Bagian Tigapuluh Enam
Kepak Sayap Bang Ardan
Ajeng: kang bakso bawa HT~
Dea: bakso neng?
Puput: ninuninu
Dea: om telolet om
Ajeng: kaga nyambung anda @Dea
Sasa: jangan bawa2 politik, aku ga paham😫
Dea: xixixi maap tadi nemu baliho di jalan jd terinspirasi
Ajeng: kebayang dampingin bang ardan jd presiden adududuhhh gw pasti cangtip bgt jd ibu negara pake sanggul selendang kibassss tsahhhh 😍😍😍
Dea: monmaap gw bayangin lo mirip mimi peri pake daon pisang @Ajeng
Ajeng: NJIR DISAMAIN SAMA MIPER 😭
Ajeng: terjun bebas self esteem gw
Jessi: diri sendiri aja ga becus urus, mau urus negara😌
Dea: rakyatnya kek apa ya kalo kita duduk di pemerintahan?
Ajeng: wakanda poreperrrrr
Puput: minions
Jessi: gitu aja nanya, cukup ngaca aja wakwowkwowk
Eriska: ganti nama grupnya, gw ga mau dicyduk
Dea telah mengganti subjek dari "Kepak Sayap Bang Ardan" menjadi "Anunya Bang Ardan"
Eriska: lah gimana jadi ambigu bund😌
Dea: tapi suka kan? 😚
Ajeng: sukaaw
Jessi: feak
Puput: gantiii, otak gw kemana2 helppp
Sasa: anu di sini emg artinya apa?
Dea: dah dah, gw ganti, kasian sasa blm cukup umur
Sasa: aku udah mau 20 tauuu😕
Dea telah mengganti subjek dari "Anunya Bang Ardan" menjadi "Anunya Bang Ardan Tapi Bukan Itu"
Puput: apa bedanya bodong 😌
Sasa: buang aku dari grup ini. capeee 😭🙇♀️
Dea: nyuruh si, ogah jadinya
Ajeng: btw mantan tydac tau diri kapan pulang sih?
Dea: tauk, betah kali
Ajeng: ada rencana biar dia balik cepet?
Eriska: kalian sadar ga sih kalo ada yg lebih bahaya dari mantan?
Eriska: code blue code blue 🚑🚑🚑🚑🚑
Eriska: congek dicuekin lagi, dikira gw bercanda apa
Eriska: kalian sadar ga kalo diem2 Agni semakin di depan??
Dea: iklan honda sis?
Eriska: yamaha bodoh 😫👋
Dea: tapi di tempat gw semua motor disebut honda 😭
Eriska: 😭😭😭
Sasa: mbak agni habis ngapain?
Eriska: buka deh statusnya Jingga
Dea: cuma seblak aja heboh
Eriska: gini kalo balon tiup dikasih nyawa, slide berikutnyaaaa!!!
Dea: ITU KENAPA HUFTFFFFFF BANG ARDANKU FUFUFHFUFHH😭😭😭
Sasa: mereka jajan seblak bertiga 😫
Jessi: ga bisa dibiarin!!
Agni: enak seblaknya 👌
Ajeng: GA NANYA SUMPAH🙂
Dea: enak ya makan ardan sambil mantengin seblak😫😫😫
Agni: kenapa sih. ardan makan seblak pake sendok, bukan dikokop, ga perlu dipantengin jg. cara dia makan normal kebanyakan orang
Ajeng: wah gila mubazir bgt kesempatan elap elap kuah di bibir bang ardan
Dea: coba gw yg di sana😫😫
Jessi: udahlah. makan seafood rame2 aja kalah sm mantan
Sasa: mbak agniiiii 💔
Eriska: agni mah enak, punya orang dalem
Dea: sape
Ajeng: jingga😔
Puput: ogah ah baek2in jingga, anaknya nyolot
Dea: didit bisa digaet ga buat jadi orang dalem?
Jessi: jangan. gw takut lo pedopil
Dea: gw ga sehilang akal itu jamet 😭👋
***
"Ketawa kenapa?"
Agni menyelipkan rambut ke belakang telinga, mengangkat wajah dari ponsel. Menyudahi kekehannya dan berbalik ke Ardan. "Biasa."
