada disampingnya.

Ryuu memegangi perutnya sembari duduk di sofa "R-Riku-kun.. Jangan menjawab lagi.."

"Apakah para idol sekanak-kanakan ini? Sudah kuduga Tenn lebih baik keluar dari grup ini" Takamasa tak ingin menyerah dengan perkataannya. Tidak sampai mereka merasa kalah.

"Hm.. " Riku berdehum pelan, lalu menatap pria yang berada didepannya lekat "...kau pikir aku akan mengizinkanmu berbuat seenaknya. Setelah semua yang kau lakukan pada kakakku? " Kata Riku yang berubah serius "Aku sudah tahu semuanya, Kujou-san. Atau kau ingin aku lakukan dengan jalur hukum? "

Takamasa mengkerutkan keningnya "Insiden dipanggung waktu itu adalah ulahmu bukan? "

Takamasa sedikit tersentak mendengar itu, tapi ia mencoba menahan ekspresi pada wajahnya.

"Kau tidak punya bukti" Katanya membuang wajah.

"Ada disini" Riku mengarahkan telunjuk kebawah, menandakan bahwa bukti itu ada didalam ruangan ini.

Gaku berdengus "Jika Tenn bangun kau akan dalam masalah, Kujou-san"
Takamasa menatap mereka serius, sembari menegakan postur tubuhnya yang tadi bersandar pada kursi "Kenapa kalian malah meberitahuku? Bagaimana jika aku melakukan sesuatu padanya? "Tanyanya mengetahui 'apa' maksud mereka.

"Kenapa? Kau tidak akan melukai anakmu sendiri kan? " Sahut Ryuu dengan nada tegas dan sedikit mengancam. Jika ia berniat macam-macam sedikit saja, ia akan berurusan dengan mereka secara terang-terangan.

Riku memiringkan kepalanya sedikit dan berdengus "Akuilah.. Kujou Takamasa... Kau akan selalu membutuhkan Nanase Tenn untuk bergerak maju" Riku menyunggingkan bibirnya "Yang menjadi parasit dalam hubungan ini adalah kau"

Gaku dan Ryuu menatap Riku seakan ia adalah senpai yang sangat mereka kagumi.

'Sasuga.. Tenn no ototou...' Batin mereka.

Takamasa berdecak pelan dan bangkit dari tempatnya duduk, menendang ujung kaki kursi sedikit keras "Kalian akan menyesal telah menyudutkanku" Katanya sembari melangkahkan kaki keluar kamar dan membanting pintu.

Setelah itu, ketiga orang didalam ruangan itu tertawa bersama.

"Riku-kun! Ucapanmu benar-benar terbaik! " Ryuu memujinya dengan menepuk-nepuk punggung Riku sedikit keras membuat tubuhnya terpental kedepan.

"Ucapanmu bahkan dapat menyaingi lidah tajam Tenn! " Gaku masih terus tertawa disampingnya.

Mendengar itu...

Riku langsung merilik Tenn dengan tatapan sendu miliknya.

Ia nenaruh tangan diatas punggung tangan Tenn dan mengelusnya lembut.

"Aku tidak tahu kapan Tenn-nii akan bangun.. "

Ryuu mengacak rambutnya pelan "Tidak lama lagi, Riku-kun"

"Ya. Tenn tidak mungkin tidur lama. Ia bukan pemalas" Tambah Gaku terkekeh kecil.

Riku membalas perkataan mereka dengan anggukan yakin "Hum! "

***

"Yuki. Yuki! Cepatlah! Nanti Tenn menunggu! " Momo menarik Yuki dan menuntunnya menuju kamar Tenn.

"Sabar, Momo. Aku membawa banyak barang" Protes lelaki berambut panjang itu.

Hari ini Re:vale datang duluan, sisanya masih memiliki jadwal masing-masing.

Rencananya mereka akan membuat pesta kecil-kecilan.

"Kita ditugaskan untuk menghiasi kamar Tenn! Tak kusangka mereka berdua semakin besar! " Momo melompat-lompat kecil sambil bersenandung.

