4.
Yo. Kembali :)
Jadi sist.
Aku update lagi karena.. Beberapa hari aku ada urusan jadi ga bisa update.
Sedikit memanjakan kalian *wink
Semoga terhibur yaaaa.
.
.
.
"Hei! Kalian!" Touma melambaikan tangan kearah member Idolish7 yang baru saja datang ke acara salah satu stasiun tv paling populer itu. Semua yang datang adalah mereka yang terkenal di dunia hiburan dan musik.
"Touma-san! Tempat duduk kami bersebelahan dengan kalian? " Riku berhigh-five-ria dengannya sesaat berada didepannya. "Iyaa! Kami duduk dengan Re:vale!"
Lalu Riku dan Touma berbincang selayaknya dunia milik mereka sendiri. Sesekali Iori melirik mereka, mengawasi layaknya ibu menjaga anaknya.
"Areee... Touma merebut Riku" Momo memanyunkan bibirnya sesaat dan menyapa member Idolish7 didepannya dengan senyumnya "Minna! Kalian terlambat! Kami dan Zool bahkan sudah sempat berkeliling dan menyapa tamu lainnya"
"Apa yang membuat kalian terlambat? "Tanya Yuki yang duduk disalah satu kursi.
"Kami tidak akan terlambat jika dua member tertua dan termuda kami ini tidak merengek untuk membawa beer dan puding ke acara ini" Oceh Mitsuki melirik Yamato dan Tamaki.
"Benar-benar merepotkan. Menarik kalian masuk kedalam mobil itu butuh waktu hingga 15 menit! " Iori menunjuk mereka Berdua.
"Hehhh! Tapikan acaranya sangat lama! Aku harus ngemil! " Protes Tamaki.
"Ya benar! Aku tidak bisa minum air mineral saja" Tambah Yamato mengangkat tangannya.
"Kenapa kau sama sekali tidak bisa hidup tanpa beer.. " Torao menggelengkan kepalanya.
"Beer itu makanan pokok untukku"
"Dan... Itu bahkan bukan makanan... " Haruka bersweatdrop.
"Member kalian memang sangat unik,mendekati aneh.. Jika aku boleh jujur" Sahut Minami.
"Ouh. Thank you! Natsumeshi! " Nagi membungkukan badan kearahnya.
"Itu bukan pujian! " Haruka dan Minami teriak secara bersamaan.
Sougo tertawa kecil dan melirik member Re:vale "Apa grup idol hanya kita bertiga sisanya penyanyi solo, band, aktor , artis dan mc?"
"Oh. Tentu tidak Sougo-kun" Yuki menunjuk ke pintu masuk studio "Mereka bertiga juga ada tentunya"
Mereka semua mengalihkan pandangan kearah pintu "Trigger" gumam mereka.
Trigger berjalan mendekati mereka dengan aura idol papan atas terpancar dari ketiganya. Staff, tamu atau penonton yang melihat mereka baru masuk dari pintu pun sudah menyoraki dan beberapa saling berbisik sambil tersenyum "Sepertinya.. Hanya acara ini yang bisa membuat kita duduk dekat" Kata Gaku dan duduk di meja sebelah Re:vale dan Zool. "Hai kalian. Apakah semua baik-baik saja" Momo menghampiri mereka.
"Ya. Cukup stabil aku rasa" Tenn menjawab pertanyaannya. Ia dapat merasakan jika seseorang memperhatikannya sedari tadi. Ketika Tenn melirik kearahnya, ia akan menyembunyikan tubuhnya dibalik idol yang bertubuh lebih besar didepannya.
Tenn tertawa kecil, dari jauh pun adiknya dapat meredakan rasa bosannya.
Ryuu ikut tersenyum memperhatikan saudara kembar itu. Lalu ia menolehkan kepala kearah Yuki yang paling dekat dengannya "Yuki-san kalian akan tampil terakhir bukan?"
"Ya. Kami penutup acara" Senyumnya.
"Pertama Zool, Trigger, beberapa penyanyi solo, Idolish7, band dan Re:vale.." Touma menganggukan kepala, mencoba mengingat rundown mereka.
"Heh kau pembuka Touma-san! Sasuga Zool! Aku menantikannya" Riku tersenyum kearahnya "Yosh! Aku juga akan menantikan penampilanmu, Riku" Touma menepuk punggungnya pelan.
"Maksudnya penampilan kami, bukan begitu Inumaru-san? " Iori mendekati mereka dan mengkoreksi perkataan Touma. "Apa kau hanya ingin melihat Nanase-san tampil seorang diri saja? "
"Aku tidak bilang seperti itu" Touma membuang wajahnya.
"Jangan palingkan wajahmu saat orang lain bicara padamu"
"Riku" Touma meliriknya "Bagaimana kau bisa hidup satu dorm dengan si cerewet ini? " Touma menunjuk Iori.
Riku tertawa sweatdrop.
"Cerewet..... " Iori mengepalkan tangannya. "Stop. Stop" Yamato masuk ketengah mereka "Kita akan melanjutkan perdebatan hak asuh Riku setelah acara selesai" Katanya melerai adu mulut yang menurutnya tidak akan ada habisnya.
"Haaah??? " Iori dan Touma mengkerutkan kening mereka. Riku menatap Yamato datar "Aku bukan anak pungut Yamato-san"
"Riku! Aku juga mau ikut dalam hak asuhmu! " Momo berlari mendekati dan merangkul pundaknya "Yuki! Kita bisa mengadopsi Riku dan menaruhnya di lemari kaca ruang tamu kita! "
"Kenapa di lemari kaca? Momo-san? " Tanya Sougo memiringkan kepalanya.
"Hehe.. Supaya tidak ada yang bisa menyentuhnya dan membawanya pulang... "
"Aku.. Tidak akan mau ikut denganmu jika seperti itu Momo-san... " Riku melepas rangkulannya pelan dan mundur beberapa langkah.
"Itu kriminalitas.. Momo... " Yuki menggelengkan kepalanya.
"Dimohon untuk para tamu duduk ditempat yang telah tersedia"
"Ah. Acara akhirnya dimulai"
.
.
.
Are They Twins?
by
nshawol566
.
.
.
"Zool minna-san. Sudah saatnya bersiap" Salah satu staff menghampiri mereka.
Member Zool mengangguk dan pergi untuk bersiap, mereka melambaikan tangan kearah Idolish7 yang mengepalkan tangan kearah mereka, menyemangati mereka dari jauh.
Tak lama setelah itu Zool tampil dan acara pada hari itu resmi dimulai.
Para idol yang menonton juga sangat menikmati alunan musik yang bergema didalam studio.
Mereka melompat, saling menyoraki satu sama lain dan bernyanyi bersama.
Seolah melupakan masalah mereka untuk beberapa saat.
Setelah itu Trigger bersiap untuk tampil dan Zool kembali ketempat mereka.
"Kalian keren!! " Riku mengacungkan jempol kearah mereka. Nagi memberikan kedipan matanya, Sougo, Mitsuki dan Yamato tersenyum kearah mereka, Tamaki mengangkat botol mineralnya seperti lightstick. Iori hanya... bertingkah seperti Iori.
Momo menepuk-nepuk meja beberapa kali dan Yuki bertepuk tangan.
"Hahaha! Arigatou!" Touma membalas acungan jempol Riku. Minami melambaikan tangan, Haruka menyeringai lebar dan Torao mengibas rambutnya.
"Sekarang Trigger!" Sougo dan Riku saling merangkul satu sama lain dan beteriak ditengah kerasnya suara musik disana, suara mereka bahkan tidak terdengar meski sudah sekuat tenaga berteriak.
Penampilan Trigger sempurna seperti biasanya. Riku bahkan tidak mengedipkan matanya. Menatap kagum sang kakak.
