11.⚠
-00:40:36-
Media internet...
Fans 1 (I7) : Kumohon... Siapa saja!! Selamatkan Riku-kun!
Fans2 (I7) : Aku sudah tidak sanggup melihat ini...!
Fans3 (I7) : *Shareloc aku berada di sini. Seseorang tolong temani aku bila kalian ada didekat sini.
Fans4 (I7) : Kau...! Jangan sendiri! Itu berbahaya! Tunggu! Aku cukup jauh! Bersabarlah!
Fans3 (I7) : Riku-kun lebih menderita! Kita harus cepat!
Fans5 (TGR) : Aku dan temanku akan menemanimu! Aku berada dekat dengan lokasimu!
Fans6(TGR) : Aku juga sedang dalam perjalanan. Tunggulah. Kau memeriksa gedung tua, kita tidak tahu apakah kontruksi disana masih dalam keadaan baik atau tidak.
Fans7(I7) : Kalian... Tapi.. Kalian bukan fans..
Fans 8(TGR): Kami pernah berada di posisi yang sama, ketika Tenn-kun kecelakaan.
Fans9(TGR) : Ya. Dan kami bersyukur mendapatkannya kembali. Karena itu kami akan membantu kalian mendapatkan idol kalian kembali.
Fans6(TGR): Ketika kami bersedih karena masalah insiden kecelakaan, kalian juga menguatkan kami dengan berbagai hashtag dan kata-kata penyemangat :) kami akan lakukan yang sama.
Fans10(I7): Terima kasih banyak!! Aku benar-benar menangis sekarang!!
Fans11(Revale): Mereka bukan hanya idol. Mereka juga manusia. Mereka selalu berusaha menghibur kita, ini hanyalah satu balasan kecil yang kami berikan untuk mereka.
Fans12(Revale):Kalian harus merasakannya.. Rasanya bertahun-tahun tumbuh bersama idol kalian :') kami akan ikut membantu.
Fans1 (I7) : Waaaaa! Terima kasih! Air mataku mengalir! Meski aku kedinginan saat ini berada diruas jalan... Tapi aku yakin Riku-kun lebih kedinginan!
Fans13(Zool): Hey?! Apa kau yang menggunakan jaket merah berdiri didekat lampu?!
Fans1(I7): Iya...?
Fans13(Zool) : Aku dibelakangmu! Kemarilah! Apartemenku tidak jauh dari sini, hangatkan tubuhmu terlebih dahulu, lalu aku akan membantumu!
Fans(I7)all : TERIMA KASIH BANYAK KALIAN SEMUA!!!
.
.
.
Are They Twins?
by
nshawol566
.
.
.
*Riku*
-00:37:30-
Kelopak yang menutup mata lelah lelaki bersurai merah itu, perlahan terbuka. Bulu matanya yang lengket dan basah, karena air mata yang mengering tidak dapat ia hilangkan dengan tangannya yang masih terikat kuat.
Ia berusaha memfokuskan pandangannya pada objek disekitarnya.
Visual yang masuk kematanya kini sudah sangat berbeda.
Ia tidak lagi berada di tempat sempit yang sesak.
Oksigen cukup tersedia diruangannya saat ini.
Meski debu dan reruntuhan plafon tetap menghalangi lancarnya udara masuk kedalam hidung dan bersemayam dalam paru-parunya.
Riku mencoba menggerakan lehernya yang terasa kaku.
Sepertinya ia tidak sadarkan diri untuk beberapa saat.
Walaupun hanya sesaat.. Ia merasa telah tertidur lama.
Lelah yang dirasanya benar-benar membuat semua sistem dalam tubuhnya berteriak.
Riku mengangkat kepalanya yang tertunduk.
Mencoba menggelengkan kepalanya sedikit, menjatuhkan sisa tanah pada rambutnya yang terasa keras, karena cairan merah mengering dan menempel di sela surainya.
Lalu hal selanjutnya yang ia lakukan adalah menggerakan jemarinya, mencoba menggapai tali yang mengikat kencang pergelangan tangannya yang melingkar kebelakang membalut sebuah kursi...? Ia bahkan tidak tahu menyebut benda yang menjadi tempat duduknya saat itu dengan apa.
Kakinya tidak jauh berbeda dengan tangannya.
Sama-sama terikat kuat.
Ia semakin mendongakan kepala lebih keatas. Cahaya bulan yang redup itu menembus kaca yang terpasang pada langi-langit ruangan dimana ia berada.
"Hah.. " Ia menghela nafas dalam.
Hanya tinggal menunggu waktu sampai penyakitnya kambuh di keadaan seperti ini.
Riku kembali menatap lurus kedepan, ia takut. Tapi tidak melebihi rasa takutnya pada member juga teman-temannya yang pasti merasa khawatir akan keberadannya.
"Apa.. Tenn-nii mencariku juga?"
Riku tertawa kecil "Tentu saja ia akan mencariku. Sekalipun kami bukan saudara.. Ia tetap menganggapku teman dekat... " Ia lalu sedikit menggerakan tubuhnya keatas, mendorongnya dengan ujung kakinya, mengembalikannya di posisi awal sesaat sebelum tubuhnya melorot. "...Kenapa aku begitu ceroboh--tidak. Aku hanya lemah. Jika aku bisa melepaskan diri dan menggapai tangan Iori saat itu.. " Riku berdecak pelan "..ini tidak akan terjadi"
Ia berdehum " Jadi ini salahku sendiri" Katanya mengangguk kecil.
Daun telinga Riku menangkap sebuah suara.
Tawa seseorang.
Langkah kaki dapat terdengar dari lorong didepannya.
Tap.
Ia mendengarnya melangkah.
Tap tap.
Melangkah mendekatinya
Tap tap tap.
Riku sudah merasakan kehadiran seseorang dari balik lorong, bayangannya pun dapat terlihat pada dinding didepannya.
Hingga beberapa saat lagi ia akan melihat sosok itu.
"Ohayou... " Suara itu terdengar berbeda dari yang tadi. Apa ia menggunakan perubah suara? Suaranya lebih serak dan berat sekarang.. "..Hime-sama!" Sosok itu melompat dari balik dinding menghadap Riku. Membuat pupil matanya seketika melebar.