Yuki tertawa kecil "Ulang tahun Tenn-kun dan Riku-kun, ya... Kita harus bisa membuat dekorasi yang menarik"

"Tunggu. Apakah cukup membiarkan semua orang masuk kedalam kamar? "Momo menghentikan langkahnya dan menghadap Yuki.

"Ah.. Itu akan masalah jika kita terlalu berisik... " Yuki ikut berpikir.

"Yang nanti biarlah kita pikirkan nanti! Sekarang menemui Tenn! " Momo menarik Yuki kembali membuatnya hampir terjatuh karena tarikannya.

(Pinterest)

"Tenn! " Momo membanting pintu kamar Tenn cukup keras "Re:vale disini!" Ia lalu melangkah masuk dan melirik kearah Tenn "Ouh! Kau masih merem saja seperti biasa kohaiku" Momo memanyunkan bibirnya "Ini sudah 2 minggu... "

"Momo" Yuki menepuk kepalanya "Jangan ulangi lagi cara masukmu itu" Ia meletakan barang-barang bawaannya di dekat kasur Tenn "Dan... Apa kabar Tenn-kun? " Senyumnya kearah lelaki yang masih tertidur itu "Wajahmu cukup baik hari ini, aku harap kau mimpi sesuatu yang indah"

"Jadi.. " Momo mengangkat beberapa properti dari dalam totebag milik Yuki "..kita akan menyiapkan dekorasi, Zool membeli kueh dan makanan ringan, Trigger membeli minuman dan Idolish7 menahan Riku untuk bersabar kesini? "

Yuki menganggukan kepalanya "Ya. Itu rencananya.. "

"Tenn! Kita pinjam ruanganmu ya! Tenang saja kau pasti akan menikmatinya! "Momo mengelus pelan kepala Tenn selagi ia menggeser kursi yang berada disebelah kasurnya.

"Baiklah. Ayo kita mulai" Dengan begitu Momo dan Yuki mempersiapkan dekorasi untuk meyambut idol lainnya yang akan berdatangan untuk merayakan ulang tahun si kembar.

Tak lama kemudian Zool dan Trigger pun datang.

"Yo. Momo-san. Yuki-san. " Sapa Touma begitu masuk melewati pintu.

"Ternyata mencari kueh itu cukup sulit" Kata Haruka sedikit menggurutu

"Tentu saja sulit" Minami membantu mengangkat beberapa cemilan masuk ke dalam ruangan "Permintaan kalian sangat langka untuk ditemukan"

"Ya. Kue dengan gambar hero diatasnya dan terlebih lagi itu untuk orang yang ulang tahun kepala dua" Sambung Torao membanting tubuhnya di sofa.

"Hehe.. Riku suka sekali hero. Jadi kami meminta tolong carikan" Momo menyampiri mereka. "Apa yang kalian pilih? "

"Ultraman" Jawab Touma.

"Ah... Yasudah. Tidak apa"

"Sepertinya kalian sudah selesai dengan persiapannya" Gaku mengedarkan pandangannya pada ruangan. Pernak-pernik khas ulang tahun sudah terpasang.

Ryuu berjalan sedikit lemas dibelakang Gaku.

"Ada apa Ryuu-kun?" Tanya Yuki dari balik tirai, setelah ia menempelkan beberapa properti disana. Bukannya menjawab Ryuu hanya menurunkan bahunya semakin lesu.

Gaku menghela nafas "Sake yang baru ia beli disita di resepsionis"

Semuanya menatapnya datar "Itu sudah pasti... "

"Tenn" Ryuu merengek padanya "Padahal kau sudah bisa minum sake, diumur segini"

Gaku menepuk kepalanya "Bukan itu masalahnya, Ryuu"

Mereka terkekeh melihatnya.

"Yosh. Haruskah kita memanggil Idolish7?" Momo menepuk tangannya.

