6.

"Kemana Tenn pergi, ini tidak seperti biasanya" Gaku melangkahkan kakinya tanpa henti, dengan irama yang sama "Ryuu. Tenn hanya ingin pergi ketempat Kujou-san kan? " lelaki berambut abu-abu pucat itu melirik pada lelaki lainnya yang duduk dengan gelisah di ruangan yang sama dengannya.

"Ya. Tidak biasanya Tenn pergi lama tanpa memberitahukan salah satu dari kita" Ryuu menatap layar ponselnya yang tidak memiliki notif apapun, sesekali memutar bola matanya kembali kearah pintu masuk apartemen mereka.

Ryuu tidak mengerti.

Perasaannya tidak enak.

Gaku pun merasakan hal yang sama.

"Gaku. Bisa kau duduk? " Tanya Ryuu kembali mengalihkan perhatiannya.

"Aku tidak bisa, Ryuu. Perasaanku sangat tidak enak" Gaku masih terus menerus melangkah ditempat yang sama, seperti jika ia berhenti rasa gelisahnya akan meningkat dan pikiran negatif kembali muncul pada kepalanya.

"Bukan begitu, Gaku. Bisakah kau temani aku? " Pertanyaan Ryuu membuat Gaku berdiam sesaat dan meliriknya, dilihatnya lelaki yang lebih tua setahun darinya itu memegangi dadanya "Jantungku. Sedari tadi.. Berpacu dengan sangat cepat. Cemasku bertambah.. Kumohon" Pintanya memohon pada Gaku.

Gaku yang sedikit terkejut akan permintaan member satunya grup itu, menatapnya beberapa saat sebelum ia duduk seperti yang Ryuu mau.

"Terima kasih, Gaku" Ryuu tersenyum kecil, walau kecemasan belum terhapus dari wajahnya. "Gaku" Panggilnya kembali saat ia melihat Gaku tetap menggerakan kakinya meski ia duduk. "Kujou-san.. Tidak melakukan sesuatu pada Tenn kan? "
Tubuh Gaku tersentak sedikit "Aku akan menghajarnya jika ia berani. Tenn sudah cukup menderita karenanya dan ia ingin menambahnya lagi? " Gaku melempar ponselnya dari saku celananya ke meja di depannya. Ponselnya menjadi penghalang dirinya untuk duduk nyaman di sofa.

Ryuu menganggukan kepala pelan "Kau benar. Kita akan melindungi Tenn" Ia lalu terlihat memikirkan hal lain. Gaku menghela nafas "Apa yang kau pikirkan, Ryuu. Katakanlah"

"Hum? " Ryuu mengangkat kepalanya yang tertunduk "Apa menurutmu, harusnya kita memberitahu Riku-kun apa yang terjadi? "

"Ryuu..." Gaku berdecak pelan "Tujuan Tenn menjauhkan Nanase adalah untuk melindunginya. Jika kita memberitahu Nanase, bukankah akan menyia-nyiakan usaha Tenn? " Gaku menjelaskan sembari menyandarkan kepalanya di sofa "Dan.. Kau pikir Nanase adalah orang yang akan berdiam diri jika tahu kakaknya diperlakukan seperti itu? "

Ryuu memijat ujung pelipisnya yang sedikit berdenyut " Kau benar" Ia lalu ikut menyandarkan kepalanya pada sofa "Aku merasa keadaan ini tidak adil untuk mereka"

Gaku menolehkan kepala kearahnya "Aku tahu. Kita bahkan dapat merasakan penderitaan mereka dan aku yakin, member Idolish7 dapat merasakannya juga. Ingat ketika mereka memohon pada kita untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi?" Ryuu menganggukan kepala.

"Aku hampir memberitahu mereka. Wajah mereka penuh akan rasa cemas sama seperti kita. Rasanya tidak enak. Dadamu terasa tertekan dan seakan ada sesuatu dalam perutmu yang membuatmu tidak nyaman" Gaku mengelus perutnya yang terasa seperti itu saat ini.

"Kita hanya dapat mendukung dan menguatkan mereka" Ryuu menepuk bahu Gaku pelan. "Kau benar. Meski mereka jauh. Aku yakin mereka dapat melewatinya"

"Ikatan mereka itu kuat. Aku tahu mereka terpilih karena mereka spesial" Ryuu tersenyum kecil.

"Ya. Kita akan mendorong Tenn dari belakangnya dan membantu Nanase juga dari jauh dengan mengawasinya" Gaku mengehela nafas dalam "Keduanya harus kita jaga"

Drrrt

Ponsel Gaku bergetar diatas meja "Oh" Ia mengambilnya dan membaca panggilan pada layarnya " Ane-san" Gumamnya dan mengangkat panggilan tersebut.

Ryuu hanya kembali merebahkan kepalanya tanpa mengalihkan pandangannya dari Gaku.

Untuk beberapa saat eskpresi yang Gaku tunjukan biasa saja... Tapi... Sesaat setelah itu... Ia menjatuhkan ponselnya.

Seperti tangannya tidak punya kekuatan untuk menggengamnya.

"Gaku? " Ryuu menegakan tubuhnya. "Apa yang terjadi? " Ryuu menaruh tangan di pundaknya.