Riku merapatkan mulutnya agar tidak mengeluarkan lengkingan suara yang dapat membuat gema di ruangan itu.
Pria didepannya mengarahkan sebuah kamera padanya.
"Lihatlah semua! Nanase Riku sudah terbangun dari tidurnya! " Ia lalu mendekatkan kamera kewajahnya membuat Riku sedikit mengkerutkan keningnya karena aksinya "Apakah hime-sama sudah merasa lebih baik?" Riku berdengus "Jika kau berikan aku kasur yang layak, mungkin... " gumamnya.
"Oho!" Pria itu berjalan mengitari Riku masih dengan kamera yang berada pada genggamannya. "Apa kau tahu benda apa yang ada ditanganku?"
Riku meliriknya sinis "Kamera" Jawabnya singkat.
"Benar! Dan apa kau tahu kamera ini terhubung dengan siaran langsung diluar sana?"
Riku membuka mulutnya lebar. Memilih kata dalam otaknya yang sempat hilang beberapa detik.
"Siaran.. langsung..? Terhubung keluar? Khalayak ramai?? "
Pria dengan topeng itu mengangguk "Ya! Semua orang.... " Pria itu mendekatkan wajahnya pada lelaki yang tidak berdaya didepannya "...termasuk kakakmu dan teman-temanmu" Katanya sedikit berbisik. Berusaha menambah ketegangan dalam percakapan mereka.
Riku tersentak "Mereka.. dari tadi melihatku..? "
"Tentu saja! Aku bahkan memberikan mereka waktu untuk menemukanmu! " Pria itu tertawa "Tapi sampai saat ini belum ada yang datang.. "
Riku menarik nafasnya dalam, dadanya mulai terasa sakit.
"Atau.. Mungkinkah.. Kau telah dibuang?" Pria itu menaruh tangannya di atas kepala Riku dan mengelusnya "Kasihan.. Kau hanya si adik kembar yang tidak beruntung. Harusnya kau tahu tempatmu berada dibawah kakakmu, jika begitu.. " Pria itu mendorong kencang kepalanya, hingga terbentur head rest pada kursi itu "Ini tidak akan terjadi" Sambungnya setelah puas membuat lelaki didepannya meringis.
Riku memejamkan matanya. Keningnya berkerut. Menahan pusing dan denyutan yang seakan ada jarum-jarum kecil berterbangan dalam kepalanya, menusuk otaknya.
"Uh.. " Hanya rintihan kecil yang keluar dari mulutnya "...kenapa.. " Riku kembali membuka mulut disela telinganya yang mulai berdengung karena sakit kepala hebat yang dirasanya "..kau lakukan ini.. " Riku menarik nafas "..aku bahkan tidak tahu kau siapa... " Sambungnya menjeda beberapa potong kata agar ia masih dapat bernafas.
"Kau tidak tau?! " Pria itu memundurkan tubuhnya dan merenggangkan tangan seakan ia tidak percaya mendengar ucapan Riku.
Riku hanya menatapnya dengan fokus.
Pria itu berdengus "Aku adalah orang yang merawat dengan baik cerminan dirimu"
Riku membuka mulutnya "Kau Ku--! Uhm!" Pria itu membekap kuat mulutnya sebelum ia melengkapi perkataan selanjutnya "Tidak. Tidak. Tidak. " Pria itu menggelengkan kepalanya "Tidak boleh menyiarkan namaku... Nanase Riku" ia melepas perlahan tangannya pada lelaki itu. Aksinya tadi jelas membuatnya terkejut...
Karena setelah ia melepaskan tangannya sekalipun... Lelaki didepannya terpaku tidak bergerak.
Ia sekaget itu.
Pria yang diketahui bernama Kujou Takamasa itu lalu mengeluarkan sebuah benda tajam dari sakunya. "Kau harus tetap diam. Menjaga privasiku.. "
Sebuah pisau lipat.
Ia membuka lipatannya dan mengarahkan ujung tajamnya pada paha Riku.
Satu tangan lainnya sibuk memegang kamera yang terus menyorot kearahnya.
Takamasa tidak banyak bicara.
Ia hanya menekan ujung pisau itu lebih kuat, hingga menembus kulit lembut Riku. Membuatnya mengerjapkan mata dalam, merasakan setengah benda asing merobek dan menembus tubuhnya.
"Uhm! " Ia merapatkan mulutnya.
Tidak akan berteriak.
Ia menolak untuk itu.
Ia menolak... Untuk kalah dengan pria itu.
"Oh! " Takamasa menarik pisaunya cepat. Membuat otot pada paha Riku menegang dan terasa sangat menyakitkan. Cairan merah kembali mengalir dan membasahi area tempat tertancapnya benda tajam beberapa saat itu. "Aku kelepasan! Oops! " Takamasa terkekeh kecil.
"Hah... Hh... Hh" Riku menarik nafasnya yang mulai terengah-engah. Jantungnya berdetak cepat. Keringat dingin terus mengalir dari pelipisnya bercampur dengan warna darah yang mengering.
Riku menatap Takamasa yang masih terkekeh seakan ia baru saja melakukan hal lucu.
"Hahhhaha...! Karenamu.. Karenamu!! " Ia menunjuk Riku yang masih berusaha untuk tetap tersadar. "Semua usahaku berantakan! Harusnya aku dapat menciptakan masterpiece baru yang dapat dikenal dunia!! " Takamasa menarik rambutnya "Tapi.. Karena kembarannya..! Calon masterpieceku.. Tidak fokus... Dan goyah ditengah jalannya.. " Ia lalu mendekatkan diri lagi kearah Riku, menjajarkan telinga dengan mulutnya "..harusnya dulu aku akhiri saja hidupmu dengan paksa" bisiknya. "Kau.. Monster Nanase Riku"
Takamasa menatapnya lekat dari balik topeng itu.