Sougo dan Tamaki mengangkat botol air mineral mereka tinggi dan bersorak untuk Trigger "Triiggerrrr!! Aku fansss berat kaliaaan" Teriak Sougo.
"Sou-chaaan! Jangan bertingkah seperti orang mabuk! "
"Ouh. Mabuk cinta desu! " Nagi mengikuti mereka melompat-lompat dengan botol ditangannya.
Sayang sekali penampilan yang menyenangkan harus berakhir.
Trigger pun datang kembali ketempat mereka setelah tampil, mereka dapat melihat acungan jempol diatas meja yang tidak terangkat dari idolish7.
Mereka menyemangati Trigger dengan mengendap-ngendap.
Mereka bertiga tertawa kecil dan mengangguk mengerti dengan situasi yang ada.
Member Zool dan Re:vale juga ikut terkekeh melihat itu.
Acara pun terus berjalan sesuai dengan rundown yang tertera. Beberapa penyanyi solo telah tampil, kini saatnya Idolish7 untuk meramaikan suasana.
"Semangat kalian!" Momo menyemangati mereka dari kursi, tersenyum lebar. Yuki melambaikan tangan.
Member Zool juga menyoraki mereka. Touma bahkan mengangkat kipas bergambar Riku yang entah ia dapat dari mana.
Trigger memberikan mereka senyuman kecil.
"Semangat.. Riku" Gumam Tenn tersenyum lembut.
Member Idolish7 pun berlari kecil ke belakang panggung. Memasang In ear monitor mereka pada belakang celana dan telinga mereka. Iori melirik Riku yang masih sibuk melakukan persiapan, dibantu oleh beberapa staff.
"Nanase-san" Iori menaruh tangan dipundaknya dan menatapnya tanpa berbicara.
Seakan tahu apa yang ada dipikirannya Riku mengangguk "Semua baik Iori!" Senyumnya. Iori membalas dengan menepuk pelan punggunya.
"Ayo kita berkumpul! " Perintah Yamato mengangkat tangan agar membernya dapat mengetahui posisinya diantara banyaknya orang disana. Satu persatu berdatangan dari arah yang berbeda dan mereka membuat lingakaran.
"Aku tidak akan banyak pidato. Hanya saja nikmati hari ini! " Mereka lalu mengangkat tangan keudara dengan membentuk angka 7 dengan jemari mereka."Yayyy!" Tsumugi dan Banri yang berada di samping mereka ikut bersorak.
"Minna-san! Semangaaat! " Tsumugi masih mengepalkan tangannya ke atas.
"Aku akan mendokumentasikan penampilan kalian dari sini" Sahut Banri dengan senyuman.
Member Idolish7 memberikan respon yang berbeda-beda. Iori dan Sougo tersenyum. Yamato mengacungkan jempol. Nagi membungkukan badan seperti prince charming. Mitsuki melompat girang, Tamaki dan Riku saling merangkul satu sama lain.
"Idolish7. Saatnya" Staff menuntun mereka.
Mereka berbaris sejajar dan screen panggung pun terbuka menampilkan mereka yang berjalan ditengahnya. Teriakan juga sorakan dapat terdengar dari arah manapun. Penggemar mereka yang duduk dibarisan kursi penonton bersama dengan penggemar grup lainnya mulai berdiri dan melompat-lompat mengangkat lightstick mereka.
Mereka menyanyikan lagu Restart Pointer.
Suara Riku adalah sapaan pertama bagi lagu mereka, para idol mulai ikut berteriak dan ikut menari ditempat mereka masing-masing.
Trigger memainkan kepala mereka mengikuti alunan musik. Gaku dan Ryuu bahkan sempat tidak sengaja membentur kan kepala mereka satu sama lain.
Zool dan Re:vale membuat lingkaran kecil dan melompat-lompat bersama ketukan irama nyanyian Idolish7.
Verse 1 dari lagu tersebut dilewati dengan sangat menyenangan, suasana pun semakin meriah.
Hingga memasuki verse 2 ..
Ngiiingg
Riku memegangi In ear monitornya yang berdengung dengan keras. Suaranya bahkan langsung membuat kepalanya sakit. Seperti menusuk gendang telinganya.
Ia melirik kearah membernya, yang pada saat itu ia pikir mengalami masalah teknis yang sama.
Tapi.. Mereka terlihat baik-baik saja.
Apa hanya miliknya yang bermasalah?
Setelah itu ia melihat ekspresi penonton juga para idol yang sangat menikmati waktu mereka tampil. Ia tersenyum dibalik dengungan yang semakin keras pada telinganya, entah apa sebabnya itu.
Tidak ingin menghancurkan ekspresi yang membuat dadanya hangat itu, Riku berusaha menahannya dan terus melanjutkan penampilan mereka tanpa halangan sedikitpun. Ia hanya mencoba untuk tidak memperdulikan dengungan pada telinganya.
Dan terus menebar senyum.
Hingga musik benar-benar berhenti dan yang tersisa hanya sayup-sayup penonton. Ia mulai sedikit merasakan sakitnya.
Kini telinganya terasa.. Sedikit basah?
Beruntung baginya usahanya berhasil.
Tidak ada satupun penonton yang sadar akan hal itu.
Kecuali beberapa idol "Hum? Apakah Riku-kun salah koreografi di beberapa bagian tadi? " Yuki memiringkan kepalanya, Momo hanya menatapnya bingung.
"Sepertinya kau menyadarinya juga, Yuki-san" Gumam Tenn melirik wajah berpikir Yuki yang berada dimeja seberang. "Apa perasaanku saja... tapi Riku lebih sering memegang telinganya.."
Setelah selesai, tanpa membungkukan badan kearah staff seperti biasa, Riku member pertama yang berlari kedalam ruang ganti jauh dari staff, mengetahui ada yang tidak beres member dan manager mengikutinya.
"Nanase-san! Apa asmamu kambuh?" Tanya Iori yang melihat Riku memegangi telinganya. Wajahnya seperti menahan sakit.
"Riku-kun ada apa dengan telingamu? "Sougo menggeser tangannya pelan dari telinganya. Membuat cairan sedikit mengalir dari salah satu telinganya.
Tamaki adalah orang pertama yang menyadarinya itu "R-Rikkun! Apa itu darah?! " Tanyanya panik melihat cairan merah yang mengalir dari celah jemarinya.
"Riku-san! Apa yang terjadi! " Tsumugi mengambil handuk kecil yang berada diruang ganti mereka dan menutup salah satu telinganya. Menekan handuknya, mencoba menghentikan alirannya.
"Uh. Entahlah In ear monitorku berdenging selama tampil" Jelasnya, menunjuk In ear monitor yang dilepasnya tergeletak diatas meja.
Iori dan Yamato bergegas meraih In ear monitor milik Riku dan memasangnya disalah satu telinga mereka dan itu berdenging sangat keras. "Kau tampil seperti ini?! " Iori berteriak kearahnya. Telinganya bahkan sangat sakit meski hanya menempelkannya untuk beberapa saat.
"Kenapa tidak kau lepas?? " Tambah Yamato, memegangi kepalanya yang terasa pusing.
"Lalu kalian akan menyadarinya dan penampilan kita akan kacau?" Riku membalas pertanyaan mereka, Iori dan Yamato merapatkan mulut mereka. Tentu saja jika mereka tahu, penampilannya akan segera dihentikan. Kesehatan member diprioritaskan.