"Ah!" Yuki mengeluarkan properti tambahan dari totebagnya dan mengeluarkan sebuah topi pesta "Aku akan memasangkannya pada Tenn-kun"

"Ohhh! Itu terlihat lucu! "

"Iya. Tenn terlihat manis hehe"

"Apa kau berani mengatakan seperti itu jika ia sudah bangun? "

"Uhm... "

"Mungkin dari jauh... "

"Baiklah! Aku akan menghubungi mereka" Momo mengeluarkan ponselnya dan membuat panggilan "Moshi-moshi.. Ah. Sougo.."

Mereka hanya memandang Momo yang sedang dalam panggilan, sesekali melirik Tenn atau sekedar bersenda gurau satu sama lain.

Beberapa menit setelah Momo mumutus panggilannya, mereka mendengar suara yang tidak asing dari luar ruangan.

"Matikan lampu! "

"Haruskah?? "

"Matikan saja! "

Mereka pun menggelapkan ruangan dan meyebarkan posisi mereka.

1

2

3

"Tenn-nii!!! Aku datang--! Waa gelap!" Riku kelabakan dan mencari saklar lampu "Ada apa ini?? Apakah ada maling?! Oh tidak, Tenn-nii--! Waaa! Aku menginjak sesuatu! " Riku berjingkrakan di tempat.

"Surpriseeee! " Teriak orang yang berada didalam dan di luar ruangan.

Setelah lampu menyala Riku melihat semua teman idolnya yang sudah berkumpul didalam kamar kakaknya.

Belum sempat mereka mengucapkan selamat lebih jauh, kamar mereka sudah dikunjungi oleh beberapa suster yang melakukan protes pada mereka.

Banri dan Rinto selaku orang dewasa membungkukan badan meminta maaf dan berjanji tidak akan seribut tadi.

"Wah.. Kalian... Jangan lupa ini rumah sakit... " Rinto menghela nafas dalam "Yah... Selamat ulang tahun Riku-kun.. " Rinto melirik dan tersenyum kearah Tenn "..dan Tenn-kun. Kalian sudah dewasa" Katanya mengelus pelan kepala Riku.

"Hehehehe. Terima kasiih Okazaki-san!" Riku tersenyum lebar padanya.
Pesta kecil-kecilan mereka pun dimulai.

Semuanya menyalami dan memberikan selamat pada si kembar.
Mereka akan memeluk Riku dan merangkulnya.

Untuk Tenn mereka sekedar berbicara ditelinganya atau mengelus kepalanya lembut, berusaha berbagi kebahagiaan padanya meski ia belum sadarkan diri.

"Pantas.. Kalian menahanku untuk bertemu Tenn-nii... " Riku memincingkan mata kearah member Idolish7 dan Tsumugi, sembari mengunyah kueh dengan gambar ultraman.

"Hihihi maafkan Riku-san.. " Tsumugi tertawa kecil.

"Kalau kami tidak tahan.. Maka Yuki-san dan Momo-san tidak dapat menyiapkan semua dekorasi ini" Jelas Mitsuki mengangkat botol jusnya.

"Aku tidak tahu menahanmu dapat sesulit itu, Riku-kun" Sougo menghela nafas lelah.

"Yashh! Tenaga Riku sungguh luar biasa, ia bisa terlepas dari genggamanku" Nagi menunjuknya sembari mengedipkan mata "Tapi aku tetap lebih tampan"

Yang lain bersweatdrop mendengar itu.

"Yah.. Siapa sangka ia akan meronta dan berguling di lantai.. Meminta untuk cepat bertemu Kujou" Yamato menatap Riku tak percaya "Oni-san syok"

"Hehh itu karena aku sudah tak bertemu Tenn-nii dua hari karena tampil di luar kota! "

"Rikkun. Bertingkahlah sesuai usiamu" Tamaki melirik Yamato "Jangan seperti Yama-san yang tidak sadar umur"

"Tama... " Yamato mengepalkan tangannya "..tunggu sampai kita di dorm.. "