Gaku berusaha mengeluarkan suara dari mulutnya, tapi ia terasa tercekik "R-Ryuu... Tenn... Seseorang yang kuat bukan? "

Ryuu menganggukan kepala yakin.

"K-Kalau begitu.. Kita akan pergi ke dorm Idolish7 dulu.. Untuk menjemput Nanase... " Katanya dengan suara yang bergetar sembari mencoba berdiri, tapi ia gagal dan terduduk kembali.

"Gaku? " Ryuu masih mencoba mencerna apa yang terjadi. "Ryuu.. " Gaku meliriknya dengan mata yang sudah berair "Tenn... " Ia bahkan tidak dapat mengatakannya! Ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya!

"Ada apa dengan Tenn, Gaku??? " Ryuu mulai tidak sabar.

Gaku menelan air liurnya sesaat dan menatap Ryuu dengan setetes bulir air yang mengalir di salah satu ujung matanya " Tenn.. Kecelakaan"

.
.
.
Are They Twins?
by
nshawol566
.
.
.

Hari ini sangat menyenangkan!

Aku sudah puas bermain dan berkumpul dengan semuanya.

"Minum lagi semuanya! " Teriak Yamato-san pada semuanya. Aku hanya menghela nafas dalam.

Setelah kita sudah lama bersenang-senang, sepertinya belum cukup bagi mereka.

Re:vale dan Zool pada akhirnya datang berkunjung ke dorm kami.

Bukan hal buruk sesungguhnya.

Aku hanya tersenyum melihat mereka saling berinteraksi satu sama lain.

Senior yang tadinya kami takutkan, kini menjadi pelindung dan penyelamat disaat kami ada masalah.

Grup rival yang membenci kami, menjadi salah satu teman yang berharga untuk kami.

Ikatan yang tidak pernah aku sadari terbentuk dari mereka.

Dan.. Ini semua karena kami memutuskan untuk bernyanyi.

Entah apa jadinya jika aku tidak memaksa langkahku untuk terus bernyanyi.

Iori pasti akan kecewa padaku. Aku tertawa kecil.

Aku memasukan tanganku kedalam saku celanaku, sore ini cukup dingin. Apa nanti malam akan bertambah dingin.

Aku sedikit mengeluarkan suara gigilan dari mulutku. Aku tidak tahu itu akan menarik perhatian beberapa orang.

"Nanase-san pakai jaketku" Iori membalutkan jaketnya pada pundakku.

"Riku-kun. Aku membuatkanmu teh" Sougo-san memberikan secangkir teh padaku, kulit ditanganku berubah hangat ketika menyentuhnya.

"Rikkun" Tamaki menaruh kepalanya pada pundakku dan melingkarkan lengan panjangnya pada leherku "Aku akan menghangatkanmu" katanya pada telingaku.

Aku tertawa kecil. Mereka benar-benar berusaha membuatku nyaman dengan hidupku tanpa harus khawatir tentang apapun "Arigatou, Minna" Balasku tersenyum kearah mereka sembari mengelus kepala Tamaki pelan yang masih bersandar pada bahuku. Merasakan halusnya helai rambut orang lain, juga hangatnya mereka.

"Tentu" Mereka tersenyum balik padaku. Sangat hangat.

Semua orang memiliki perhatian yang sama, tapi mereka mencoba memperhatikanku dengan cara mereka sendiri.

Seperti... Tenn-nii.

Aku menatap cangkir teh ditanganku.
Aku menggerakannya sedikit dan pusaran air kecil tercipta ditengahnya.

Apa yang Tenn-nii lakukan sekarang, aku sungguh ingin tahu.

"Rikkun" Panggil Tamaki menyadarkanku dari lamunanku sendiri "Apa kau tidak mau duduk? Aku pegal" Katanya sedikit merengek. Dasar. Anak kecil.

Aku sedikit terkekeh "Maaf, Tamaki. Ayo kita duduk" Aku mencoba melangkahkan kaki, tapi tanganku tanpa sengaja ikut terayun dan tersangkut pada lengan Tamaki yang masih membalutku.

Membuatku kehilangan genggaman pada cangkirku dan..

Traang!

Bagus. Semua orang menoleh kearahku.

"Riku!"

"Nanase-san! "

"Tenang semuanya. Aku hanya menjatuhkan cangkir" Kataku tidak ingin membuat keributan yang tidak penting, aku pun tetap berjongkok berniat membersihkan kekacauanku sendiri, meski Mitsuki, Iori dan Yuki-san melangkah kearahku untuk membantuku, bahkan Touma-san memeriksa serpihan yang terlempar jauh dari tempatku. Tamaki sedikit melangkah mundur agar aku bisa bergerak dan sudah melepaskan pelukannya sedari tadi.

Cih. Aku berdecak pelan.

Hanya seperti ini aku bisa membersihkannya.

Aku meraih beberapa serpihan kaca--

"Ouch! " Ringgisku memegangi satu jari telunjukku.

"Riku! " Nagi yang saat itu paling dekat denganku menjangkau tanganku dan menutupnya dengan tisu diatas meja. "Jangan memegang apapun lagi! " perintahnya.

Oh ayolah. Aku bukan anak kecil!