"Kau.. Merusak masa depan kembaranmu sendiri. Aku melatihnya selama bertahun-tahun untuk dapat patuh denganku. Tapi.. " Takamasa berdengus "...ia kembali lagi padamu" Takamasa memainkan pisau yang masih dalam salah satu tangannya naik-turun "Dasar. Seekor anjing yang tidak setia"
"Kakakku bukan binatang" Sahut Riku membalas perkataan Takamasa. Menatapnya dengan mata sayu miliknya. Ia bisa saja tertidur karena tubuhnya sudah menjerit untuk istirahat.
"Hmm" Takamasa melihat mata Riku yang berangsur tertutup, ia pun melempar pisau dalam genggamannya ke tanah dan mengangkat tangannya. Menampar pipi orang didepannya "Aku belum selesai denganmu! "
Dengan paksaan dan panasnya pipi pualamnya, Riku kembali terjaga. "Tidak kubiarkan kau terlelap tidur! "
Riku meliriknya sinis.
Ujung bibirnya bahkan sedikit terobek karena kerasnya tamparan yang diterimanya.
"Lagi pula kau harus menunggu teman-temanmu datang bukan?"
Riku menghembus nafas pelan "Tentu saja--! "
"--Tidak akan! Mereka tidak akan datang! " Teriak Takamasa memotong perkataanya. "Untuk apa mereka mencari orang lemah yang hanya tinggal mati sepertimu?" Takamasa menjambak kembali rambut depannya "Percayalah. Kau merepotkan semua orang. Akan lebih baik kau cepat pergi ke alam lain"
Riku menundukan kepalanya.
Lama...
Dalam posisi yang sama..
Dengan hening..
Membuat Takamasa sempat mengkerutkan keningnya.
"Kau benar"
Takamasa menolehkan kepala kearah Riku.
"Mereka tidak akan datang"
"Huh? " Takamasa menghadapnya penuh.
"Karena jika mereka datang... " Riku mengangkat kepalanya, menatapnya lekat "...kau yang akan pergi ke alam lain"
Takamasa menggertakan giginya "Sialan!" ia menendang perut Riku kuat, membuat organ dalam perutnya tertekan dan mendorong cairan yang dominan dalam tubuhnya keluar melalui mulut.
Warna merah.
Riku jadi sering melihatnya.
Mengalir dari ujung bibirnya.
Mual.
Ia sangat mual.
Kepala, dada, tangan, perut , kaki.
Semua tubuhnya berteriak menyerah.
Mereka ingin istirahat lama.
Sakit...
"Masih bisa melawan dalam keadaan seperti ini, huh?"
Butuh waktu beberapa detik bagi Riku untuk menelan air liur yang bercampur darah itu kembali masuk kedalam tubuhnya, mencoba menjernihkan kembali tenggorokannya agar ia dapat berbicara "Apa.. Kau melakukan hal yang sama dengan kakakku? " Riku membuka kembali mulutnya menahan rasa metal yang menjalar pada lidahnya.
"Dia..? Tentu tidak. Aku menjaganya dengan sangat baik"
Riku tersenyum kecil mendengar itu " Syukurlah... Paling tidak aku tahu, selama bertahun-tahun tanpa aku disampingnya.. Ia tidak pernah merasakan sakit yang seperti ini.."
Takamasa mengekrutkan keningnya kuat. Membuat kerutan dalam pada tengah kepalanya.
"Apa kau gila? Aku baru saja melakukan itu padamu dan kau mengkhawatirkan orang lain...?" Ia lalu berjongkok didepan Riku untuk melihat jelas raut wajahnya saat itu. "Bagaimana jika aku melakukan ini pada membermu? Teman-temanmu??"
Riku mengangkat pelan kepalanya. "Ah.. Aku juga akan marah... Mereka.. Jauh lebih berharga dari apapun.. "
Takamasa merasakan dadanya panas. Ada sesuatu dalam dirinya yang menolak ucapan lelaki didepannya.
Ia hanya.. Tidak pernah mengerti rasa itu.
"Kenapa kau sangat melindungi mereka?! Mereka orang asing! Mereka tidak punya ikatan darah denganmu! Saudaramu hanya satu!" Teriaknya kencang.
Riku tertawa kecil "Ikatan darah bukan satu-satunya cara untuk kami saling peduli satu sama lain. Kami... Menerima siapa dan dengan siapa kami hidup sekarang"
"Siapa kalian?!"
"Keluarga" Takamasa hampir melepas genggamannya pada kamera. Jawabannya sesimpel itu?
Tapi.. Apa ini? Dadanya sesak.
"Kami mungkin memang tidak sama. Semua memiliki latar belakang sendiri" Riku mengangkat kepalanya, menatap gelapnya malam yang terlihat dari balik kaca. "Tapi ketika kami bersama. Semua terasa lengkap" Riku kembali menghadapkan kepala padanya "Cobalah pisahkan kami. Sehari. Seminggu. Sebulan. Bertahun-tahun. Ikatan kuat itu akan tetap ada" Tantangnya. "Dan.."
Takamasa sudah mulai tidak nyaman dengan perkataan yang terlontar dari mulut Riku "Bukankah itu yang kau inginkan? Itu sebabnya kau mengangkat dua anak menjadi anakmu... Untuk mendapatkan sebuah keluarga?"
Takamasa menggeram "Aku mengangkat mereka hanya karena mereka memiliki potensi untuk membantu ambisiku!" Ia lalu menampar Riku kembali dengan punggung tangannya dan itu terasa 2x lebih menyakitkan. "Bukan untuk bermain rumah-rumahan!"
Riku hanya mengangkat kepalanya kembali setelah merima tamparan itu tanpa berkata sepatah kata apapun. Takamasa belum selesai dengan kalimatnya dan kembali berbicara "Tidak kah kau mengerti? Menjadi dekat dan terikat dengan orang lain hanya akan membuatmu menderita! Seperti halnya sekarang! Itulah yang aku coba jelaskan pada saudaramu! Jika mereka mengkhianatimu.. Hanya kau lah yang sakit.. " Katanya dengan nada lirih di ujung kalimatnya.