"Riku! Tapi itu membuat telingamu terluka!" Mitsuki membantu mengelap beberapa darah yang sudah mengering didekat telinganya. "Telingamu mungkin tegang setelah mendengar dengungan keras tiba-tiba"
Riku mengangguk kecil sembari memiringkan kepala, memudahkan Tsumugi dan Mitsuki untuk membantunya "Mungkin...Sekarang sudah tidak apa"
"Riku-kun! Lain kali langsung beritahu kami dengan isyarat atau ke membermu! Bagaimana jika meninggalkan luka permanen?! " Sahut Banri tegas, agar idol muda itu memahami situasi seperti ini bukan hal yang di sepelekan. "Aku akan memeriksa semua In ear monitor kalian setelah ini"
"Manager! Kita harus kerumah sakit sekarang! " Perintah Iori menghadap kedua managernya "Kita harus tahu apa itu berbahaya bagi Nanase-san! "
"Heh?! Aku tidak apa! Lihatlah sudah tidak apa-apa! " Riku menunjuk telinganya yang sudah tidak mengeluarkan darah lagi.
"Kita tetap harus memeriksanya, Riku" Nagi menatapnya dengan tatapan serius dan menaruh tangan dikedua pundaknya.
"Tapi bagaimana itu hanya milik Riku-kun? " Sougo mengkerutkan keningnya, dan mengangkat In ear monitornya mencari tahu kesalahan apa yang menyebabkan itu terjadi.
"Kesalahan teknis itu sering terjadi Sougo-san. Tidak masalah" Riku mencoba mencairkan suasana.
"Kita pikirkan itu nanti, sekarang kita harus membawa Nanase-san kerumah sakit"
"Iori. Tidak. Aku mau mendengar penampilan yang lain. Penggemar kita ada di barisan kursi penonton. Bagaimana jika mereka menyadari aku hilang?" Riku menghadap mereka "Aku berjanji setelah ini akan cek ke rumah sakit oke? " Katanya mencoba meyakinkan membernya.
"Apa telingamu benar-benar sudah tidak apa, Riku? " Tanya Nagi memastikan " Ya. Aku masih bisa mendengar kalian dengan jelas" Senyumnya.
"Riku-san. Biarkan aku membantu menyiapkan keperluanmu sebelum kembali ke tempat" Tsumugi mengambil beberapa perlengkapan juga baju ganti untuknya.
"Arigatou, manager" Riku menghargai perhatiannya.
"Kalian sisanya kembali ke tempat acara, setelah berganti baju" Perintah Banri.
Member Idolish7 pun kembali ketempat mereka setelah melakukan perintah Banri, dari mereka masuk hingga duduk pandangan idol lain mengikuti mereka.
"Are? Riku dimana? " Momo mencondongkan tubuhnya ke meja disebelahnya, berbisik ke telinga Mitsuki "Itu.. Yah... Sesuatu terjadi"
"Heh! Sesuatu terjadi! " Teriak Momo cukup keras sambil menggebrak meja. Trigger dan Zool mengalihkan pandangan mereka kearahnya. Mitsuki bersweatdrop. Ia tidak berniat untuk menghebohkan suasana.
Beruntung musik band yang sedang tampil cukup untuk menutupi suaranya sehingga hanya disekitarnya saja yang mendengar.
"Ada apa? " Tanya Yuki yang berada disamping Momo.
Yamato menghela nafas dan menjelaskannya melalui Rabbit chat mereka.
"Serius?? " Touma menolehkan kepala kearahnya "Tapi.. Tadi seperti tidak terjadi apa-apa" Wajahnya berubah khawatir.
"Aku juga tidak menyadarinya" Haruka mengkerutkan keningnya. "Hebat sekali menahan dengungan keras seperti itu selama tampil"
"Bagaimana Riku-kun sekarang? " Ryuu mengeja ketikan chatnya pada ponselnya.
"Tenn" Gaku melirik Tenn yang masih menatap layar ponsel tanpa berbicara sepatah kata apapun. Gaku hanya berpikir. Mungkin ia sangat cemas akan adiknya.
Tapi alasan sebenarnya...
Tenn mengeratkan genggamannya.
Wajahnya penuh akan kemarahan.
Tidak seperti yang lain mendapatkan pesan hanya dari Yamato.
Tenn mendapatkan dua pesan yang berbeda.
Yamato dan...
' Apa telinga kembaranmu baik-baik saja?' - Kujou Takamasa.
***
Setelah acara selesai anggota Trigger kembali ke apartemen mereka.
Mereka cukup lelah untuk melakukan apapun lagi.
"Hah.. Idolish7 bilang mereka bahkan memiliki jadwal individu setelah ini.." Ryuu meluruskan kakinya di sofa.
"Heh? Benar-benar tenaga yang tidak ada habisnya. Apa karena sebagian member mereka memang masih muda? " Gaku mengamil beberapa es dari dalam kulkas, memasukannya kedalam kain dan mengompres kepalanya yang sedikit berdenyut.
"Apa kau mengakui kau tua, Gaku? "
"Kau lebih tua dariku, Ryuu" Gaku melirik Ryuu yang tertawa kecil dengan sinis.
"Aku akan keluar sebentar" Tenn keluar dari kamarnya setelah mengganti bajunya dengan yang lebih nyaman.
"Huh? Kau mau kemana? "
"Suatu tempat" Jawab Tenn singkat, menandakan ia tidak ingin memperpanjang obrolan.
"Sendirian? " Ryuu meliriknya "Apa kau tidak lelah Tenn? "
"Tidak begitu" Jawabnya sambil memasang sepatu "Aku pergi" Katanya dan melangkah keluar apartemen mereka tanpa menghiraukan teriakan Gaku dibelakangnya.
Tenn menaiki taxi dan pergi menuju ke tempat yang selalu membuat perasannya campur aduk.
Begitu sampai dan turun dari taxi, ia langsung berlari, hanya ingin cepat meluruskan masalah dengan pemilik kediaman tersebut.
Untuk pertama kalinya Tenn membanting dengan keras kediaman ayah angkatnya itu.
"Apa yang kau lakukan?!" Tanyanya dengan nada yang tinggi, to the point pada pria yang duduk disofa sembari menyeruput tehnya. Wajahnya benar-benar tidak ada rasa bersalah sedikitpun.
"Aku memberimu peringatan Tenn" Jawabnya santai.
"Peringatan?? Untuk apa??? " Tenn mengkerutkan keningnya, mencoba mencerna apa yang pria dihadapannya katakan.
"Agar kau tidak mencoba untuk lepas dariku" Takamasa berdiri dari tempatnya duduk dan menghadap Tenn. Melangkahkan kaki menuju meja makan.
Tenn mengepalkan tangannya "Aku tidak akan! Aku sudah berjanji padamu!" Teriaknya meyakinkan Takamasa bahwa ia seseorang yang selalu menepati janjinya apapun itu.
"Aku tidak akan kemana-mana. Aku janji"
Entah kenapa kalimat yang ia ucapkan pada Riku itu bergema dikepalanya.
Takamasa berdengus "Bagaimana aku tahu, kau tidak berbohong?" Ia lalu lebih mendekatkan dirinya dengan Tenn, hingga jarak mereka hanya berjarak satu orang. "Dengan aku melakukan ini, kau akan sadar bahwa aku selalu serius dengan ucapanku" Takamasa menaruh tangan di pipinya dan mengelusnya pelan.
"Kalau begitu.. Kenapa Riku??! Kenapa tidak aku! " Tenn menunjuk dirinya sendiri.
Takamasa menghela nafas dalam "Tentu tidak. Untuk apa aku menyakiti anakku sendiri, Tenn" Ia tertawa kecil.
Tenn menatapnya tidak percaya "Apa yang sebenarnya membuatmu... Seperti ini... " Lelaki bersurai baby pink menatap lekat pria dihadapannya, meminta jawaban pasti akan aksinya.