"Glek! " Tamaki berlindung dibalik Nagi dan Iori "Hah... Jangan mencari masalah Yotsuba-san" Iori melirik Riku "Kau juga Nanase-san.. Aku harap kau sedikit lebih dewasa, kurangi cerobohmu, sadar akan suasana, jangan ikut orang asing, selalu tidur tepat waktu, minum air hangat rutin, jujur jika kau merasa lelah, tidak berkeluyuran sendirian, obatmu diminum tanpa orang memberitahu, dilarang mandi malam--"

"--HAI.HAI. IORI/IORIN/ICHI/IORI-KUN" Sahut member Idolish7 serempak memotong pidato Iori. Yang direspon dengan tawa kecil dari idol lain disekitar mereka.

"Hehehe. Tentu Iori" Lalu Riku berjalan mendekati Tenn dan menghadap yang lain. "Minna. Arigatou. Aku--kami berdua sangat senang memiliki nakama seperti kalian" Riku membungkukan bada kearah mereka "Tetaplah menjadi nakama kami dalam keadaan apapun"

Mereka tersenyum lebar "Tentu kalian berdua"

Riku menolehkan kepala ke kakaknya "Tenn-nii. Selamat ulang tahun" Lalu ia mengelus kepala kakanya dan menyatukan kening mereka.

Hangat.

Riku menyukai Tenn yang hangat.

Tapi...

Ternyata, kesenangan harus terhenti.

"Oya" Suara baru terdengar diantara mereka "Kalian menemui anakku juga"

Semua menolehkan kepala kearah sumber suara dan sedikit memincingkan mata kearahnya "Kujou Takamasa... "

Merasa dirinya menjadi pusat perhatian ia pun menghadap mereka "Apa? Kalian menanyakan kehadiranku? Ini ulang tahun anakku. Tentu aku datang" Jelasnya mendekatkan diri ke Tenn dan Riku yang masih memandanginya seperti ia melihat seorang buronan.

Riku baru akan membuka mulutnya ketika ia merasakan sesuatu yang meyentuh tangannya.

"Tamaki. Apa kau menyentuh tanganku? " Tanya Riku pada orang yang dekat dengannya sembari mengkerutkan keningnya.

Tamaki menggelengkan kepalanya.
Riku pun kembali menghadap Takamasa "Apa kau--! "

Riku kembali merasakan seseorang menyentuh tangannya dan itu membuatnya memotong perkataannya.

Penasaran.

Ia pun menatap tangannya.

Lalu.. Ia melihat... Jemari yang menyentuh tangannya.

Pergerakan kecil itu... Membuatnya terpaku.

"Riku-kun? " Panggil Ryuu.

"H-Hei.. Minna-san.. " Riku menelan air ludahnya sendiri "A-Apakah... Tenn-nii baru saja menggerakan jarinya..?"

Mendengar itu semua orang berusaha mendapatkan view yang bagus untuk melihat Tenn.

Sayangnya...

Yang dapat mendekat hanyalah Riku, Gaku, Ryuu, Yuki dan Takamasa.

Sisanya tidak dapat lebih dekat lagi karena akan berbahaya.

"Apa kau benar melihatnya, Nanase?! "

"Iya! Aku berani bersumpah aku melihat juga merasakannya! "

"Haruskah kita panggil dokter? "

"Uh.. " Rintihan pelan seseorang yang terdengar saat itu... Membuat satu ruangan panik..

"....."

"TENN-NII! /TENN!/TENTEN! /KUJOU-SAN!/KUJOU! "

***

Hm...? Apa ini...

Aku dapat kembali merasakan jemariku yang bergerak meski sedikit.
"Tamaki. Apa kau menyentuh tanganku? "

Aku dapat mendengar beberapa orang berbicara.

Lalu aku mencoba menggerakan tanganku lagi.

"H-Hei.. Minna-san..A-Apakah... Tenn-nii baru daja menggerakan jarinya..?"

Suara siapa itu?

Terdengar tidak asing.

Setelah itu aku mendengar begitu banyak suara yang berbeda.

Dimana sebenarnya aku?