Riku mencoba membalas ucapannya dengan mulutnya yang bergetar. Dingin, lembab, sesak dan lelah membuat tubuhnya mengigil "Jika mereka mengkhianatiku.. Aku tidak akan membenci mereka" Takamasa mengangkat kepalanya yang tertunduk mendengar itu "Setidaknya... aku tidak melakukan hal yang sama. Bila suatu saat mereka kembali.. Aku dapat menerima mereka tanpa ada dendam"
Riku merasakan tangan Takamasa sedikit mencengkram bajunya."Dalam hubungan... Terkadang... Kata maaf adalah yang paling penting.. "
"Hah.. " Takamasa menggelengkan kepalanya "Kau benar-benar membuatku risih dengan jawabanmu" Ia lalu mengarahkan kamera lurus kearahnya "Aku punya pertanyaan" Katanya dengan cengiran lebar. "Siapa kakak yang kau maksud dari ceritamu itu?"
Riku menahan nafasnya sesaat setelah mendengar itu.
Ia tidak ingin membuat kakaknya terseret dalam berita ini lagi.
Keadaannya baru saja membaik setelah keecelakan itu.
"Kau juga yang meminta semua orang mengakui kalian kan? Aku memberikanmu kesempatan" Takamasa tersenyum sembari menaikan satu alisnya"Jika kau tidak jujur... Aku akan bermain denganmu sebentar lagi.. "
Riku menatapnya.
Keputusannya sudah bulat.
Ia tidak akan membuka mulutnya lagi.
"Hah... Lakukanlah.. Yang kau mau.. "
*Idol*
-00:30:36-
Raut wajah mereka kelewat berang.
Tangan mereka berubah putih karena kepalan yang kuat menahan rasa ingin memukul seseorang lebih dari apapun saat itu.
Makian juga cacian bergema di dalam ruangan.
Tidak ada lagi peran yang menenangkan orang lain. Kini semua gusar. Mereka tidak peduli lagi.
Mereka akan menghajar orang ini.
Hingga ia tidak dapat kembali membuka mulutnya.
"Banri-san" Tenn membuka mulutnya, helai poninya menutupi setengah rupanya "Masihkah kau tidak mengizinkan kami keluar dari sini?"
Banri melirik Tenn dengan ekspresi yang sama dengan yang lainnya. Kemarahan yang terpancar dari kedua matanya menjadi tanda bahwa keputusannya berubah saat itu "Tidak" Banri membenarkan posisi dasinya dan menariknya agar sejajar dengan kerah bajunya "Aku juga ingin menghajarnya"
"Perset*n dengan wartawan yang ada didepan dorm! Kami akan lewat dan berkeliling mencari Riku!"
"Dengan para penggemar kami yang sudah bersusah payah untuk menemukan lokasi yang mendekati dengan latar belakang dalam video, kami akan bergerak maju"
"Iya atau dengan tidak adanya polisi dan keamanan"
"Waktu.. "Banri membuka pintu yang sedari tadi dijaganya agar tak seorangpun keluar, kini ia adalah orang pertama yang melewati pintu tersebut "..berharga bagi kami"
"Ada beberapa lokasi yang diberikan" Momo mengalihkan perhatian mereka sebelum pintu dorm mereka terbuka "Haruskah kita bagi menjadi beberapa kelompok?"
Banri berpikir sesaat "Baiklah. Hanya satu pertanyaanku untuk kalian semua" Ia menghadap dan menatap mereka serius--lebih tepatnya kearah idol selain member idolish7 "Pekerjaan kalian adalah seorang idol. Tugas kalian menghibur khalayak dengan karya musik kalian dan dibalik pintu ini adalah... Orang-orang yang mungkin akan menjatuhkan imej kalian jika langkah yang kalian ambil salah. Mereka dapat menyebarkan berita apapun meski itu tidak ada faktanya" Banri menarik nafas dalam "Dan yang akan kalian lakukan saat ini, pasti akan menjadi berita besar. Beragam judul akan muncul di media masa, apakah kalian masih mau ikut dengan kami?"
"Akankah media masa menghentikan langkah kita untuk membantu seseorang? Setelah apa yang Riku-kun katakan kita adalah bagian dari keluarganya?" Yuki membalas pertanyaan Banri "Sudah terlambat untuk memikirkan imej" Ia tertawa kecil "Berikan apa yang mereka mau, buat seliar mungkin, kami tetap akan kembali dengan musik dan penggemar kami apapun yang terjadi"
Mereka semua saling beradu pandang dan mengangguk.
Banri tersenyum dan membuka pintu dibelakangnya.
Mendengar pintu terbuka.
Beberapa wartawa yang sedari tadi menunggu mereka, kembali berlari kearah mereka.
Kamera menyala, mic disodorkan kearah mereka, mata mereka sempat diterpa lighting tambahan.
Mereka bahkan tidak merasa tenar.
Mereka hanya merasa seperti binatang langka yang tengah menjadi pusat perhatian.
Banri dan Tsumugi mendorong dan menahan beberapa wartawan disekitar mereka untuk beberapa saat. Menciptakan jalan untuk para idol dapat lewat.
Banri bahkan merasakan seseorang tanpa sengaja mencakar wajahnya. Tsumugi merasa rambutnya dijambak dari belakang.
Separah itu kah?
Ya.
Mereka liar.
Haus akan berita.
Melihat ada celah para idol berlari ketiga arah yang berbeda.
Beberapa wartawanpun ikut berpencar mengikuti mereka.
*Momo-Ryuu-Mitsuki*
"Mereka gila! Mereka benar-benar mengejar kita!" Sahut Mitsuki menolehkan kepala kebelakang dan melihat beberapa wartawan lengkap dengan kamera terus mengambil gambar mereka.
"Mereka tidak peduli dengan privasi kita" Ryuu hanya berdecak kesal.
"Kita ke lokasi yang tidak jauh dari sini, ayo cepat! Aku tidak mau Riku menunggu terlalu lama!" Momo mempercepat langkah kakinya.
"Tunggu! Kalian bertiga! Apa begini cara idol bersikap?! " Teriak salah satu wartawan dibelakang mereka.
"Ya! kalian harus tahu tempat juga! Kami bekerja untuk menaikan popularitas kalian juga! "
"Berhenti untuk sebentar saja dan menjelaskan apa yang terjadi! "
Ketiga idol itu ingin sekali berteriak kearah mereka dan membekap mulut mereka kuat.