Takamasa membalas tatapannya tajam, mencondongkan tubuhnya kedepan, membuat wajah mereka berdekatan. Tenn bisa merasakan nafas panasnya dari kulit wajahnya "Aku juga memiliki ketakutan Tenn. Yaitu.. kau mengkhianatiku, aku berikan peringatan ini untuk menyadarkanmu bahwa.. kau sepenuhnya miliku" Takamasa berdecak pelan "Dan kenapa... Kembaranmu? Aku hanya menguji hatimu Tenn" Takamsa membalikan badannya, melangkah beberapa kali.
"Menguji? " Tenn mengkerutkan keningnya kesekian kalinya.
"Hati orang itu dapat berubah Tenn. Jika kau terus bertemu kembaranmu suatu saat kau akan luluh dan... Kau akan meninggalkanku lalu kembali padanya... " Takamasa diam sesaat.
Brak!
Sebelum ia menggebrak meja didepannya "Kau pikir aku bisa terima setelah apa yang aku lakukan untukmu?? Membesarkanmu! Untuk membantu impianku?! Aku tidak mengangkatmu anak hanya untuk berbagi kasih sayang Tenn! Aku punya misi dan tujuan! Dan kau setuju untuk itu ,beberapa tahun lalu!" Takamasa menarik nafas "Kita saling melengkapi.. Aku membantumu dalam karirmu, kau membantuku dalam ambisiku.. Hanya kita berdua"
Tenn sedikit tersentak dengan cara Takamasa menyampaikan ambisinya itu.
Kalimatnya mengartikan.. Ia akan menghancurkan apapun yang Menghalanginya. Termasuk orang disekitarnya, karena yang ia butuhkan hanya Tenn seorang.
"Itu sebabnya kau menjauhkan aku dari Riku? Agar aku benar-benar lupa pada kehadirannya? Dan akan tetap bersamamu? " Tenn meberikan kesimpulan atas percakapan mereka.
Takamasa menganggukan kepalanya. "Kalian anak kembar. Kalian punya ikatan kalian sendiri dan aku tahu itu. Aku hanya tidak ingin kau melupakan tujuan kita dan berakhir pergi mendukung kembaranmu" Tenn menaruh tangan dikepalanya yang seakan ingin pecah.
Kenapa.... Hidupnya jadi serumit ini?
Apa yang takdir rencanakan untuknya?
Setelah ia selalu bersabar selama ini, hidupnya bukan membaik malah semakin sulit.
"Aku akan tetap melakukan hal ini jika terus berlanjut Tenn.. " Takamasa menaikan satu alisnya dan menyeringai kearahnya "Ah. Jangan lupakan.. Aku juga bisa mengeluarkanmu dari Trigger jika kau mau? " Takamasa tertawa kecil "Saa, Tenn. Pilihlah! Menjauhi kembaranmu dan tetap bersama Trigger atau... Tetap mencoba bersama adikmu dan kau kehilangan semua yang kau bangun, karena aku yang menjatuhkannya... " Tenn masih mematung pada tempatnya. Tapi matanya sudah bergetar, jantungnya berdegub kencang, pikirannya melayang.
"Biarkan aku memberitahumu satu hal. Jika kau memilih menjauhi saudaramu, aku berjanji tak akan mendekatinya lagi" Takamasa mengulurkan jari kelingkingnya pada Tenn " Pinky promise? " Tanyanya.
Tenn menundukan kepalanya. Otak dikepalanya mulai panas.
"Apakah jika aku benar-benar menjauhi Riku kau akan meninggalkannya?"
"Tentu"
Jawaban yang menjadi penentu dari semuanya sudah ia dengar.
Tidak ada lagi yang bisa merubah keputusannya yang sudah bulat.
Semua demi Riku.
Tangannya sedikit bergetar.
Apakah ini benar yang terbaik?
Tenn menghela nafas panjang. Lalu ia merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya "Aku akan melakukannya didepanmu"
***
"Hah.. Syukurlah tidak ada masalah Riku-san" Tsumugi menuntunnya masuk kedalam dorm, sembari menyeret tas perlengkapan miliknya.
"Iyap! Aku sudah bilang itu bukan masalah. Lalu yang lain meninggalkan aku...." Riku memanyunkan bibirnya.
"Mezzo memiliki jadwal sendiri, sisanya melakukan pemotretan individu. Kau beruntung jadwal individumu dapat mundur Riku-san" Jelas Tsumugi dan menaruh tasnya di meja makan.
"Tapi aku tidak punya kerjaan sekarang... " Riku membanting tubuhnya disofa." Maaf kau malah menemani aku manager" Katanya penuh penyesalan.
Tsumugi tertawa kecil "Tidak apa Riku-san. Yang lain akan tambah cemas jika kau sendirian"
Riku bangkit dan mengubah posisinya menjadi duduk "Ya aku tahu... Yang mereka takutkan hanya jika aku membakar dorm karena tidak bisa menyalakan kompor" Riku melipat tangan didepan dadanya, ia tahu bahwa membernya bercanda.
"Tepat sekali" Tsumugi kembali tertawa. "Ah. Apa kau mau teh?" Tawarnya mengangkat teko yang berada di pantry.
"Aku akan membantumu, manager" Riku merasakan ponselnya bergetar "Hum? " Ia menatap layar ponselnya "Wah! Tenn-nii!" Riku melompat-lompat girang layaknya anak 5 tahun.
"Riku-san. Riku-san. Tenanglah jangan melompat, nanti asmamu kambuh" Tsumugi menariknya pelan agar ia kembali duduk.
"Yayy! Aku angkat dulu ya manager! " Riku berlari kecil menuju kamarnya.
Tsumugi tersenyum kecil, lalu menghela nafas "Riku-san.. Hah... Aku jadi merasa seperti ibumu..." Gumamnya menggelengkan kepala.
Riku membanting pintu kamar dengan keras saking senangnya "Tenn-nii! " Melompat menuju kasur dan merebahkan tubuhnya disana.
"Riku... Apa kau baik-baik saja. Aku dengar telingamu sempat terluka? "
"Sudah tidak apa Tenn-nii. Hehe... Apa kau mengkhawatirkan aku? " Riku memeluk bantalnya dan berguling di atas kasur, senyumnya tidak pernah luntur.
"Tentu saja, Riku"
Riku tersenyum lebar "Arigatou Tenn-nii! Bagaimana penampilanku hari ini? "
"Kau sangat baik Riku. Yang lain bahkan tidak menyadari insiden telingamu terluka itu, kau sudah cukup profesional sekarang"
"Apakah aku membuatmu bangga?"
"...Ya sangat bangga Riku.. "
Riku tersenyum lembut.
"Riku.. "
"Uhm? Ada apa Tenn-nii? " Riku memainkan ujung kakinya yang sedikit tergantung pada ujung kasur.
"Riku.. Kau tahu aku menyayangimu bukan? "
"Ya tentu saja!" Riku menganggukan kepalanya, seakan sang kakak berada didepannya.
"Bagaimana jika aku katakan... aku akan tetap mengawasi langkahmu meski aku tidak berjalan bersamamu"
Riku menurunkan bahunya perlahan dan mengkerutkan keningnya. "Tenn-nii? "
"..."
Tenn tidak bersuara untuk beberapa saat.
"Riku. Aku akan melakukan apapun untukmu. Bahkan jika itu membuatmu benci padaku"
Mendengar kata ' benci' membuat jantungnya memompa darah lebih cepat. Nafasnya sedikit terengah.