Iori bahkan sudah melirikku dengan tatapan super menyebalkan miliknya yaitu tatapan 'Sudah aku duga akan begini'

Aku menghela nafas dalam.

"Riku. Akan kubantu" Kini Mitsuki yang menarik tanganku menuju sink pantry "Kau itu, kalau suruh tunggu sebentar, tunggulah. Itu bukan pekerjaan yang sulit" Oceh Mitsuki padaku.

Aku hanya memajukan mulutku sedikit.

"Mana jawabanmu Riku? " Tanyanya kembali.

"Haiii" Jawabku dengan nada terpaksa.

Kalau dirasa.. Jariku cukup perih.

Apa aku tertusuk cukup dalam?

Aku hanya mengangkat bahu tanpa tidak begitu memperdulikannya.

"Riku" Panggil Yamato-san "Tempel ini" Katanya memberikan aku sebuah perekat untuk lukaku. "Jangan lakukan apapun yang membuatmu lelah. Hari ini kau sudah cukup mengeluarkan banyak tenaga" Katanya mengacak rambutku pelan. Aku tersenyum kearahnya dengan anggukan.

Aku tidak pernah meberitahu mereka tapi... Mengacak rambutku lembut atau sekedar membelainya adalah saat yang paling kusuka.

Aku merasakan rasa cinta disana yang mereka tuangkan dalam setiap belaian tangan mereka.

Aku menahan senyumku dan berjalan menuju sofa. Dimana member Revale dan Zool berkumpul disana.

"Bagaimana lukamu Riku? " Tanya Touma-san begitu melihatku melangkahkan kaki kearahnya.

"Sudah tidak apa" Balasku mengangkat jari yang berbalut perekat. Ia tersenyum kecil dan mendorong Haruka yang disampingnya "Biarkan Riku duduk disini"

Aku langsung menahannya "Ah! Tidak apa! Aku duduk dibawah saja" Kataku menahan Haruka agar tidak beranjak pergi.

Aku pun duduk bersama yang lainnya.

Berada di tengah-tengah Momo-san dan Natsume-san.

"Sekali-kali bukannya bagus jika kita membuat proyek bersama? " Sahut Mido-san diseberangku.

"Ya. Jika kalian mau, aku bisa mengajukan proposal" Yuki-san menjawab pertanyaannya dan kembali duduk di tempatnya semula setelah membantu merapikan kekacauanku....

Gah. Apa aku meninggalkan masalahku pada orang lain lagi.

"Sasuga Yuki! Itu akan menyenangkan!" Momo-san merangkul pundakku "Benar kan, Riku?? " Tanyanya padaku dan aku hanya menganggukan kepala setuju.

"Tapi.. Kita harus lebih sering mengawasimu" Momo-san mengalihkan perhatiannya padaku "Heh? " Aku mengerjapkan mataku beberapa kali.

"Kau kan troublemaker Riku" Katanya tertawa kecil diikuti tawa kecil lainnya dari orang-orang disekitar kami.

"Mouuu! Jangan menggodaku!" Protesku kearah mereka semua. Menggembungkan pipiku dan membuang wajahku seakan aku benar-benar marah.

"Aku tahu kau tidak bisa marah Riku" Mitsuki mentowel pipiku.

Huft. Aku juga bisa kesal!

"Awhh! Oni-san jadi ingin lebih menggodamu! Sini oni-san kecup hangat!" Yamato-san menarik tanganku cukup keras membuat tubuhku tertarik kearahnya.

"TIDAK SECEPAT ITU!! " Teriak Touma-san, Mitsuki, Yuki-san dan Sougo-san.

Lalu mereka menepuk kening Yamato-san bersamaan, meninggalkan empat cap tangan yang berbeda warna dan bentuk.

Kami pun tertawa melihat raut wajahnya saat menahan sakit.

Benar-benar hari yang tidak pernah terduga akan terjadi.

Setelah itu kami mendengar seseorang memencet bel dorm kami beberapa kali tanpa henti.

Apa ia sangat tergesa-gesa?

Sougo-san menawarkan diri untuk membuka pintu dan mengecek siapa orang yang tergesa-gesa itu.

Beberapa saat ia pergi, kami mendengar seseorang melangkahkan kaki dengan cepat menuju area berkumpul kami.

Dan membanting pintu dengan keras.

" Yaotome-san" Gumamku.

Ia berjalan dengan cepat kearahku dan memegang pundakku kuat.

Aku sedikit terkejut melihat penampilannya. Tangannya terasa dingin. Wajahnya pucat dan matanya pun sembab. Bibirnya bahkan sedikit terlihat biru.

Apa diluar sangat dingin?

Apa ia berlari kesini?

Lalu aku mendongakan kepala kebelakangnya. Tsunashi-san masuk kedalam ruangan dengan wajah yang sama.

Apa yang sebenarnya terjadi.

"Nanase" Panggilnya dan menatap tepat kearahku "Dengarkan aku baik-baik" Katanya dengan nada penuh rasa cemas.

Seketika suhu diruangan turun.

Aku mulai merasa dingin.

Apa karena Yaotome-san menggenggamku?

"Gaku" Tsunashi-san memanggilnya "Dengan pelan. Beritahu Riku-kun dengan pelan"

Aku mengkerutkan keningku.