Tapi mereka tidak punya waktu untuk itu.
Waktu terus berjalan, tidak ada boleh yang terbuang.
*Yuki-Sougo-Gaku-Yamato*
"Tolonglah! Satu dua kata! "
"Kenapa kalian bisa bersama para idol dari beda grup! "
"Tidak bisakah kalian lebih menghargai pekerjaan kami?! "
"Ahh! Sialan mereka itu! Apa mereka tidak menonton videonya?! Mereka harusnya lebih mengerti situasi sekarang!" Teriak Yamato kesal sembari melompati palang jalan yang ada didepan mereka tanpa menghentikan langkahnya.
"Yamato-kun! Karena mereka mengerti betapa gentingnya keadaan saat ini, membuat media masa semakin gencar mencari informasi" Jelas Yuki sambil membenarkan ikatan rambutnya yang terlepas, rambut panjangnya akan mengurangi kecepatan larinya jika dibiarkan terurai.
"Ini bukan lagi pekerjaan bagi mereka, ini sebuah kompetisi, untuk mendapatkan informasi lebih awal! Harus kuakui pekerjaan ini cukup ekstrim! " Tambah Gaku sedikit terengah.
"Seharusnya aku membawa beberapa benda tajam dan melemparkannya kearah mereka.. " Gumam Sougo dengan mengepalkan tangannya.
"Sou.. " Yamato memanggilnya "..untuk sekarang aku tidak akan menahanmu"
*Tenn-Iori-Nagi-Tamaki*
"Sh*t! Mereka tidak menyerah! " Nagi berlari sekuat tenaga menghindari flash, juga pengambilan gambar yang ilegal oleh beberapa wartawan yang masih mengejar mereka.
"Bolehkah aku melempar mereka dengan batu?!" Tamaki memungut beberapa kerikil "Aku ingin sekali membuat mereka tidak sadarkan diri! "
"Yotsuba-san. Percayalah. Aku tidak akan menahanmu" Iori berlari menghindari mobil yang terpakir di ruas jalan "Tapi kau akan memperlambat langkahmu, jadi tolong urunkan niatmu"
Tamaki berdecak kesal.
"Aku benar-benar membenci wartawan. Walaupun aku menyukai pekerjaanku" Tenn tertawa penuh kebencian.
Dari arah samping Tenn, seorang wartawan berlari lebih cepat dari yang lain "Tenn-kun! Apa benar kembaran yang diceritakan oleh pria bertopeng itu adalah kau? " Tenn tidak menghiraukannya sedikit pun dan terus berlari, merasa tersinggung, wartawan tersebut menarik kerah bajunya, membuat tubuh Tenn tertarik kebelakang dan menubruk tubuhnya sebelum menyentuh aspal.
"Kujou--Tenn-san!"
"Tenten!"
Tenn meringis, tangannya sedikit tertekuk saat ia terjatuh, pergelangan tangannya tidak dapat digerakan dengan benar.
Wartawan itu hanya terus mengambil gambarnya, hingga ia merasakan seseorang menjeggal kakinya dan membuatnya terjatuh mencium aspal "Kau.. Memilih tim yang salah untuk dilawan" Kini wajah rupawan dari lelaki bersurai kuning itu sudah berubah. Ketampanannya tertutup amarahnya yang meluap. Tidak ada lagi senyum yang biasanya ia kenakan. "Go to hell, you psycho" Umpatnya sinis pada wartawan itu dan membopong Tenn kembali melangkah.
"Rokuya Nagi Idolish7! Aku akan membuat berita tentangmu! " Teriak wartawan itu kesal.
Tenn yang mendengar itu melirik Nagi "Maafkan aku.. Rokuya Nagi.. "
Nagi tersenyum kearahnya "Aku tidak merasa takut dengan orang rendahan sepertinya"
"Nagicchi.. "
"Rokuya-san.."
Kedua membernya hanya dapat menatapnya kagum "Baiklah minna-san. Kita akan mengecek lokasi dimana Riku berada"
Mereka bertiga menganggukan kepala setuju.
-00:23:30-
Touma mengacak rambutnya frustasi sembari melangkahkan kaki mengitari ruang di dalam dorm Zool.
"Touma. Dari pada kau membuang waktu dengan panik, lebih baik kau membantu mencari informasi tentang Nanase" Sahut Torao yang mengalihkan perhatiannya pada Touma sesaat, ia tengah membantu mengecek kemungkinan lokasi Riku berada, dari penggemarnya yang mengirimkan informasi ke official akun grup mereka.
Sesaat setelah mereka menonton video tersebut, member Zool menyebarkan berita untuk membantu menemukan center Idolish7 itu keseluruh akun official dan fanbase mereka.
Respon para penggemar sangat baik.
Zool menghargai usaha mereka untuk saling membantu penggemar Idolish7 yang kesusahan dalam mencari lokasi idol mereka.
"Ne... Waktunya tinggal 20 menit, apa kita dapat menemukan Riku?! "
"Touma! " Haruka melemparnya dengan bantal yang berada diatas sofa "Tenang dan berpikirlah! Cari lokasi yang mendekati latar belakang pengambilan video tadi! "
"Nanase-san... " Minami menatap layar laptopnya dengan detail, mencari kesamaan gedung tak terpakai pada lokasi yang diberikan dengan video "...bertahanlah" gumamnya, sedikit menyipitkan mata karena matanya sudah mulai hilang fokus.
"Kalian bagaimana bisa... " Touma menatap membernya tak percaya "..apa kalian melihat keadaan Riku?! Ia penuh luka! Penyakitnya kambuh! Bagaimana aku tidak panik?!"
Mereka bertiga mencoba untuk tidak menghiraukan kicauan Touma dan hanya fokus dengan hal yang mereka lakukan saat ini.
"Minna... " Minami mencoba mengalihkan perhatian mereka padanya "Satu orang penggemar.. Mengirimkan lokasi gedung kosong yang berada didekat apartemennya, ia kesana dengan penggemar Idolish7" Minami memutar laptop agar ketiga member lainnya dapat melihat layar.