Kerutan pada kening Riku pun semakin banyak "T-Tunggu Tenn-nii! Kenapa aku harus membencimu?? Aku tidak punya alasan untuk itu! Tenn--"
"--Riku. Ini akan menjadi.. Panggilan terakhirku. Jangan berbicara denganku lagi setelah ini. Jangan dekati aku bahkan setelah berita mereda. Panggilah aku dengan nama keluargaku, jika kita bertemu saat kerja"
"Huh?? Tenn-nii aku tidak mengerti semua ini! Apa yang terjadi?!" Tangannya mulai bergetar hebat, keringat dingin membasahi lehernya, pikirannya kosong. Apa ini.. Mimpi?
"..Sayonara.. Riku"
Tenn memutus panggilannya. Tanpa menjelaskan apapun lagi semua terasa mengambang bagi Riku.
Ia diam sesaat.
Dan mencoba menghubunginya berkali-kali tapi tidak berhasil.
Ia menatap lurus kedepan dengan kosong.
Apakah ini.. Nyata?
Ia bahkan tidak tahu ekspresi apa yang harus dikenakan saat ini.
Tuk tuk
"Riku-san. Apa kau tetap mau teh? " Tsumugi mengetuk pintu kamarnya, karena tidak ada jawaban ia memutuskan untuk membuka perlahan pintu kamar Riku.
"Riku... San...? " Riku duduk pada ujung kasur dan menatap lurus kedepan, wajahnya datar tapi air mata sudah membasahi kedua pipinya. "Heh?! Apa yang terjadi?? "
Tlak.
Riku menjatuhkan ponselnya.
Ia lalu menunduk, nafasnya mulai tak beraturan. Dadanya sakit. Sakit sekali. Riku merasa seseorang menginjak dadanya.
Ia mengepalkan tangannya erat, lalu memukul-mukul dadanya sendiri "Aku.. Tidak suka.. Rasa ini..! Sesak ini jauh lebih menyakitkan! " Teriaknya.
"R-Riku-san berhenti! Jangan menyakiti diri sendiri! " Tsumugi berlari dan menjatuhkan gelas didepan kamarnya. Cangkir yang tadinya terlihat cantik itu, pecah menjadi kepingan kecil dan berhamburan disana.
Tsumugi mencoba menahan tangan Riku yang terus memukul-mukul dadanya sendiri. "Uuh! Hilang! Pergi! Sakit! Aku tidak suka! "
"Riku-san berhenti! "Tsumugi menjadi sangat panik, tangannya gemetaran saking takutnya.
Tidak ada yang bisa membantu Riku selain dirinya saat ini, ia harus kuat!
Riku menendang apapun yang ada di kasurnya kesegala arah, Tsumugi tetap berteriak memohon dirinya untuk berhenti.
Lalu Riku bangkit dan menjatuhkan semua barang diatas mejanya. Botol parfum, lampu, pajangan semua pecah dan berserakan. Emosinya tak tertahan! Ia telah menunggu lama untuk dapat mendengar suara kakaknya memanggil namanya hampir sebulan ini! Dan... Panggilan pertama yang ia dapat adalah panggilan terakhirnya juga??
Tidak mungkin ia menerimanya--bukan. Batinnya tidak mungkin terima.
"Riku-san! Kumohon apa yang terjadi! " Mata Tsumugi mulai berair karena takut dan panik yang dirasanya. Ia bahkan terkena goresan sedikit saat Riku melempar pajangannya kesegala arah "Ia akan melakukan apapun, meski aku membencinya?! " Teriak Riku, mengulangi perkataan Tenn.
"Kenapa Tenn-nii bilang ini akan menjadi panggilan terakhirnya?! Bukankah waktu berita itu hanya tinggal beberapa hari lagi?!" Riku membenturkan kepalanya sendiri ke dinding berulang kali "Aku sudah mengikuti semuanya! Aku bersabar.. Hanya tinggal sedikit lagi... Tapi kenapa dia... Tiba-tiba.. " Riku menghentikan aksinya sebentar dan terisak dalam tangisnya.
"Ri-Riku-san.. Hentikan... " Tsumugi sudah menangis memeluknya dari belakang dengan erat, berusaha agar Riku tidak kembali membenturkan kepalanya. "Aku... Tidak mengerti jalan pikiran.. Tenn-nii... " Riku menjatuhkan dirinya kelantai dengan kepala masih menempel pada dinding. Tangannya memukul-mukul lantai dibawahnya, membuat tangannya berubah merah.
"Berhenti. Kumohon" Tsumugi menahan tangan Riku dari belakang.
"Manager. Aku tampil dengan baik bukan tadi? "
"Y-Ya! Sangat baik Riku-san! Itu mengagumkan! "
"Tenn-nii juga bilang begitu, ia bangga padaku" Riku membalikan badannya dan menghadap managernya itu, lalu menaruh kepalanya dibahu gadis yang seumuran dengannya itu "Lalu... Jika ia bangga, kenapa ia tidak ingin bertemu denganku lagi..."
Tsumugi mengkerutkan keningnya "Kujou-san mengatakan itu padamu?" Riku menganggukan kepalanya.
"Riku-san.. Aku tidak tahu mengapa Kujou-san berkata seperti itu.. Tapi ia bukan seseorang yang bertindak tanpa alasan, pasti ada sesuatu yang memaksanya berkata begitu"
Riku hanya diam dan tetap memposisikan kepalanya pada bahu Tsumugi, paling tidak ia sudah sedikit tenang.
Beberapa menit terlewati.
Posisi mereka tetap sama dalam hening.
Brak!
"Rikuuu! Oni-san dan semuanya pulang! Apa kau--"
Enam kepala menatap horror pemandangan didepan mereka.
Lalu mereka melihat kelantai depan mereka, dimana cangkir yang biasa mereka pakai untuk minum teh saat bersantai sudah tidak berbentuk lagi.
Tsumugi melambaikan tangan kearah mereka. Matanya sembab dan senyumnya penuh rasa lelah.
"Apa yang terjadi?! " Iori melompat dari pecahan cangkir dan melangkah kearah mereka berdua dengan tergesa, melempar tas yang berada pada bahunya kasar "Nanase-san! " Iori mengecek kondisinya, tangannya merah begitupun dengan dahinya.
"Manager. Apa yang sebenarnya terjadi? " Mitsuki melihat sekeliling kamar, benar-benar hancur, tidak seperti Iori. Ia menaruh tasnya perlahan. Tapi itu karena ia terlalu syok.
"Yah.. Tadi benar-benar gawat... " Tsumugi tersenyum lemah kearah mereka. "Bisakah kalian mengangkat Riku-san, aku rasa ia tertidur.. "
Tamaki dan Nagi mengangguk dan mengangkat Riku keatas kasurnya. Nagi menarik selimut hingga kelehernya. Sougo mengelap beberapa sisa air matanya yang sudah lengket.
Mitsuki pergi untuk mengambil sapu dan menyapu serpihan cangkir yang berserakan dengan hari-hati. Yang lain sedikit merapikan sekitarnya agar mereka dapat duduk.
"Tenn-nii... Kenapa... " gumam Riku dalam tidurnya. Mereka melirik Riku sesaat sebelum menghadap manager mereka. Penampilannya tidak kalah kacau, rambutnya yang biasanya terlihat rapi kini ikatannya sudah lepas, bajunya kusut.
"Manager. Ini tisu" Nagi menyodorkan tisu padanya. "Ar-Arigatou Nagi-san.. " Tsumugi mengelap wajahnya dengan itu.
"Apa kau sudah bisa menceritakan apa yang terjadi saat kami tidak ada? " Tanya Iori memastikan bahwa ia baik-baik saja.
Tsumugi menghela nafas panjang "Ya.. "
Mereka menunggu Mitsuki terlebih dahulu, agar Tsumugi tidak membuang waktunya dan bercerita dua kali.
"Okeh. Sekarang jelaskan dengan perlahan" Sahut Mitsuki sembari menutup pintu kamar Riku dan menghampiri yang lain.