Begitu juga orang disekitarku.

Yaotome-san menghela nafas dalam.

Aku tidak suka perasaan ini!

Apa yang sebenarnya terjadi?!

Aku mulai tidak sabar!

"Nanase" Yaotome-san kembali membuka mulutnya "Tenn... "

Tenn-nii? Ada apa dengannya?

Apa ia sakit?

"...kecelakaan"

Huh?

Aku melirik ke sekitarku. Ada apa dengan ekspresi mereka? Kenapa semuanya terkejut? Siapa yang kecelakaan?

"Siapa yang kau maksud, Yaotome-san?"

Yaotome-san kembali menatapku "Tenn, Nanase" Lalu melepaskan genggamannya padaku dan membiarkan tangannya terkulai berantung di samping tubuhnya "Tenn. Kakakmu kecelakaan sore ini"

Aku masih menatapnya.

Kecelakaan?

Tenn-nii?

Dua kata itu bahkan tidak dapat masuk kedalam otakku.

Aku hanya memasukannya kedalam telinga kiri dan keluar telinga kanan.

Seseorang menepuk pundakku "Nanase-san... " Aku menolehkan kepala kearahnya, ada apa dengan tampangmu itu Iori??

Kenapa semua orang menatapku??

"Huh? " Aku masih saja mengeluarkan gumaman yang tidak jelas.

"Riku-kun. Dengarkan aku. Sekarang kami akan ke rumah sakit" Tsunashi-san melangkah maju kedepanku "Kau ikut saja dulu dengan mobil kami"

Hah................

Otakku masih tidak dapat mencerna!

Yaotome-san mungkin menyadari ekspresiku yang tidak mengerti dengan keadaan yang terjadi.

"Nanase Riku!" Teriaknya membuat aku tersentak "Tenn sekarang dalam keadaan gawat dirumah sakit! Ikut bersama kami, sekarang! " Perintahnya tegas.

Tenn-nii.. Benar-benar...

Aku masih mematung ditempat tak bergerak.

Berita ini.. Info ini.. Percakapan ini...

Masih terasa asing bagiku...

"Ryuu! Angkat dia! "

Aku masih saja berdiam meski Tsunashi-san mengangkatku dibahunya dan berlari keluar dorm meninggalkan temanku-temanku yang lain.

Sampai ia mendudukanku.

Aku masih terdiam.

"Tsunashi-san. Bisakah aku ikut denganmu? Yang lain masih menunggu mobil mereka"

"Tentu, Iori-kun. Masuklah"

Aku merasakan seseorang duduk disampingku dan menaruh tangannya diatas punggung tanganku yang lama kelamaan berganti dingin.

"Nanase-san" Apakah itu suara Iori? Ada apa dengan pendengaranku?
Aku tidak fokus dengan sekitarku
"Tarik nafasmu. Jangan panik. Aku disini"

Kenapa aku panik??? Iori! Jelaskan padaku!

Ada apa ini... bibirku keluh?!

Aku hanya dapat diam selama perjalanan.

Ketika mobil berhenti didepan sebuah gedung dengan dominan putih, aku tetap diam.

Melangkahkan kaki keluar mobil dengan perlahan.

Suara sirine dapat aku dengar.

Ini aroma yang aku kenal.

Lingkungan yang aku benci.

Suasana yang aku tidak ingin dapatkan lagi.

"Aku akan bertanya pada perawat di resepsionis! " Tsunashi-san berlari menemui perawat dan balik dengan seseorang menuntun kami kesebuah lorong.

Aku hanya mengikuti mereka tanpa tahu apa yang benar-benar terjadi.

Lalu kami berhenti didepan sebuah ruagan yang hanya tim medis dapat masuk kedalamnya.

Perawat juga dokter silih berganti masuk keruang tersebut. Siapa yang didalam?

Lalu aku menolehkan kepalaku kearah suara yang sepertinya aku tahu. Ada manager Trigger disana berdiri..... ditengah isakan tangisnya.

Aku mendengar suara mesin yang berbunyi "Piiip. Piiip" Aku tak tahu apa itu.

Yang pasti aku merasa... Diriku hampa?

Sesuatu serasa hilang dariku.

Aku tidak tahu apa itu.

"Nanase-san. Duduklah" Iori menarik tanganku pelan. Berusaha membawaku bersamanya untuk duduk.

Tapi.. Kakiku terpaku.

Aku melihat Yaotome-san yang berjalan kesana-kemari, terlihat gelisah dan panik. Ia terus mengigit ujung jempolnya. Kenapa ia terlihat ingin menangis?

Tsunashi-san terus menundukan kepalanya, dan mengepalkan tangannya kuat hingga membuatnya berubah putih.

Iori... Bahkan terlihat cemas.
Aku masih tidak dapat berpikir dan menerima keadaan ini.

Bukankah kita baru saja bersenang-senang?

Bermain?

Tertawa?

Lalu apa ini?

Perasaan menyesakan apa ini?

Hanya Kenapa, kenapa dan kenapa pertanyaan yang ada dikepalaku?

Itu berulang-ulang seiring keadaan sekarang, seseorang tidak menjelaskan padaku--dengan benar.