"Ia bilang mereka pernah melakukan uji nyali di gedung itu dan.. " Minami mengklik salah satu gambar penggemar dan menjejerkannya dengan video yang tadi beredar "..ruang kursi ini.. Bukankah sama..?"
Bulu ketiga membernya bergidik.
Mereka menemukannya.
Lokasi Riku berada
"Rumah sakit tua"
"H-Hubungi yang lain sekarang!! " Touma berteriak kearah membernya. Sial. Jantungnya seakan ingin copot! Ia tidak suka ketegangan melawan waktu ini!
"Ahh!" Haruka menjatuhkan ponselnya karena panik, tangannya bergetar hebat.
"Apa yang kau lakukan! Waktu terus berjalan! " Torao mencoba menggapai ponsel Haruka yang terjatuh tapi ia terlalu lemas untuk berjalan karahnya.
"Kalian! Menyuruhku untuk tidak panik, tapi kalian bahkan lebih kacau dari aku!!"
"Kalian! " Teriak Minami "Diam! Duduk! Dan jangan lakukan apapaun!" Perintahnya "Aku yang akan membuat panggilan" Ia pun menghubungi seseorang "Rokuya-san.. "
-00:17:30-
"Kalian menemukan lokasi pasti Riku?!" Nagi berteriak dan menatap ketiga teman didepannya penuh harapan. "Bertemu kalian di persimpangan? Baiklah kami mengerti!" Nagi menutup sambungannya.
"Mereka menemukannya?? " Tenn bertanya dengan wajah tidak sabar "Ya, mereka menemukannya!"
"Arigatou! Zool!" Tamaki berteriak mengangkat tangannya ke udara. "Yotsuba-san! " Iori membekap mulutnya "Jika kau berisik, wartawan akan menemukan kita! Untuk apa kita bersembunyi di gang sempit seperti ini kalau begitu??"
Tamaki menganggukan kepala mengerti dan Iori melepaskan tangannya.
"Mereka sudah mengirimkan lokasi lewat rabbitchat kesemuanya" Tambah Nagi. "Mereka pasti akan segera menuju kesana"
"Kita juga jangan buang-buang waktu--"
"--Para idol berada disini! " Teriak salah satu wartawan yang melihat mereka bergerombol di gang sempit.
"Aaaaah!!!" Tamaki pada akhirnya berteriak sekeras yang ia bisa "Kalian semua menyebalkaaaaan!!! " Teriaknya semakin keras sambil berlari bersama yang lain.
"Apa yang kalian lakukan di gang sempit tadi?? "
"Apa kalian membuat sebuah pertukaran ilegal? "
"Apa kalian menggunakan obat-obatan terlarang? "
Mendengar itu Iori menghentikan langkahnya, menggapai sebuah tempat sampah didekat mereka dan melemparnya kearah wartawan, membuat mereka semua tertimbun didalamnya.
"Tetaplah disana bersama saudara kalian yang lainnya" Iori menatap mereka sinis "Dasar sampah"
Iori kembali berlari mengejar yang lain.
Tamaki mengacungkan jempolnya dan Nagi mengedipkan mata kearahnya.
Tenn berdengus "Kau cukup keren Izumi Iori. Aku salah menilaimu"Katanya sedikit tersenyum.
"Yah.. " Iori membalas senyum kecilnya "..harus ada seseorang yang melakukan itu sebelum mereka semakin berbicara bodoh"
-00:15:30-
Riku memandang langit-langit ruangan yang dipenuhi kerak dan jamur. Warnanya yang menghitam dan sedikit hijau karena lumut yang tumbuh disana menambah sesak yang dirasanya saat ini.
Sudah berapa lama ia disana?
Kapan mereka sampai?
Akankah mereka menemukan tempat ini?
Riku menutup matanya.
Mencoba merasakan kembali sensasi saat Takamasa benar-benar mencoba untuk bermain bersamanya.
Riku menghitung semuanya.
Tamparan yang berulang itu kini menyisakan lebam dikedua pipinya.
Jika bibirnya tertekuk sedikit saja, ia sudah meringis karena sakit.
Kaki yang sempat ditancapkan benda tajam diatasnya tadi.. Membentuk area biru kehitaman dan masih sangat basah. Benda itu ternyata merobek dan membelah dagingnya cukup dalam.
Riku bahkan tidak dapat merasakan kakinya lagi.
Kepalanya terasa berat, ia hanya ingin tidur.
Riku menegakan kepalanya lagi dan melirik kearah Takamasa yang sedari tadi berkutat dengan kameranya. Entah apa yang pria itu ingin lakukan lagi.
Riku melihat Takamasa mengeluarkan sebuah benda dari balik bajunya...
"Ya! Semuanya! Sebentar lagi sudah akhir dari inu!" Takamasa mengangkat kameranya "Jika kalian sudah menyadari bahwa kita tidak memilki banyak waktu yang tersisa... "Ia mengangkat benda itu dan menunjukannya pada kamera "Apakah ini? Yaaaa! Pistol! "
Riku hanya dapat mengkerutkan keningnya.
Ia terlalu lelah untuk berekspresi.
Atau bahkan berpura-pura terkejut
Yang paling mengejutkan adalah jalan hidupnya.
"Jika kalian tidak menemukannya sebentar lagi... " Takamasa mengarahkan mulut pistol itu pada kepala lelaki didepannya "...peluru ini akan menembus kepalanya"
Riku hanya meliriknya tanpa merespon ucapannya, suatu pertanyaan muncul dibenaknya "Hei. Ossan" Panggilnya
"Hum?" Takamasa meliriknya "Kau cukup berani memanggilku seperti itu" Ia lalu menaruh tangan disalah satu pipinya dan mengelusnya "Apakah sakit? Aku lupa kau idol. Semua bagian tubuhmu itu penting"
Riku berdengus" Itu tidak penting. Ada yang ingin aku tanyakan padamu"
"Oh?" Takamasa menyimpan pistolnya sesaat disela ikat pinggangnya. "Pertanyaan terakhir? " Ia berdiri dihadapan Riku dan memandangnya "Silahkan"
Riku menahan sakit pada tubuhnya, lalu ia membuka mulutnya "Kau.." dan sedikit meringis ketika kepalanya berputar, ia merasakan vertigo yang teramat parah "Apa yang sebenarnya aku lakukan padamu? " Takamasa mengkerutkan keningnya "Hingga kau berbuat sejauh ini?"