Mereka duduk melingkar, setelah menggeser semua barang yang ada ditengah ruangan.
"Kalian sudah tahu aku menemani Riku-san cek kerumah sakit.." Mereka mengangguk. "...sesampainya di dorm semua biasa saja. Riku-san menanyakan kalian, sesekali bermain sendiri, lalu aku berniat menyediakan teh untuk kami.. " Tsumugi memutar kembali ingatannya yang masih sangat baru itu.
"Riku-san ingin membantuku.. Tapi panggilan masuk membuatnya mengurunkan niatnya... "
"Biar aku tebak. Kujou-san? " Iori menebak tepat. Tsumugi mengangguk "Riku-san sangat senang. Ia bahkan berlari kecil menuju kamar dan membanting pintu sedikit keras saking girangnya" Tsumugi mengepalkan tangannya. "Karena ia cukup lama didalam, aku membawakan tehnya"
Member melihat ekspresi Tsumugi yang berubah gelisah. "Aku mengetuk pelan pintunya, tapi tidak ada jawaban. Aku memutuskan untuk membukanya... Saat itulah aku melihat.. " Tsumugi mengigit ujung bibir bawahnya, entah mengapa ingatan itu, membuat hatinya sakit "...ekspresi Riku-san yang tidak pernah aku lihat... "
"Separah itu kah... Manager...? " Sougo menaruh tangannya dipundak gadis pirang itu.
Tsumugi hanya menundukan kepala "Wajahnya datar... Ketakutan juga syok membuatnya tidak dapat berekpresi, air mata sudah mengalir seakan hanya itu tanda bahwa hatinya terluka"
Tamaki melirik Riku dan menggapai tangannya "Rikkun" Gumamnya menatap sedih member yang selalu ia anggap lebih muda darinya itu.
"Riku-san menendang semua yang ada dikasur, menghempaskan barang yang ada dimejanya... dan membenturkan kepalnya ke dinging" Tsumugi menatap yang lain dengan mata sembabnya "Lalu ia tenang dengan sedirinya dan bertanya padaku. Apa penampilannya bagus hari ini? Tentu aku jawab menganggumkan, karena memang itu faktanya" Yang lain mengangguk membenarkan perkataannya.
"Dan.. Ia melanjutkan pertanyaannya.. 'Jika Kujou-san juga bangga, kenapa ia tidak ingin bertemu dengan Riku-san' lagi?"
"Jadi ini karena ucapan Kujou? " Yamato mengernyitkan dahinya "Apa yang ia pikirkan sekarang. Riku baru mengalami insiden dalam pekerjaan dan ia menambah stressnya? "
"Kita tidak bisa menilai satu pihak, Yamato" Nagi menepis perkataannya yang terdengar menyalahkan Tenn sepenuhnya.
"Itu benar, Nagi. Tapi selain berita itu mereka seperti tidak ada masalah lagi bukan? Kenapa ini sangat mendadak? " Mitsuki meliriknya.
"Mereka terlihat saling menguatkan satu sama lain" Sougo menambahkan.
"Aku benci mengatakan ini, karena terdengar membela Kujou-san, tapi Rokuya-san benar. Kujou-san orang yang berpikir kedepan. Suatu hal pasti memaksanya mengambil jalan itu" Jelas Iori pada yang lain.
Setelah itu semua tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.
"Fakta atau tidak. Benar atau salah. Aku akan mencari informasi" Yamato bangkit dari tempatnya duduk dan berjalan keluar kamar.
"Ossan. Kau mau apa? " Sahut Mitsuki.
"Menghubungi teman"
***
Tenn melangkahkan kaki masuk kedalam apartemen dengan lesu, fisiknya lelah, jiwanya lelah. Ia bahkan hanya membiarkan kakinya membawanya kemanapun mereka mau.
Tak lama ia melangkah masuk, seseorang sudah menunggunya didepan pintu kamarnya.
"Tenn" Gaku menyebut namanya ketika ia melihat Tenn muncul dihadapannya bersama dengan Ryuu yang memandangnya khawatir untuk kesekian kalinya.
Raut wajah mereka penuh rasa keingintahuan akan sesuatu.
Tenn merasa, ia seperti seorang tersangka yang sedang diintrogasi.
Tenn berniat untuk langsung masuk kedalam kamar dan hanya melirik kedua membernya itu dengan ujung matanya, tapi Gaku menahannya "Kita harus bicara Tenn" Katanya tegas.
Tenn menepas tangannya "Aku lelah. Aku hanya ingin tidur" Katanya melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. Kepalanya benar-benar akan terbelah dua. Sakitnya luar biasa.
"Tenn! " Gaku memutar badannya dan mengangkat kerahnya. Membuat Tenn meringis karena dua hal. Lehernya sedikit tercekik dan kepalanya yang berdenyut.
"Gaku! " Ryuu berlari menghampiri mereka "Jangan seperti ini! " Ia berusaha melepaskan Tenn dari genggamannya.
Tapi Gaku bahkan tidak menghiraukannya "Nikaido menelponku tadi, di dorm mereka sangat kacau! Nanase berteriak menanyakan apa maksud ucapanmu, Tsumugi bahkan menangis karena melihatnya hampir melukai diri sendiri! Kamarnya sangat berantakan.. Tenn... Apa yang kau katakan padanya! Berhentilah menyakiti adikmu sendiri! "
Menyakiti....?
Apa semua orang selalu menganggapnya menyakiti adiknya sendiri?
Perspektif dari mana semua itu?
Tenn menarik nafas dalam. Ini akan menjadi malam yang panjang.
"Aku.. Menyuruhnya untuk tidak menghubungiku atau dekat denganku lagi.. "
Gaku dan Ryuu menatapnya tak percaya.
"Tenn! " Kini bukan hanya Gaku yang berteriak, Ryuu juga meninggikan suara padanya "Pantas ia seperti itu! Kau tahu ia merindukan kakaknya, ia bersabar dengan mengikuti semua prosedur ini. Emosinya tak tertahan, Tenn! Kau menambah beban pikirannya.. dan Riku-kun baru dapat insiden seperti itu tadi siang...."
"Ryuu bahkan setuju denganku, Tenn. Apa yang sebenarnya ada dipikiranmu?"
Pertanyaan itu seperti menyalakan tombol on/off pada Tenn.
Sudahlah.
Ia sudah tidak perduli lagi tentang cara pandang orang pada dirinya.
"Apa yang... Ada dipikiranku...? " Tenn mencengkram tangan Gaku yang berada pada kerah bajunya, ia menatap mereka dengan wajah penuh rasa sakit "Aku memikirkan kalian semua! Aku memikirkan Riku! Trigger! Musik kita! Aku bahkan tidak memikirkan hal lain selain itu! Adakah kalian mengerti perasaanku?! " Gaku sontak melepaskan genggamannya, sedikit tersentak karena Tenn berteriak sangat keras.
Tenn memeluk dirinya sendiri, ia melangkah mundur hingga tubuhnya menabrak dinding. Tubuhnya bergetar hebat.
Ia lelah.
Sangat lelah.
Selama bertahun-tahun ia menahan semuanya. Selalu memilih jalan hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kini ia memutuskan untuk berhenti sejenak. Sebelum ia benar-benar gila.
"Aku telah mencobanya! Bertahan! Melakukan semuanya sendiri! Kalian berdua pembohong! " Tenn menunjuk Gaku dan Ryuu dengan jari telunjuknya yang bergetar menahan emosinya.
"Kalian bilang akan menjadi tempatku bersandar.. tapi belum mendengarkan ceritaku saja langsung berteriak kearahku! Apa semua orang suka menyudutkan aku?! " Tenn menggebrak credenza disampingnya dengan keras. Membuat beberapa pajangan juga tropi milik mereka berjatuhan seperti barang yang tak ada harganya.