"Apa kau benar melihatnya, Nanase?! "

"Iya! Aku berani bersumpah aku melihat juga merasakannya! "

"Haruskah kita panggil dokter? "

Dokter?? Siapa yang sakit?

Aku mencoba bertanya dengan membuka mulutku.

Tapi suara tidak keluar karena tenggorokanku terlalu kering

"Uh.. "

"....."

"TENN-NII! /TENN!/TENTEN! /KUJOU-SAN!/KUJOU! "

Aku membuka mataku perlahan, membiarkan cahaya yang sudah lama tidak kulihat menembus pupil mataku.

Menatap langi-langit putih.

Wajah seseorang muncul dihadapanku.

"Tenn??? Tenn! Kau sadar! " Seorang pria? Oh.. Aku ingat. Bukankah ia ayah angkatku?

Aku mencoba melihat sekelilingku dari ujung mataku.

Sebenarnya semua orang didalam ruangan tengah berteriak hal yang berbeda, tapi aku tidak dapat menangkapnya karena terlalu ramai, jadi aku hanya mengedarkan pandanganku, tanpa merespon ucapan mereka.

Apakah.. Ada pesta?

Semua terlihat berwarna.

Lalu seseorang berjas putih bersama dengan beberapa wanita datang menghampiriku.

"Apa kau bisa mendengarku? " Tanyanya. Aku menganggukan kepalaku pelan.

Sepertinya leherku belum dapat bergerak banyak, tapi pergerakan kecilku membuat orang disekelilingku melompat girang.

Pria berjas yang aku yakini sebagai dokter itu, membuka mataku dan meyinarinya dengan senter.

Setelah itu ia kembali menatapku.

"Apa kau tahu siapa? "

"Siapa.. Aku? " Aku mencoba memutar kembali ingatanku.

"Tenn" Jawabku padanya. "Tapi.. Aku tidak mengingat nama keluargaku...?"

Kenapa aku tidak mengingatnya?

Bukankah aku memiliki dua nama keluarga?

"Kau Kujou! Kujou Tenn! " Sahut pria disebelahku. Oh. Ya benar aku ingat. Aku anak angkat dari Kujou Takamasa

"Oi Tenn" Seseorang yang berada di sisi lainku meninggikan suaranya memanggilku. Aku menghela nafas dalam, kenapa aku tidak menyadarinya, si rambut abu-abu pucat ini "Sobaman" kataku membalas panggilannya dan sontak membuatnya terlihat... Kesal. Hehe.

"Kurang ajar kau..! Kata yang pertama kali keluar dari mulutmu untukku adalah itu... Kau...! Uhhh... " Gaku menundukan kepalanya. Apa ia menangis?

Wow. Aku membuat Sobaman menangis.

Gotcha.

"Tenn... " Aku juga tahu wajah ini "..Ryuu" gumamku menyebut namanya.

"Huwaaaaa! Tenn! " Ryuu memelukku dengan sangat erat, membuatku harus mendorongnya sebelum ingusnya menempel padaku.

Setelah itu satu per satu wajah yang aku kenal muncul dihadapanku.

Mereka sedikit bercerita tentang aku yang terbaring selama 2 minggu karena kecelakaan.

Aku mulai menyusun kembali kepingan memoriku yang sempat hilang.

Dan aku kurang lebih mengerti kondisiku sekarang.

"Tenn-nii.. " Seorang lelaki bersurai merah berjalan mendekatiku. Dimana ia berdiri tadi? Aku tidak melihatnya?
Tenn-nii? Maksudnya aku?

"Bagaimana perasaanmu? " Tanyanya.
Perasaan? Uhmm....

"Cukup baik" Jawabku singkat dan ia tersenyum lebar. Senyumnya sangat tulus, aku hampir ikut tersenyum bersamanya "Jadi... " Aku kembali membuka mulutku "Siapa.. Kau? "

"...."

Pertanyaanku membuat satu ruangan menjadi hening.

Aku mengkerutkan keningku.

Apakah ada yang salah?

"O-Oi Tenn?! Apa yang kau katakan! " Gaku berteriak kepadaku.