Sudah cukup lama kami berada didepan ruangan yang selalu tertutup rapat itu.

Hingga seseorang berpakaian jas putih keluar dan Yaotome-san menghampirinya.

Lalu mereka melirik kearahku.

Huh?

Pria berjas itu berjalan kearahku.

"Kami sudah mencoba yang terbaik.. tetapi.. Nafasnya benar-benar sudah berhenti.. "

Aku melirik Iori yang menatapku khawatir, manager Trigger yang semakin menangis kencang, Tsunashi-san yang memukul dinding disampingnya dengan kuat, bahunya bergetar hebat dan Yaotome-san yang jatuh tersungkur, apa ia menangis?

Si-Siapa...?

Aku mulai ketakutan... Ada apa ini!
Pria dihadapanku menaruh tangannya dipundakku "Apa kau adik dari Kujou Tenn?"

Kujou...

..Tenn...

"Maafkan. Kakakmu... Sudah tidak ada.. Disini... "

Ah. Sekarang aku mengerti.

Kerutan diwajahku mulai berubah.

Mataku mulai bergetar.

Tanganku sedingin es.

Yang dari tadi orang ingin katakan padaku adalah... Orang yang sedang sekarat didalam.. adalah kakakku, Kujou Tenn.

Dadaku mulai terasa sakit.

Tubuhku bergetar hebat.

Jantungku seakan bisa saja berhenti karena terlalu cepat berdetak.

"A... " Suaraku tidak keluar "Aku mohon! Selamatkan dia! Dia kakakku.... " Teriakku masih dengan pikiranku yang melayang. Setengah memahami situasi ini. Setengah lagi tidak ingin menerima kenyataan.

Pria dihadapanku menatapku dengan tatapan 'tidak mungkin'

Hei... Bukankah... Profesimu menyembuhkam orang...?

"Aku tidak bisa hidup tanpanya... " Bibirku perlahan dapat mengucapkan sepatah dua kata.

"Kumohon... " Kataku lirih. Lalu aku menarik jasnya, membuat pria itu tertarik kearahku.

Aku menatapnya dengan bulir air yang satu per satu mulai berjatuhan dari ujung mataku.

"Aku belum jadi adik yang terbaik.. Aku belum mengucapkan maaf.." kataku padanya dengan suara yang bergetar "Aku belum ucapkan terima kasih... Padanya.. Tolonglah.... "
Aku merasakan panas tangan seseorang pada pundakku. "Nanase-san.. "

Adrenalinku mulai terpanggil.

Aku menepas tangannya.

"Minggir!! Aku ingin bertemu dengannya!" Aku sudah mulai berteriak dan mendorong pria berjas putih dihadapanku dengan keras.

Kini aku berdiri diambang pintu dan beberapa orang menahanku. Aku tahu Iori berada diantara mereka.

Ah... Aku akhirnya melihatnya..

Berselimut putih dengan berbagai macam alat yang seorang perawat sedang melepaskannya darinya.

Setelah beberapa hari. Aku akhirnya bertemu denganmu..

Melihatmu untuk pertama kalinya..

Dan kau terbaring?

Kau selalu melindungiku..

Menjagaku..

Berjuang untukku..

"Kau!" Aku menunjuk seseorang yang terbaring mengacuhkan kehadiranku itu. " Kau pikir aku akan senang karena kau melindungiku?! Kau sudah berjuang untukku?!" Teriakku sambil terus mendorong orang-orang yang menghalangi jalanku "Tidak akan kuakaui semua usaha mu jika kau pergi!"

Aku mencondongkan tubuh kedepan berusaha untuk melepaskan diri dari genggaman mereka "Orang yang selalu berkata untuk menghargai hidupku! Jadi kenapa kau tidak menghargai hidupmu sama sekali?!"

"Nanase-san! Cukup! "

"Tahan dia! "

Aku merasakan tarikan orang-orang disekitarku semakin kuat.

Bulir air yang terjatuh dari kedua pipiku semakin deras, dadaku sesak. Seakan aku bisa saja tumbang kapanpun.

"Aku.... " Aku menelan air liurku sendiri "Aku merindukanmu setiap hari!" Teriakku kembali hingga urat pada leherku terlihat "Aku sering menanyakan padamu! Tidak bisa kah kau selalu berada disampingku?! " Aku mendengar suara langkah kaki yang banyak berlalri kearahku.

"Apakah itu sangat berat?! " Tapi aku tidak memperdulikan kehadiran mereka.

"Riku-kun! Cukup! Tenanglah! "

Tenang?!

Aku menundukan kepalaku, menahan tangisku.

Menarik nafas panjang.

Jika kesadaranku hilang sekarang, aku benar-benar tidak akan bertemu denganmu lagi.

"Apakah ini yang kau maksud dengan menyayangiku?! " Aku bahkan tak peduli jika aku baru saja menyikut wajah seseorang dibelakangku "Bagaimana kau mengakhiri ini, ketika kau sudah mengatakan semua itu padaku?! "

"Rikkun! "

"Riku-san! "

"Kenapa ia bisa tiba-tiba sekuat ini?! "

"Kau berpura-pura tidak ingin bertemu denganku! Tidak ingin memanggilku lagi! Tidak ingin menganggapku saudaramu...!"