Gaku dan Ryuu tersentak, menatapnya horor, semarah-marahnya Tenn, ia tak pernah memukul apapun.
"Tenn... " Ryuu mengelus kepalanya pelan, berusaha untuk menenangkan emosinya yang meluap.
Sepertinya ia sudah pada batasnya saat ini.
Tenn yang kuat terlihat tak berdaya.. Seperti anak kecil yang takut keluar rumah.
"Tenn... " Gaku mengkerutkan keningnya "Baiklah.. Maafkan aku.. " Gaku mengelus punggungnya "Aku akan mendengar ceritamu. Aku terbawa emosi karena Nikaido bercerita seakan itu sangat parah. Mungkin memang parah.. Tapi aku terbawa suasana mereka.. Maafkan" Gaku mengehela nafas panjang berusaha menahan emosinya "Jelaskan semua pada kami"
Ryuu menarik Tenn untuk duduk di sofa bersama mereka dan menunggu hingga ia lebih tenang. Tenn menundukan kepala beberapa saat.
Setelah itu ia membuka mulutnya.
Tenn dengan pelan menjelaskan semua yang terjadi tentang Takamasa, yang menyuruhnya keluar dari Trigger tapi ia menolaknya, hingga pengaruhnya jika ia terus berdekatan dengan adiknya dan impian Takamasa menjadikannya idol yang melampaui Zero.
"Jadi.. Telinga Nanase luka itu karena.." Gaku tak percaya dengan apa yang ia dengar. Kejadian seperti ini benar-benar ada.
Suatu hal yang ia pikir hanya ada pada film.
"Kujou-san memberi aku peringatan untuk tidak dekat Riku lagi, maksudku benar-benar berhenti bertingkah selayaknya adik-kakak" Tenn memencet ujung hidungnya. Kepalanya benar-benar seakan ingin berpisah dengan tubuhnya.
"Tenn. Aku tidak.. Terlalu mengerti janjimu pada Kujou-san.. Tapi apakah harus selalu mengikuti keinginannya? " Tanya Ryuu menaruh tangan di bahu Tenn.
"Aku berhutang banyak padanya, dan... Aku juga yakin ia memiliki alasan sendiri kenapa ia begitu takut aku mengkhianatinya"
"Apa.. Tidak bisa melawannya sama sekali?" Tambah Gaku menatapnya penuh kecemasan.
"Kalian tidak mengerti... Kujou-san bisa melakukan apapun... " Tenn menundukan kepalanya "Riku buktinya" Tenn sedikit menggeram.
Gaku berdecak dan membuang wajahnya, kesal tidak dapat berbuat apapun.
Ryuu menatap langit apartemennya seakan itu dapat mnenangkannya.
"Aku bertahan demi kalian ... Aku tidak ingin meninggalkan kalian... Aku ingin bersama kalian.. Aku tidak ingin keluar dari Trigger.. Ini jalanku. Satu-satunya jalan yang aku pilih atas keinginanku sendiri" Gaku dan Ryuu menatapnya haru, mereka menelan air liur mereka sendiri. Berusaha menahan adanya butiran air jatuh dari ujung mata mereka, yang akan menambah sulit keadaan saat ini.
Apa yang mereka lakukan?
Menyudutkan Tenn seakan mereka tahu apa yang terjadi padanya.
Kini setelah mereka tahu, mereka malu pada diri mereka sendiri.
"Jadi.. Kau memilih kami ketimbang Riku-kun..?
"Tidak.. Jika aku bisa.. Aku memilih kalian semua. Hanya saja masalah dengan Riku lebih.. Sulit" Tenn menatap tangannya yang masih bergetar "Apa aku salah....?" Tenn menutup matanya sejenak "Aku hanya ingin melindunginya... " dan menyandarkan kepalanya pada sofa.
Membiarkan otot-ototnya rileks untuk beberapa saat. "Aku hanya manusia biasa.. Tolonglah... Aku juga bisa hilang kendali dan merasa tidak kuat.. " Tenn mengangkat tangan dan menutup matanya yang terasa berair dengan baju panjangnya.
***
Hari demi hari Riku lalui dengan sangat berat. Ini berbeda dari rencana awal. Seharusnya berita sudah mereda dan mereka dapat kembali berbincang meski hanya lewat panggilan telfon atau dengan cara mengendap-ngendap untuk bertemu sekali pun.
Bukankah ini lebih baik saat semua orang tidak mengetahuinya?
Apakah ia kurang mensyukuri keadaan sebelumnya?
Bertatap muka dengan kakaknya saja sudah tidak pernah...
Mendengar suaranya memanggil namanya kini menjadi sebuah harapan baru baginya...
Apa gunanya semua ini. Harusnya sekalian saja mereka jujur didepan wartawan jika pada akhirnya tetap akan memisahkan mereka.
Kemana ucapan manis beberapa hari yang lalu saat mereka masih bersama.
Kemana janji yang mereka buat.
Kemana semua perginya angan itu....
Bruk!
"Tidak lagi! " Iori dan Mitsuki berlari mengangkat tubuh yang tergeletak tak berdaya di lantai itu.
Iori mengangkat kepalanya dan menaruhnya dipangkuannya "Nafasnya tak beraturan!" Iori menolehkan kepala kearah kakaknya "Nii-san! Inhaler! " Perintah Iori pada kakaknya.
Mitsuki berlari ke kamar dan kembali membawa Inhaler milik lelaki yang terkulai lemas itu.
Iori dengan sigap memberikannya, menegakan tubuhnya sedikit "Bernafaslah.. Nanase-san... " Iori menatapnya khawatir. Ini sudah ketiga kalinya dalam minggu itu. Riku jadi cepat lelah dan tumbang.
Kesehatannya benar-benar menurun.
Setelah insiden acara dan panggilan terakhir dari Tenn, Riku benar-benar kacau.
Tenn serius akan ucapannya.
Mereka benar-benar menjauh.
Bukan lagi hanya sebagai rekan kerja, mereka benar-benar orang asing.
Member Triggerpun hanya diam saja, meski member Idolis7 yang lain sudah memohon untuk memberitahu apa yang terjadi.
Tapi mereka malah berkata..
"Ini sudah yang terbaik"
Mitsuki menggenggam tangannya, ia tak kuasa. Air matanya mengalir melihat member yang sudah ia anggap adiknya sendiri itu, begitu tak berdaya.
Hari itu. Hanya Iori dan Mitsuki yang senggang. Sisanya memiliki jadwal masing-masing.
Jadwal grup mereka juga berkurang, Riku tidak bisa lagi menjalaninya seperti dulu.
Tidak dengan keadaannya yang seperti ini.
"Riku.. " Mitsuki membelai lembut pipinya. Yang dulunya terlihat menggemaskan karena pipinya yang sedikit berisi, kini terlihat sangat kurus... "Kumohon.. Paling tidak.. Beritahu kami apa yang ada dipikiranmu... "Katanya dengan suara yang terdengar sayup-sayup, tapi itu karena ia menahan tangisannya.
"Nii-san.. " Iori menatap kakaknya sedih, lalu melirik Riku yang berada dalam dekapannya "..Nanase-san.. " Iori mendekatkam wajahnya dan menempelkan kening mereka berdua "Apa kau bisa merasakannya, Nanase-san? Bukankah aku hangat?" Iori menggigit ujung bibirnya "Tapi.. Itu tidak cukup menggantikan hangatmu. Tanpa kau.. Kita kehilangan cahaya.." Iori mengangkat kepalanya dan menatap sayu , wajah tidur lelaki dalam pangkuannya. Nafasnya sudah lebih baik, meski air mata masih mengalir di pipinya.