Ardan menutup pintu garasi. Melihat Agni yang masih berdiri beberapa meter dari gerbang kos. Sembari melangkah mendekat, Ardan memasukkan tangan ke saku jaket. Menebak. "Mereka udah lihat statusnya Jingga?"
"Udah."
Kali ini bukan karena penasaran dengan nama grup. "Mau gue anterin ke depan pintu kamar, biar sekalian hebohnya?"
"Emang berani?"
"Berani." Ardan melempar balik. "Tapi emang lo mau?"
"Ya nggaklah. Serius amat."
"Buru masuk. Jangan lupa dikunci."
"Makasih seblaknya."
"Yang ngajak kan Jingga. Kalau gue yang nawarin mana lo mau."
"Nawarin ke yang mau-mau aja."
Ardan tersenyum, menghela napas. "Hmm, ya. Udah sana masuk."
"Lo aneh akhir-akhir ini."
Ardan menggaruk rambut dengan canggung. "Aneh gimana?"
"Nggak perlu buktiin apa-apa ke mantan. Lo tetap bisa bahagia meski masih sendiri dan belum nemu pengganti dia." Agni terlintas hal ini sepanjang jalan pulang.
"Lo salah paham kayaknya, Ni. Gue nggak sedang membuktikan apa-apa ke mantan."
"Nggak tahu kenapa gue merasa gitu."
"Perasaan lo aja itu."
"Kehadiran mantan mengusik nggak sih?"
Ardan mengernyitkan kening. "Mengusik yang gimana?"
"Pengin ngulang momen indah sama dia. Terlepas apa pun yang udah dia lakuin."
Ardan maju selangkah. Berhenti persis sejengkal di depan Agni. Tersenyum. "Mengulang momen indah nggak harus dengan orang yang sama, Agni. Sama kayak yang lo bilang tadi, kita nggak perlu nunjukin apa-apa ke orang lain. Kita sendiri yang tahu mana yang bisa bikin bahagia. Gue nggak apa-apa ketika dia udah bahagia sama orang lain sementara gue belum. Hidup kan bukan perlombaan. Sabrina di sini karena dia punya urusan, gue pun juga nggak membuka pintu lagi buat dia."
Agni menunduk. Merasa tidak enak. "Sori. Gue sok tahu. Nggak maksud buat campurin urusan pribadi lo dan mantan."
Perempuan ini ternyata mudah mengakui kesalahan, tidak sekeras kepala yang Ardan sangka. Menatap lembut kepala yang tertunduk itu. "Nggak apa-apa. Makasih perhatiannya. Gue sama Sabrina bener-bener udah selesai. Gue nggak marah. Cuma lurusin aja."
"Tapi pasti capek selalu disangkutin sama mantan." Agni tiba-tiba mendongak. "Iya, 'kan?"
Tatapan Ardan tetap sama. Tapi mana mungkin Agni sadar. "Capek nggak capek, dibikin santai aja. Masuk kuping kiri, keluar kanan. Kecuali mantan pindah ke planet Mars. Selama masih seplanet ya hidup rukun aja."
Agni meringis. Mengangguk pelan tanda pamit. Berbalik dan masuk ke kos tanpa menoleh lagi.
Ardan masih di sana selama beberapa saat. Nyengir sendiri seperti orang gila di bawah penerangan lampu. Baru sadar jika kesempatan untuk bertanya siapa 'My Love' terlewatkan hari ini. Tidak apa. Ardan bisa membujuk hatinya untuk menunggu.
***
"Hari ini Sabrina pulang ya, Dan?"
Selesai memanasi motor, Ardan bergabung di meja makan untuk sarapan. Baru duduk dan langsung ditanya begitu.
"Lusa, Ma. Kayaknya. Tapi nggak tahu juga ding."
"Oh, kirain hari ini."
"Emang kenapa, Ma?"
"Nggak apa-apa."
Tapi wajah Mama terlihat menyimpan apa-apa.
"Abang mau anter lagi ke stasiun?" tembak Jingga.
"Nggak tahu."
"Jawab yang jelas, Bang. Iya, iya. Nggak, nggak."
Ardan menatap Jingga. Kenapa pula abege satu ini?
Sambil sok melotot biar seram. "Aku nggak bolehin Abang anter dia ke stasiun."