"Apa kita harus membiusnya agar ia tenang?! "

Aku terus berusaha untuk masuk "Kau mempermainkan perasaanku! " Aku menarik tubuhku sekuat yang aku bisa "Kau jahat! " dan.. Aku berhasil terlepas, orang-orang yang menahanku terjatuh didepan pintu.

"BUKA MATAMU SEKARANG! "

Aku menggapaimu!

Akhirnya!

Aku menggenggam tangannya yang begitu dingin, kulitnya pucat.

Wajah yang sangat aku kenali itu terbujur kaku. Tidak ada ekspresi apapun pada wajahnya saat ini.
"Aku tidak akan memohon! Aku memerintahkanmu! " Aku terus berteriak didepan wajahnya.

"Rasakanlah! Adikmu sangat hangat bukan?! " Aku mengelus-ngelus tangannya yang dingin. Ini bahkan lebih dingin dariku.

"Kujou--! NANASE TENN! Bagaimana bisa kau meninggalkan adik sepertiku?! Bukankah aku akan membuatmu tambah khawatir?? Dimana janjimu?! Apa kau ingin menjadi pembohong?! " Aku menggenggam tangannya dengan sangat erat! Tangan yang aku rindukan!

Dadaku terasa sangat sakit!

Apakah ini batas sanggupku?!

Aku menatapnya beberapa saat.

"Pergilah... dan aku benar-benar akan membencimu... "

"Uhh! " Sakit yang tidak tertahan membuatku kehilangan fokus dan kesadaranku berangsur hilang.

Penglihatanku berubah gelap.

Yang aku yakini adalah..

Aku tidak pernah melepas genggaman tangannya.

***

Uhh.. Aku memegangi kepalaku yang terasa sakit. Dadaku terasa tertekan tapi tidak separah tadi.

Aku melirikan kepalaku dimana aku merasakan kehadiran seseorang. "Uhmm" Aku mengeluarkan suara agar ia menyadari bahwa aku sudah bangun.

"Nanase-san.... " Ah. Iori ya.

Aku berusaha untuk duduk, Iori membantuku. "Apa yang terjadi..?" Tanyaku padanya.

Ia menatapku lalu mengalihkan pandangannya "Kau hilang kesadaran"

"Dimana aku hilang kesadaran? "
Aku seperti melupakan sesuatu yang penting.

"..."

"Iori? "

Ia menghela nafas dalam "Berjanjilah kau tidak akan hilang kendali seperti sebelumnya Nanase-san" Hilang kendali?

"Kau hilang kesadaran di ruang Kujou-san... Terakhir berada.. "

Huh?

"Kujou-san sudah tidak ada Nanase-san. Kau harus menerima kenyataannya" Iori mengelus punggungku pelan. Mencoba menenangkanku.

Ah... Jadi... Orang itu benar-benar sudah tidak ada...

Aku menatap kosong kedepan...

Pikiranku... Tidak ada?

Aku tidak memikirkan apapaun?

Apa yang aku rasakan?

Apa aku mati rasa...?

"Orang tuamu.. Maksudku keluarga Nanase sudah datang.. Mereka akan memindahkan Kujou-san kerumah duka"

Kerumah duka....

Aku bangkit dan melangkahkan kaki keluar ruangan, sepertinya aku masih berada dirumah sakit.

Iori membantuku untuk berjalan.

Didepan aku melihat memberku yang manatapku dengan tatapan simpati.
"Riku-kun... " Sougo-san memelukku erat "Kau masih memiliki kami. Aku mohon jangan menganggap dirimu sendiri" Katanya lirih mengelus belakang kepalaku.

Sougo-san... Aku bahkan tidak dapat merasakan apapun.

Apa aku sudah tidak normal?

Kenapa aku tidak lagi menangis?

Kemana air mataku....?

"Nanase. Keluargamu ingin segera kerumah duka, jadi mereka sudah membawa Tenn" Yaotome-san mengulurkan tangannya padaku dan menarikku dalam dekapannya "Biarkan aku memelukmu sebentar.. Aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk dapat melakukan ini pada saudaramu.." Yaotome-san sedikit terisak setelah mengatakan itu padaku.

Aku hanya membiarkannya tanpa melakukan apapun, sesekali menepuk pelan punggungnya.

Tsunashi-san melakukan hal yang sama.

Tapi tangisannya lebih kencang dari Yaotome-san.

Setelah itu aku naik ke mobil bersama memberku yang lain.

Disepanjang jalan tidak ada yang bersuara sedikit pun.

Tentu saja.

Seseorang baru saja menutup usia.

Aku menolehkan kepalaku, sepertinya kita telah sampai.

Aku melihat keluargaku dari kejauhan. Semua berdatangan. Ini pertama kalinya aku melihat keluarga Nanase berkumpul seperti ini.

Aku sedikit tertawa kecil.

Ironis sekali.

Reuni pertama kali setelah bertahun-tahun kami adalah di sebuah rumah duka.

Aku melihat kedua orang tuaku yang sudah mengganti baju mereka dengan hitam formal, membungkuk pada tamu yang datang.

Apa yang kalian rasakan?