"Iori... Kita harus memindahkan Riku" Mitsuki menepuk pundaknya. Iori mengangguk dan mengangkatnya.
Iori mengkerutkan keningnya ia bahkan tidak terasa berat sedikit pun.
Berapa banyak berat yang terbuang dari tubuhnya ini?
Iori berjalan dengan pelan dan memeluknya erat.
Ia seperti barang yang sangat rapuh saat ini.
Mitsuki membuka kamarnya dan merapikan sedikit kasur Riku, agar ia nyaman.
Iori merebahkan tubuhnya perlahan.
Sesaatnya.. Beberapa member masuk kedalam kamar. Sepertinya sudah waktunya mereka pulang.
"Kalian berdua... Apa... Riku..."
Iori dan Mitsuki menganggukan kepala mereka. Mengetahui apa yang akan Yamato tanyakan.
"Kita tak bisa terus begini. Aku tidak membicarakan masalah industri musik sekarang. Aku hanya ingin Riku-kun membaik... " Sougo memegangi dadanya sendiri "...Rasa sakitnya bisa aku rasakan"
"Sou-chan.. " Mata Tamaki berair "Ke-Kenapa.. Tenten melakukan ini... Alasannya apa... Aku takut jika terus begini Rikkun akan semakin terluka. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi padanya... " Tamaki menyeka air matanya keras, berusaha menahannya "..kalian saudaraku selain Aya. Aku menyayangi kalian semua, kumohon... Jangan ada yang sakit.. "
Nagi disampingnya memeluk erat Tamaki "Kita dipertemukan karena alasan tertentu untuk saling melengkapi. Kita semua ada untuk saling menguatkan. Jika salah satu dari kita terjatuh... Kita yang harus Menariknya bangkit. Entah dengan paksaan sekalipun.. Kita akan melakukannya... " Nagi mulai ikut terisak. "Ak-Aku.. Juga... Kalian.. Huu.." Nagi dan Tamaki bersungkur dibawah memeluk satu sama lain.
"Riku.. " Yamato menghampirinya dan membelai rambutnya "Kami disini Riku... Tidurlah hingga kau merasa lebih baik. Kami tidak akan memaksamu berlari bersama kami jika kau tak sanggup. Jika kau ingin berhenti.. Kami akan ikut bersamamu. Menemanimu sampai rasa kosong dalam hatimu itu hilang dan berganti penuh akan kebahagiaan" Yamato melirik yang lain "Sebaiknya kita keluar.. Riku butuh ketenangan.. "
Mereka mengangguk mengerti dan satu per satu dari mereka keluar.
Meninggalkan Riku yang... Sedari tadi.. Mendengar mereka...
Ia pun meringkuk menahan tangisnya
"Kenapa aku selemah ini.... "
***
Beberapa hari berlalu, Tenn hanya merasakan hatinya semakin kosong.
Separuh jiwanya seakan menghilang...
Sesak.
Ia ingin berteriak.
Melampiaskan semuanya.
Tenn tertawa kecil. Pada siapa ia melampiaskannya?
Semua keputusannya.
Ia sama sekali tidak tahu kabar terbaru tentang adiknya.
Apa ia sehat?
Bagaimana makannya?
Obatnya?
Apa ia kedinginan?
Sekeras apa ia menangis?
Apakah ia bisa mempertahankan senyumnya?
Ah... Ekspresi favoritnya adalah.. Wajah senyum Riku.
Ia dapat memandangnya setiap saat.
Selama apapun yang ia mau.
Sekarang ia yakin. Senyum cerah itu tengah berganti mendung.
Kini Tenn berjalan masuk ke kediaman ayah angkatnya. Ada satu hal yang Takamasa ingin bicarakan.
Tenn baru saja ingin membuka pintu area makan, tapi ia mendengar ayah angkatnya sedang dalam panggilan.
Tenn menempelkan telinganya pada pintu.
Dengan Aya...?
"Aya. Aku akan memberitahumu.."
Tenn memfokuskan telinganya.
"Kami akan pindah kesana..."
Kami? Siapa yang dimaksud Takamasa?
Siapa yang pindah dengannya.
Tenn mengernyitkan dahinya.
"Sebaiknya keluarga tinggal bersama. Tenn tentu saja akan ikut" Tenn menutup mulutnya yang menganga.
Apa maksudnya semua ini...
"Oh? Ia sudah keluar dari Trigger. Grup itu tidak penting"
Tenn mengeratkan genggamannya. Apa yang ia katakan?! Ia tidak pernah keluar dari grup!
"Kembarannya? Ia sudah tidak peduli dengannya.. "
Mata Tenn bergetar karena amarahnya.
Apa Takamasa menipunya?
"Kita akan tinggal bersama Aya. Kapan kami pergi? Besok pagi"
Tubuh Tenn beregetar hebat. Ia tidak percaya ini.
"Kami akan berlatih disana Aya. Tenn akan tetap disana hingga ia bisa melampaui.. Zero.. "
Tenn menatap pintu didepannya tajam.
Seakan Takamasa dapat merasakannya.
Ia berlari keluar.
"Meninggalkan Riku?! Tentu saja aku tidak mau! Aku tidak mau meninggalkannya dua kali!"
Teriaknya sepanjang jalan ia berlari.
Tenn berlari dengan kecepatan penuh menuju dorm tempat kembaran dan membernya tinggal. Nafasnya seakan hanya sampai di tenggorokannya, ia bahkan tidak menghiraukan teriakan juga makian yang diterimanya karena menerobos jalan saat mobil lalu-lalang.
Ia hanya ingin menemui adiknya.
"Aku harus bertemu Riku! Setelah semua ini... Aku hanya dibohongi oleh Kujou-san! Apa artinya ini...!"
!!
Tenn melompati jalan rusak didepannya tanpa mengurangi kecepatannya.
Riku.
Riku.
Riku!!
Aku membuatnya menderita!
Aku membuat diriku menderita!
Kita berdua sakit!
Dimana tempat terbaik untuk kita tinggal, Riku?!
Dimana tempat itu!
Aku akan mencarinya untuk kita!
Kau tidak harus merasa sakit lagi...!
Aku berjuang untukmu!
Kumohon maafkan aku!
Aku salah memilih jalan... Aku tidak pernah berpikir untuk pisah denganmu!!
Flash!
Sebuah cahaya didepannya membutakan penglihatannya.
"Apa---!"
Ckkiiit!
Hantaman mobil yang menabrak seseorang hingga terpental itu terdengar hingga kesekitarnya.
"He-Hey! Seseorang tertabrak!"
"Geser mobilnya!! "
"Tidak bisa ia tersangkut! "
"Bukan kah itu..?! "
"Kujou.. Tenn?! "
Riku.. Pandanganku saat ini memudar ,Semuanya... Terlihat berwarna merah... Apa ini darah? Aku tidak suka bau amis ini...
"Ambulan! Cepat panggil! "
"Sebarkan berita ini! "
Tenn tertawa kecil.
Bahkan.. Meski kita sekaratpun.. Mereka masih mementingkan berita..
Sempatkah aku bertemu denganmu sekali lagi..
Aku hanya ingin meminta maaf...
Mungkin aku pantas mendapatkan ini.
Aku membuatmu jatuh terlalu dalam..
.
.
.
.
Aku bohong... Aku tidak ingin ini berakhir...
Jangan pisahkan aku.. Kumohon..
...Riku...
.
.
.
"Hari ini warna langit hangat sepertimu"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bagaimana? Hehe...
Aku hanya ingin menghibur kaliaaan.
Sampai jumpa di chap selanjutnya!!!
Baiii
N Caooooooo
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top