"Terserah Abang dong, Jingga." Sukma menengahi. "Emang Abang bolehnya cuma nganter kamu jajan seblak?"
Kena sindir. Jingga langsung mengkerut diam.
Beda di rumah, beda di warung Mpok Jaenab. Tapi pertanyaan masih related.
"Nggak sarapan bareng mantan, Dan?" Kalimat sambutan ketika Ardan tiba di ambang pintu warteg. Ingin rasanya dia pulang saja.
"Ya ampun. Sarapan berdua sekali aja dibahas mulu, Mpok."
Emil membantu. "Dia ke sini mau nemenin aku sarapan, Mpok. Dalam hidup dia, aku memegang peranan penting. Nggak ada aku, hidupnya lurus aja."
Mpok Jaenab mengibaskan serbet ke udara. "Diem! Nggak ada yang nanya!" Kembali ke Ardan yang ingin memesan kopi tapi malah diinterogasi. "Mpok nggak setuju kamu balikan sama mantan ya, Dan. Kayak anak kos nggak ada yang berbobot aja. Kamu tinggal tunjuk, besok langsung nikah."
Ardan yang punya mantan, kenapa semua orang yang ribet sih?
"Dia udah punya inceran, Mpok. Tenang aja. Nanti tunggu aja tiap hari makan di mari berdua karena cuma itu doang bisanya ngahahahahaa." Emil terpingkal sambil memukul meja. Ardan membiarkan.
Ketika sudut matanya mengenali sosok yang mendekat ke warteg, Ardan segera menyingkir dari ambang pintu. Duduk di kursi panjang, membelakangi Emil dan memperhatikan Agni yang memilih lauk di etalase. Mpok Jaenab menunggu sambil mengelap piring lalu menyendokkan nasi.
Saat Agni bersiap menunjuk oseng mercon, Ardan refleks mencegah. "Masih pagi kali, Ni. Lo semalem makan seblaknya aja level 4. Masa paginya mau makan pedes lagi. Mpok, kasih dia lauk sayur yang nggak pedes."
Tiga orang sukses ternganga berkat kalimat Ardan yang tak biasa. Di saat Emil berusaha untuk menahan mulut rombengnya, eh yang punya rahasia malah show off begitu. Mau go public secepatnya? Emang yakin yang cewek mau? Paling-paling kalau jadi, bakalan backstreet mereka.
Nggak percaya? Mau taruhan dengan Emil?
"Yee, si Mpok malah bengong, Agni keburu telat kerjanya."
Agni malas berpikir macam-macam dengan tingkah aneh Ardan. "Nggak, Mpok. Oseng mercon aja sama mendoan."
"Kenapa sih. Gue bayarin."
Emil menimpali. "Tuh. Selamanya juga siap bayarin."
"Nggak." Agni tidak mau cari ribut. Dia hanya perlu sarapan cepat.
Ardan masih menatap piring Agni dengan tidak rela. Bukan soal Agni yang tidak mau menuruti sarannya, tapi perempuan itu makan pedas lagi. "Lo nggak punya maag, 'kan?"
Agni duduk di meja sebelah. Sebelum mulai makan, menjawab. "Nggak."
Agni terlihat baik-baik saja sih. Tidak seperti Jingga yang aslinya tidak bisa makan pedas tapi gaya-gayaan doyan banget. Emang jago makan pedas terlihat keren ya? Kalau begitu, Ardan yang tidak bisa makan terlalu pedas ini, masuk golongan mana? Cupu?
Di saat yang sama, Mpok Jaenab dan Emil saling melempar kode lewat mata. Ardan sadar tapi mengabaikan. Dia lebih sibuk memperhatikan gestur Agni yang lebih terburu dari biasanya. Ngeri keselek cabe.
Satu inisiatif melintas cepat di kepala Ardan. Dia gegas pulang, lupa niat dia untuk ngopi, dan kembali ke warteg membawa motor. Bertepatan dengan Agni yang selesai membayar.
"Ayo bareng gue."
"Jalan aja."
"Gue juga mau ke depan. Ayo."
"Ke mana?"
"Nggg—" Ardan lupa menyiapkan jawaban.
Agni mulai berjalan. Ardan menyusul dengan kecepatan pelan.
"Gue mau beli bensin." Lalu menunduk, menatap indikator bensin. Full. Ya udahlah ya. Namanya juga alasan ngarang.