Melihat anak yang menghilang bertahun-tahun dari kalian, datang tinggal raganya saja?

Lalu salah satu keluargaku memberikanku sepasang baju yang sama dengan yang lainnya.

Aku mengenakannya tanpa mengganti pakaianku yang sebelumnya.

Kenapa waktu terasa sangat cepat?

Apa semua sangat menginginkanmu pergi?

Kami melangsungkan proses dengan lancar.

Terlalu lancar.

Kedua orang tuaku menanyakan apa aku ingin tinggal bersama mereka dahulu.

Dan aku menolaknya.

Untuk apa aku kembali kerumah itu?
Yang tersisa adalah kenangan masa kecil bersama orang yang sudah tiada.
Aku pun pulang bersama yang lain.

***

Jadi ini kehidupan yang aku jalani...

Jika aku tidak menjadi anak kembar.

Setelah beberapa hari, kami kembali melakukan aktivitas seperti biasa.

Berita mengenai meninggalnya center Trigger tentu mengangetkan semua orang terlebih penggemar.

Mereka telah memutuskan.

Trigger akan tetap ada.

Dan tetap terhitung tiga member sampai kapanpun.

Hari demi hari aku lalui seperti saat Tenn-nii melakukan panggilan terakhirnya untukku.

Dan... Hingga saat ini, setelah aku menangis dirumah sakit, aku tidak pernah menangis lagi.

Bukan hanya tangisku yang hilang.
Ekspresiku yang lain... Pun menghilang.

Semua orang memanggilku center mannequin.

Tidak dapat tersenyum, tertawa, menangis, marah, kecewa...

Aku benar-benar tidak merasakan apapun.

Terlebih lagi, Kujou Takamasa menyalahkaku atas kepergian anak angkatnya.

Karena ia terlalu dekat denganku, ia jadi seperti ini.

Aku telah menghancurkan dua impian. Impiannya dan impian Kujou Tenn.

Kini aku sedang memutar kembali video penampilan Trigger dikamarku. Berulang kali. Formasi lengkap.

Aku hanya baru 3 hari dikamar, tanpa keluar. Oh. Ke toilet jika aku butuhkan.

"Apa ia masih belum mau makan? "

"Ini sudah 3 hari ia seperti ini"

"Apa kita harus mendobraknya? "

"Kita tunggu sebentar lagi... "

Jadi kalian akan tetap menungguku?

Aku menghela nafasku. Apa gunanya aku menunggumu selama sebulan lebih, tidak bertemu jika pada akhirnya kau tetap meninggalkanku bahkan selama-lamanya?

Takdir ini lucu.

Kau lucu.

Membuat janji dan menghilang.

Sepertinya sudah tidak ada lagi orang didepan pintu.

Aku bangkit dari tempat dudukku, mengambil jaketku dan mengendap-ngendap keluar. Aku melirik jam tanganku, jam 8 malam. Sama seperti waktu itu.

Aku mengenakan sepatu dan melangkah keluar dorm, memeluk tubuhku erat karena terkena terpaan dinginnya angin malam yang menusuk.

Aku menuju ke suatu tempat dimana kau membuat janji penuh kebohongan padaku.

Selama aku melangkahkan kaki kesana, aku mengalihkan pandanganku kelangit malam. Gelap. Tak berbintang.

Sama seperti waktu itu.

"Tenn-nii... Kau benar-benar akan ada disampingkukan? "

Kilasan balik tentang percakapan kami masuk kembali dalam ingatanku.

"Rasa takut itu terkadang tercipta dari rasa sayang yang berlebih, Tenn-nii"

Apa aku sangat menyayangimu?

"Jika kau tiba-tiba saja menghilang... Aku tak bisa menjalani hidupku... "

Seperti sekarang.

"Riku"

Ah. Suara yang lama tidak kudengar.

"Aku tidak akan kemana-mana. Aku janji"

Aku tertawa kecil. Lalu sekarang kau berada dimana?

Haruskah aku melambaikan tangan ke langit?

Agar kau dapat tahu aku ada dimana?
"Bagaimana aku meninggalkan adik sepertimu. Itu akan membuat kekhawatiranku bertambah. Aku kakakmu. Aku akan berusaha mengawasi setiap langkahmu"

Apa aku sudah menambah kekhawatiranmu sekarang?

"Dengar Riku. Kita berdua akan tetap melangkah meski harus melalui banyak rintangan"

Ini bukan rintangan namanya.

Ini penyiksaan.

"Bersama? "

"Iya, Riku"

Aku merapatkan bibirku.

"Apa aku terlihat seperti rusa kutub? Apa Tenn-nii mau aku pertemukan dengan santa-san? "

"Hum? Kenapa dengan santa-san? "

"Agar semua harapanmu dapat terwujud"

Apakah aku mengatakan itu?

Mengapa aku terdengar sangat percaya diri.

"Tidak usah, Riku. Harapanku sudah terkabul sejak aku terlahir bersamamu"

Apa harapanmu benar terkabul?

Aku menghentikan langkahku. Apa aku benar membuatmu bahagia selama ini?

Apakah menurutmu aku pantas menjadi adik dari orang yang sehebat dirimu?

