33 - Morax

"Apa perjalanannya masih jauh?" tanya Silvia.

"Lumayan, karena suku Morax berada dibukit-bukit." kata Laputa.

"Hah! Ada bukit? Bukannya seluruh kawasan hutan ini pohon Mangrove dan di bawah kita ada jurang laut?" ucap Lilith yang terkejut.

"Ada, tanah tinggi tempat mereka dibuat oleh seekor naga raksasa yang hidup berabad-abad." kata Laputa.

Sepertinya lawan kita memiliki peliharaan yang luar biasa. pikir Camelia yang sedikit tegang.

"Soal naga itu tenang saja, naga itu tidak pernah bangun setelah tidur 300 tahun yang lalu." kata Laputa.

"Mati kah? Lama betul tidurnya." ucap Silvia.

"Nanti kita lihat sendiri saja naganya. Aku juga penasaran dan belum pernah melihat naga sekuat itu." kata Laputa.

Mereka akhirnya berjalan dari satu barang pohon mangrove raksasa ke pohon mangrove yang lain, karena medan hutan yang Camelia hadapi bersama teman-temannya adalah berada di pepohonan tanpa dasar tanah.  Camelia menyuruh Lamur terbangnya bersama Phiter untuk melihat dari ketinggian, letak dari suku Morax. Pada akhirnya tinggal 2 km lagi mereka sampai.

Dari kejauhan Camelia dan yang lain melihat sebuah pagar kayu besar-besar yang menutupi seluruh kawasan suku Morax. Disitu Camelia mulai mengerti maksud Phiter dan Lemur dalam menggunaka cara mereka menyampaikan petunjuk, ditambah kekuatan dan kelincahan lemur terbang sangat berfungsi untuk mengintai musuh karena gerakan yang mengendap-endap di ranting-ranting pohon.

Neko tidak sengaja melihat lemur terbang milik Camelia sedang mengintai markas suku Morax.

Mereka datang untukku? batin Neko.

Pasukan suku Morax sangatlah banyak ketimbang suku Belberium, Camelia dan yang lain kini bersembunyi di semak-semak sambil menunggu pasukan Morax separuh ada yang pergi berburu.

"Kita serang dengan kekuatan penuh." ucap Camelia.

"Silvia dan Euphy bertugas melindungiku, sedangkan Lilith dan Laputa bertarung. Aku akan melepaskan ikatan Neko." ucap  Camelia.

Tiba-tiba pasukan suku Morax akhirnya berkurang, Lilith yang penasaran dengan daya bela diri suku Morax pun dia langsung menerjang begitu saja dengan senjata balencongnya yang sudah siap di kedua tangannya.

"Hiaaaahhh!" teriak Lilith.

Lilith langsung menumbangkan satu orang dengan sangat sadis. Akhirnya beberapa orang suku Morax terfokus kan ke Lilith, Laputa juga langsung keluar dari persembunyiannya dan membantu Lilith.

"Ayok! Sapa lagi yang mau lawan!" ucap Lilith memancing amarah suku Morax.

Suku Morax langsung Berbondong-bondong menyerang Lilith, sayangnya gerakan Lilith dalam  bela diri lebih hebat dan brutal. Lilith memanfaatkan ranting-ranting untuk pijakan dan salto sana sini.

"Hohooo sepertinya menyenangkan," ucap Silvia.

Silvia melempar gas air mata buatannya sendiri. Beberapa orang suku Morax justru ketakutan ketika berhadapan dengan Silvia. Euphy menggunakan pengendalian airnya untuk membuat orang suku Morax basah kuyup.

"Mari coba benih listrik milik Lilith." ucap Silvia yang memegang biji batu kecil dikasih oleh Lilith karena dia sudah memiliki peliharaan yang dapat mengeluarkan sumber listrik.

Setruman benih listrik bukan main, mereka kejang bukan main dan beberapa orang ada yang terjatuh ke bawah. Camelia kini buru-buru menuju Neko, tapi ternyata burung pelatuk Neko sudah duluan melepaskan ikatan Neko.

"Terimakasih sudah datang untukku." ucap Neko.

Lemur terbang datang ke Camelia sambil membawa tulang revolusioner milik Neko.

"Anak pintar," ucap Neko mengelus kepala lemur terbang.

"Rabbit?" Camelia dan Neko teringat sesuatu yang janggal.

Rabbit sedari tadi tidak terlihat di Pertempuran, sedangkan dia suka perkelahian, itu membuat Camelia dan Neko bingung. Disisi lain Rabbit menyiapkan pedangnya, dia langsung menghadap seseorang orang yang duduk bersilah dan menutup mata.