Huh?

Mereka memandangku tak percaya dan penuh rasa... Khawatir..?

Lelaki bersurai merah dihadapanku bahkan berubah pucat dan terpaku ditempatnya.

"Uhm? Aku bertanya, siapa dia...? " Kataku mengulangi perkataanku.

Dokter menghampiriku dan memberikanku beberapa pertanyaan, aku pun menjawab sebisaku dan apa adanya.

Lalu ia menghadap lelaki bersurai merah itu, sepertinya ia memberitahukan sesuatu karena setelah itu wajahnya terlihat lebih pucat lagi dari yang tadi.

Begitu juga dengan teman-temanku yang lain. Mereka terlihat.. Bersimpati dengan lelaki itu.

"Hah... Jadi seperti ini takdir membawa kita...." Gumamnya pelan namun aku dapat mendengarnya.

Ia lalu tersenyum kearahku dan menghampiriku lebih dekat.

Mengulurkan tangannya.

"Aku.. Nanase Riku. Kujou-san... Teman kerjamu... "

Aku sedikit melirik ayah angkatku dari ujung mataku. Apa ia baru saja tertawa?

Aku pun menggapai tangan yang terulur itu "Salam kenal. Nanase-san.. "

***

"Amnesia Disosiatif" Dokter menghadap beberapa idol didepannya "Amnesia jenis ini merupakan kondisi ketika pengidap tidak mampu untuk mengingat berbagai informasi pribadi yang bahkan dinilai sangat penting. Pengidap amnesia jenis ini bisa saja lupa siapa nama dan segala hal yang erat kaitannya dengan pribadinya" Jelasnya.

Mereka kini berada diluar kamar untuk mengetahui lebih pasti apa yang terjadi.

Beberapa orang seperti Kaoru, Momo, Tamaki dan Nagi menemani Tenn didalam ruangan.

"Biasanya, pengidap amnesia jenis ini pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan trauma pada kepalanya, atau bisa juga karena mengalami kondisi stres" Sambungnya memperhatikan sekelilingnya apa mereka masih mendengarkannya.

Setelah dirasa cukup...

Dokter lalu pamit untuk pergi menemui pasien lainnya yang telah menunggu kehadirannya.

Mereka pun membungkukan badan dan melirik Riku dengan sedih.

"Bagaimana hanya Riku-kun.. " Ryuu mengelus punggungnya dengan lembut.

Riku hanya menatap lantai sedari tadi.

"Ia bahkan tak mengingat nama keluarga aslinya.. "

"Nanase-san" Iori menepuk bahunya "Kujou-san kehilangan beberapa memori yang dianggap penting dan terikat erat dengannya" Ia menghadapkan tubuh Riku penuh padanya dengan menaruh tangan dikedua bahunya "Kau.. dan keluargamu adalah ingatan terpentingnya"

Riku mulai menggigit ujung bibirnya. Berusaha menahan tangisnya.

Tidak lagi.

Ia tidak ingin kalah dengan takdir.

"Haruskah kita memberitahu Tenn?" Gaku mengalihkan perhatian mereka.
Mereka terdiam beberapa saat mendengar pertanyaan itu.

"Tidak. Biarkan Tenn--Kujou-san tidak tahu apa-apa..." Riku tersenyum tapi... Apa ini? Bulir air ini... tidak mau berhenti.

"Riku-kun... "

Riku menghela nafas panjang dan dalam.

"Biarkan ia bebas. Jangan terikat padaku lagi.." Riku mencengkram ujung bajunya. "Kujou-san.. Sudah cukup menderita.. saatnya untuk mengakhiri itu.. Ia tidak perlu memikirkanku lagi...." Riku menghadap yang lain, tersenyum kecil dengan pipi basahnya untuk kesekian kalinya.

"Aku hanya perlu... Ia tahu bahwa aku ada. Tidak perlu pengakuan darinya, bahwa kami kembar..."

.
.
.

"It hurts. But it's ok. I'm used to it"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top