Takamasa diam untuk beberapa saat.
Mencerna ucapan lelaki dihadapannya.
Ia lalu berjalan lebih mendekati Riku. Berjongkok, mendongakan kepalanya dan menaruh tangannya diatas pahanya yang tadi tertusuk.
Mengelus lukanya, membuat Riku merapatkan bibirnya "Apa yang kau rasakan Nanase Riku?" Takamasa bertanya sembari menekan lukanya sedikit demi sedikit "Bukankah sakit?"
Riku hanya diam tidak menjawab.
"Itu yang aku rasakan selama bertahun-tahun" Takamasa menaruh sejenak kamera yang berada dalam genggamannya, memutar posisinya agar tidak mengarah pada mereka.
"Saudaramu.. Aku benar-benar sudah mencoba sebaik mungkin agar ia hanya melihat kearahku. Tapi dipikirannya hanya ada kau. Ia melakukan banyak hal untukmu. Menjadi idol untukmu. Meninggalkanmu juga untuk kebaikanmu. Pada awalnya aku tidak mementingkan kehadirannya... " Takamasa memegangi dadanya "..tapi ia terlalu sempurna. Ia mengikuti semua yang aku mau dengan baik. Aku bangga menjadikannya sebagai anak angkatku" Riku hanya menatapnya, dengan terus mencoba untuk fokus "Suatu ketika.. Aku hanya berbincang dengannya, lalu aku merasakan perasaan yang... hangat, jika bersamanya... Apakah ini? "
Takamasa mencengkram baju didepan dadanya "Rasa yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya, kami makan, pergi dan melakukan banyak hal bersama, hingga aku terbuai dan memanggil... Anakku" Ia memegangi kepalanya "Lalu kau tahu apa yang ia katakan? 'kau tidak akan pernah menjadi ayahku. Kita hanya sebatas partner yang saling menguntungkan' "
Riku mengkerutkan keningnya.
"Aku merasa dadaku bolong. Sejak saat itu aku tak memperdulikan perkataannya lagi. Selama ia tetap berada disampingku, kekosongan dalam dada ini tidak akan kembali lagi" Takamasa menekan luka Riku lebih keras, ia hampir berteriak "Akhir-akhir ini ia terus berbicara tentangmu. Ingin tinggal bersamamu, ingin makan bersamamu, ingin bernyanyi bersamamu, rasa takut yang menguliti diriku kembali lagi"
Riku mencoba mengatur pernafasannya yang semakin berat, menahan sakit lukanya dan sesak didadanya.
"Bagaimana bisa.. Aku yang merawatnya tapi yang ia pikirkan hanya kau...? Perasaan apa ini...? "
Riku membuka matanya yang tadi sempat tertutup.
"Kau kesepian" Jawab Riku dari selaan nafasnya "Jauh didalam lubuk hatimu, kau sudah menganggapnya anak"
"Aku memang mengangkatnya sebagai anak"
Riku menggelengkan kepalanya "Kau.. Ingin memilikinya seutuhnya sebagai anakmu seorang" Takamasa berdengus "Omong kosong apa ini, Nanase Riku? Aku? Menganggapnya anak...asli? " Takamasa tertawa kecil.
"Rasa takutmu hadir karena kau takut ditinggal olehnya dan kembali merasakan kesendirian dalam hidupmu" Riku menatapnya "Kujou Takamasa" Ia akhirnya menyebut namanya lengkap lantang "Ambisimu sebenarnya sudah lama mati bukan?"
Takamasa menatapnya tajam "Yang kau mau adalah.. Nanase Tenn yang akan selalu bersamamu sampai kapanpun" Riku tertawa kecil "Dan.. Kau kalah denganku.. Karena ia lebih memilihku.. "
Takamasa menggeram hebat "Kau...!" Ia mengambil pistol dan menodongkannya kearah Riku. "Jangan berbicara seperti kau tahu apa yang aku rasakan! "
"Aku tahu rasanya. Bagaimana ditinggal itu, melebihi yang kau rasakan" Riku menatap lantai yang tidak beraturan dan beralasan tanah itu "Tidak sepertiku.. Kau mungkin tidak memiliki cukup orang untuk disandarkan.. " Riku tertawa kecil dan mengingat wajah member dan teman-temannya "..dan kau merasa nyaman dengan Tenn-nii" Riku kembali menghadapnya, senyum kecil tumbuh diwajahnya "Kakakku itu.. seseorang yang dapat menangkap hati orang lain.. Ketika kau tertangkap, tidak ada jalan keluar" Riku menatapnya sendu "Kau hanya membutuhkan tempat bersandar.. Kau panik karena ada orang yang mengambil tempatmu"
Takamasa menggelengkan kepala "K-Kau salah!! Aku tidak pernah merasa begitu! Kau mengarang!"
"Mungkin.. Yang seharusnya ditolong bukan aku.. Tapi kau"
"Diam, Nanase Riku!! "Takamasa menaruh jari pada pelatuk pistol "Atau aku akan menembakmu!"
"Kau tidak akan bisa. Aku tahu itu" Riku menatapnya lurus "Setelah aku mendengar ceritamu, aku memahami cara pandangmu"
"K-Kenapa kau malah bersikap baik padaku?! " Takamasa berteriak "Bukankah kau seharusnya membenciku?!"
"Harusnya.. " Riku mengangkat bahunya "...tapi kau menghidupi kakakku selama bertahun-tahun, menjaganya, tumbuh bersamanya.. Seperti seorang ayah"
Takamasa menggeram kearahnya "Jangan bicara lagi! Aku akan menembakmu!! " Ia melangkah mundur, tak sengaja mengenai kamera yang tadi ia taruh di bawah, membuat posisi kamera menyorot gambar mereka berdua.
"Jika kau mau tembak" Riku tersenyum kearahnya "Tembaklah"
-00:06:30-
"Kalian! "
Member Zool dan beberapa idol berhasil sampai dalam waktu yang bersamaan pada tempat yang mereka janjikan.