Kau kakakku yang terbaik...
Akankah aku akan jadi adikmu yang terbaik juga? Seperti apa yang sering kita katakan?

Terlalu banyak pertanyaan dalam benakku yang belum terjawab dan semua itu akan tetap seperti itu...

Karena kau sudah tak ada disini.

Aku menghela nafas panjang. Membiarkan nafas yang keluar dari mulutku berubah menjadi asap putih.
Untuk sekali lagi aku mendongakan kepalaku. Memandang langit malam. Kenapa ia selalu tiba-tiba muncul?

Si satu bintang di langit.

Sekarang, aku tahu kenapa kau menginginkan aku untuk menjadi kuat.

Karena kau tahu, aku membutuhkan keluatan yang cukup untuk melepaskan kepergianmu suatu saat nanti.

Dan... Saat nanti itu--sekarang.

.
.
.

Aku melangkahkan kakiku masuk kedalam tempat yang paling aku benci, aroma yang khas sudah menusuk hidungku.

Cukup sepi malam ini.

Aku pun melangkahkan kaki menuju tempatmu terakhir.

Beruntung. Sepertinya para penjaga tidak menyadari kehadiranku.

Melewati lorong gelap, dimana aku belum menyadari bahwa aku akan kehilanganmu selamanya.

Menuju ruang... Tempat kau menghembuskan nafas terakhir.

Aku mencoba membuka pintu, tapi tentu saja terkunci.

Dibalik pintu itu, aku merasakan dirimu.

Yang terbaring kaku dan dingin disana.

Jika aku datang lebih awal, apakah aku dapat merubah takdirmu?

"Benar-benar... Harusnya aku yang pergi duluan. Yang memiliki penyakit itu aku" Aku menempelkan keningku pada pintu seakan ada seseorang yang dapat mendengarku dari dalam.

"Aku sudah pernah katakan. Jika kau menghilang... Aku tidak akan bisa menjalani hidupku... Jadi... " Aku bangkit dari tempatku menyandarkan kepalaku.

Berjalan... Berjalan.... dan berjalan..

Menaiki tangga... Seakan aku tahu kemana arah tujuanku..

Ponselku bergetar.

Tapi aku tak menghiraukannya.

Apa kau merasa selelah ini, Tenn-nii?

Saat kau meninggalkan dunia...

Aku terus menaiki tangga hingga aku berada di puncak gedung.

Aku akan melakukan sesuatu yang menarik Tenn-nii, dimana hanya orang dalam film yang dapat melakukan ini.

Ponselku kembali bergetar.

Aku merogohnya dan membaca nama yang tertera pada layar "Iori"

Aku melempar ponselku ke sisi lain.

Terpaan angin kembali menabrak tubuhku. Ternyata pemandangan dari atas gedung seperti ini.

Aku kembali melangkah, hingga dinding menghalangi jalanku untuk terjun bebas.

Aku pun menaikinya dan duduk diatas sana.. Cukup lama.

Memandangi lampu mobil yang terlihat berkilauan dari atas gedung.

"Nanase-san! "

"Riku-kun! "

"Riku! "

"Rikkun! "

"Riku-san! "

Hah... Kenapa kalian selalu datang disaat seperti ini.

Bagaimana kalian menemukanku?

Apa kalian memasang GPS padaku?

Mungkin... Hehe.

Aku tidak ingin kalian melihatnya.

Tenn-nii. Aku tahu kenapa aku tidak menangis.

Ini hanya terlalu sakit untuk jadi kenyataan. Aku tidak akan pernah bisa menerima ini.

Aku membalikan badanku pada mereka sesekali berayun masih dengan berpegangan pada pembatas.

"Nanase-san... Kumohon.. Berjalanlah perlahan kearah kami.." Bujuk Iori padaku. Perlahan ia berjalan lebih dekat.

"Aku.. Tidak bisa hidup tanpanya.... " gumamku pelan. Entah mereka dapat mendengarnya atau tidak. " Aku melirik kebawah.

Tenn-nii.. Bagaimana rasanya mati itu?

Aku mengangkat bahu.

Aku juga akan merasakannya.

"Riku-san! Jangan seperti ini! Kami masih membutuhkanmu! "

Jangan menangis manager. Aku bukan orang yang perlu ditangisi.

"Kalian! Terima kasih untuk segalanya!" Aku berteriak kearah mereka. "Nanase Riku! Center idolish7! Pamit! Sayonara! " Kataku dan melepas genggamanku pada pembatas.

Tubuhku mulai terbawa gravitasi kebelakang, aku melihat dari ujung mataku.. Member yang berlari kearahku.. Mencoba menggapai tanganku...

"Tenn-nii... " Untuk pertama kalinya, air mataku kembali mengalir. Bulir air mata itu tertahan oleh angin dan teringgal oleh tubuhku yang semakin jatuh. "...jika aku terlahir kembali.. Aku harap kau tetap menjadi kakakku.."

Aku merasakan tubuhku sudah semakin dekat dengan aspal keras, yang mungkin akan langsung membuatku tak sadarkan diri.

Aku harap.

Aku menarik nafas panjang.

Sebelum penglihatanku benar-benar hilang.

Dan semua.. Gelap.

.
.
.

"At least if i die... I die with the person i love the most"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top