"Ayo deh. Cepetan. Daripada lo ketinggalan bus. Kayak nggak pernah gue bonceng aja sih."
Kalimat terakhir sukses membuat Agni berubah pikiran. Dia naik ke boncengan dengan gaya menyamping padahal pakai celana panjang. Mungkin biar cepat kalau turun. Ardan juga tidak ribet.
"Lo pegangan di mana sih?"
Oh, tetap ribet seperti biasanya. Kadang Agni berpikir kalau Ardan memang memiliki jiwa emak-emak. Mulut siapa yang bilang kalau lelaki ini simpel?
"Pegang angin."
"Polisi tidur deket pos mayan tinggi tuh. Takutnya kalau pegang angin alias nggak pegang apa-apa, lo kejungkal."
Perempuan itu tidak menjawab tapi terasa sedikit sentuhan di pinggang Ardan. Sampai di polisi tidur, pegangan Agni menjadi erat. Ardan kebat-kebit menahan debaran jantung. Padahal mereka pernah lebih dari ini—maksudnya itu lho, yang hujan-hujan waktu Ardan beli kotak makanan.
Tiba di halte, Ardan menstandarkan motor, ikut turun.
"Makas—ngapain?!" Agni berjengit. Dirinya sudah turun, hendak bilang terima kasih, tapi justru mendapati Ardan meninggalkan motornya.
"Jam segini pom bensin penuh sama anak sekolah. Males antre." Bagus. Sudah jago bohong kamu, Dan. "Bus lo bukan yang barusan?"
Agni melihat jam di tangan. "Bukan."
"Hari ini lebih rapi, ada acara ya di tempat kerja?"
"Mau interview."
"Coba ngadep ke gue." Ketika terlihat Agni akan ngeyel, Ardan menambahkan. "Gue cek kerapihan lo. Penting."
Agni langsung menghadap ke Ardan.
Yes. Agni nurut. Mereka berdiri berhadapan. Ardan yang belum mandi dan Agni yang sudah rapi cantik.
"Lipstik lo waterproof ya?" Bukan maksud apa-apa, apalagi kurangajar. "Buat makan oseng mercon kok tahan dia."
Agni mengusap bibir dengan jari. "Tadi pake lipgloss aja."
"Wah. Merah alami dong?"
"Nggak tahu kecilnya gue dikasih apa. Tapi warna asli bibir gue begini."
Oke, cukup. Sebelum pikiran Ardan ke mana-mana, "Coba lihat gigi lo."
Agni menurut lagi. Tersenyum lebar yang menampilkan deretan giginya yang rapi.
"Ada cabe nyelip."
Dengan panik Agni mencari cermin kecil di tas. Mengaca dan seketika tangannya langsung menabok lengan Ardan. "Harusnya gue nggak percaya sama lo."
Ardan terkekeh. Kena tabok lagi, tapi tidak menghindar.
Tak berapa lama sebuah bus merapat. Agni membenarkan letak tali tote bag. Ardan menoleh, tangannya refleks mengambil tepian jaket di bahu Agni, merapikannya. "Good luck. Semoga keterima."
Agni mengangguk sekilas dan bergegas naik. Ardan tak melepas pandangan sampai Agni mendapat tempat duduk. Bahkan saat Agni naik ke bus barusan, mata Ardan memastikan langkah perempuan itu. Harusnya tidak perlu karena Agni mengenakan sepatu ber-hak sedang.
"Ulululuhh, dilepas dengan Bismillah nggak tadi?" Emil menyeberang ke halte. Sudah bisa menebak apa yang dilakukan Ardan.
"Ntar pas ngelamar pake Bismillah." Ardan siap berbalik.
"Eeeeh, mau ke mana? Gue belum dapet bus. Nggak ada niat mau anterin? Pabrik gue deket ini."
Seraya berjalan ke motor, Ardan dadah-dadah dengan wajah tidak berdosa.
"Sobat macam apa kau, Bangcad?!"
***
Preview next chapter:
"Ini cuma bad day, Ni, bukan bad life. Sedihnya jangan lama-lama ya."
Makasih banyak yg sudah sumbang ide buat nama grup. Lucu gilak semuanya. Jadi gak bisa milih😫😂🤣
Minggu/19.09.2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top