"Kita tidak dapat menunggu yang lain!" Tenn mendorong semuanya "Posisi mereka terlalu jauh! Kita berlari duluan! "
Mereka pun berlari menuju lokasi yang dimaksud, melewati banguan tua yang tidak terpakai, daerah itu bahkan tertutup semak-semak tinggi dan ilalang.
Ditengah gelapnya malam mereka meraba-raba penglihatan mereka. "Hati-hati minna! Banyak pecahan kaca disini!" Sahut Torao yang berjalan dibarisan terdepan.
Jalan yang harus mereka lewati cukup terjal dan sulit. Daerah yang mereka kunjungi benar-benar sebuah area mati.
-00:04:30-
"Sebenarnya bekas area apa ini??" Tamaki berteriak sembari menghindari pecahan kaca, kaleng dan benda tajam lainnya yang berserakan.
"Jika kau menggunakannya untuk uji nyala, jelas ini sebuah area yang memiliki sejarah yang tidak begitu bagus" Minami menjawab pertanyaanya.
"U-Uji nyali?! "
"Bangunan yang akan kita masuki adalah sebuah rumah sakit yang sudah tidak terpakai" Touma menjelaskan lebih detail mengenai lokasi mereka.
"Riku... Mendengar itu sebuah bangunan tua.. Sesakit apa ia disana" Nagi melirikan matanya kearah yang lain dengan tatapan khawatir "Tidak mungkin udaranya bersih"
"Kita sedang berjuang untuk tahu keadaan Nanase-san, Rokuya-san" Iori melompati sebuah police line begitu mereka sampai didepan bangunan yang dimaksud.
"Bagaimana caranya orang itu berpikir untuk masuk kedalam sini?" Haruka bergidik seram "Ini benar-benar tempat uji nyali! "
"Jangan lupakan... " Tamaki menunjuk garis kuning yang berada didepan bangunan "...mereka punya garis ini. Sesuatu pernah terjadi disini"
"Ayo cepat! Kita harus segera masuk!" Touma berteriak panik mengingat waktu yang tersisa "Riku dalam bahaya! "
Tenn adalah orang pertama yang berlari masuk.
-00:03:15-
"Ini jauh lebih parah dari dugaanku.. " Haruka menghentikan langkahnya sesaat tubuhnya masuk kedalam bangunan, ia tidak ingin berada disana dalam waktu yang lama. "Nanase-san hampir dua jam berada di tempat ini?!"
(pinterest)
"Kemana kita harus pergi?? " Tanya Touma panik, mengitari tubuhnya sendiri, mengedarkan pandangannya kesegala arah.
"Apakah kita tidak bisa mengandalkan telepatimu? Kalian kan kembar--! "
Minami dan Haruka membekap mulut Torao bersamaan sembari melirik Tenn yang mengkerutkan keningnya kearah mereka.
"Tidak apa. Ingatanku sudah kembali"
"Souka"
"...."
"HEHHH?! " Teriak member Zool. "Syukurlah! " Touma memandangnya dengan haru "Riku tidak akan menderita lagi! "
"Nanase-san tetap akan menderita jika kita tidak segera menemukannya" Sahut Iori membuat Touma menutup mulutnya sendiri "Gomen!"
"Tidak bisa kah Kujo--Tenn-san? " Nagi menghadapnya "Gunakan hatimu, untuk menemukan Riku?"
Tenn mengigit ujung bibirnya.
Bagaimana bisa.. ?
Atau..
Mungkinkah..?
Tenn tiba-tiba saja menunjuk ke sisi kiri "Kita berlari kearah sini! "
-00:02:49-
"Menaiki tangga?!" Tamaki berteriak menatap tangga--yang mungkin bangunan tersebut memiliki 4 lantai "Tenten kau yakin?? "
Tenn tidak meresponnya dan terus berlari keatas.
"Cepatlah naik Yotsuba/Yotsuba-san! " Haruka dan Iori mendorongnya paksa, mereka berada dibarisan terakhir rombongan.
-00:01:20-
"Waaaa! Gerakan kaki kalian lebih cepat!" Touma menaiki hingga dua anak tangga sekaligus "Waktu kita semenit lagi! "
"Kita tidak akan tahu apa yang dilakukannya pada Riku, jika waktunya habis!! " Nagi menambah kecepatannya.
"Ayolah kaki! " Tamaki memukul kakinya yang sudah mati rasa. "Aku tau yang kau lalukan hanya berlari sedari tadi, berjuanglah demi Rikkun! "
"Ah! " Minami dan Torao jatuh tersungkur ketika kaki mereka menginjak lantai yang tak beraturan, Haruka dan Iori yang berada didepan mereka menolehkan kepala "Pergilah! " Teriak keduanya mengibaskan tangan pada dua anak sekolah didepan mereka.
-00:00:49-
Tenn berlari sekencang yang ia bisa.
Berusaha percaya pada kata hatinya.
Yang ia ingat adalah ruangan dimana kursi itu berada, langit-langitnya memiliki kaca transparan yang membiarkan cahaya masuk kedalamnya.
Dan.. Itu hanya ada di bagian teratas bangunan.
-00:00:30-
"Diujung sana!" Tenn menunjuk ruangan paling ujung lorong. Gelap, lembab dan sesak.
Ia bahkan tak dapat merasakan udara bersih lagi di sana.
-00:00:15-
Melewati satu ruangan lagi!
Mereka berlari secepat yang mereka bisa!
Iori hampir menginjak pecahan kaca jika Nagi tidak mendorongnya!
"Arigatou! Rokuya-san! "
"Yash! "
-00:00:05-
Tenn menggapai pintu ruangan dengan tergesa!
Tangannya bergetar hebat!
Pelipisnya sudah penuh akan keringat!
-00:00:03-
Tenn membuka pintu dengan lebar, membantingnya keras, membuat mereka semua masuk dan dapat melihat ruangan didalamnya.
-00:00:01-
Saat yang bersamaan mereka mendengar suara tembakan...
-00:00:00-
Takamasa menembak Riku.
Didepan mereka.
Didepan Tenn.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top