Rabbit langsung menerjang orang tersebut, namun tiba-tiba ranting kecil menjulur dari balik orang tersebut dan menyerang Rabbit. Secara mendadak Rabbit harus menangkis dan terpental. Kini Rabbit kembali bangkit, sosok kepala naga yang seluruhnya terbuat dari kayu memperlihatkan sosoknya.

Camelia dan Neko serta beberapa orang melihat naga kayu tersebut menampakkan diri membuat terkejut semua orang. Camelia dan Neko segera menyusul Rabbit. Saat sampai melihat Rabbit, ternyata Rabbit sedang diserang dengan daun-daun tajam yang melayang-layang.

"Kalian membangunkanku tanpa memberi apa-apa?" tanya seseorang yang duduk bersilah yang sudah membuka matanya.

Semua orang suku Morax langsung terduduk seperti menyembah. Camelia dan yang lain mematung terkejut. Kemudian seseorang yang bersilah tersebut memanggil Camelia untuk mendekatinya. Camelia pun mendekati tanpa rasa takut meski belakang orang itu naga raksasa.

"Apa yang anda inginkan dari kami?" tanya Camelia.

"Madu Blunectar, carikan untukku." jawab orang tersebut.

"Bukannya itu yang ada di daerah atas? Dan madu itu sudah dimakan binatang suci. Aku sendiri yang mengambilnya di sarang naga Letodir." kata Silvia lantang.

"Oh sarang lebah biru," Neko keingat saat bersama Silvia.

"Maksudmu binatang suci itu Zlatoneas, bukan?" ucap orang yang duduk bersilah.

Silvia mengangguk, Namun orang tersebut hanya tersenyum lebar.

"Madu itu di hutan ini banyak, silahkan cari dan ambil sepuasnya. Bawakan madu itu ke sini, maka kalian dan semua suku di hutan mangrove akan kembali damai." kata seseorang yang bersilah.

Camelia dan yang lain pun menyetujui permintaan orang tersebut, namun sebelum mereka berangkat—mereka meminta imbalan yang bisa dibuat petunjuk bagi kelompok Camelia.

"Kami ingin tahu dimana para arkeolog kristal tunggal sekarang dan bagaimana kami bisa menemukannya?" ucap Camelia.

"Itu mudah, selesaikan dulu misimu setelah itu akan aku beritahu semua tentang arkeolog-arkeolog yang akan kalian temui di perjalanan selanjutnya kalian." kata orang yang bersilah.

Camelia dan yang lain akhirnya berjalan kembali ke markas mereka, dan memulai mencari madu Blunectar.

"Lebih baik kita tidak berurusan dengan mereka, kita tidak tahu setelah kita mendapatkan madu itu." saran Neko.

"Benar kata Neko, mereka suku yang paling berbahaya di hutan mangrove ini." kata Laputa.

"Kita juga butuh tahu madu itu untuk apa, dan kita juga bisa membawanya untuk kita sendiri karena jumlahnya yang banyak kata orang yang bersilah, ditambah dia seorang peramal." kata Camelia.

"Aku ikut, aku sendiri penasaran dengan madu itu. Mungkin bisa menciptakan ramuan jenis baru." ucap Silvia.

Mereka pun berdiskusi di markas hingga panas siang mulai terasa, dan waktu mereka benar-benar mepet untuk mencari madu. Karena Camelia berniat ke sebuah kota selanjutnya ketika di hutan mangrove hanya untuk berlindung dari para bajak laut yang mengejar mereka kemarin.

Sebelum berangkat mencari, Camelia dan rombongannya dipanggil kepala suku Belberium. Mereka pun menemuinya.

"Apakah benar kalian ingin mencari Madu Blunectar?" tanya kepala suku.

"Benar. Kami akan mencarinya." ucap Camelia.

"Madu itu memang banyak dihutan ini, namun asal kalian tahu—madu itu dijaga oleh seekor naga yang memiliki kepala lima." kata kepala suku.

"Kami sudah biasa menghadapi para naga, ditambah itu permintaan yang menarik. Kami akan segera berangkat mencarinya." ucap Camelia.

"Tidak boleh, itu membahayakan kalian." ucap kepala suku dengan nada meninggi.

"Apa suku kalian sudah lumayan kuat untuk menghadapi pasukan Morax? Lebih baik kalian jaga diri, kami bukan orang biasa melainkan petualang yang bebas. Terimakasih atas tumpangan desanya dan menyelamatkan kami dari kejaran bajak laut kemarin." ucap Neko yang mengintimidasi seluruh ruangan di rumah kepala suku.

Akhirnya Camelia dan yang lain keluar dari hadapan kepala suku, kemudian berangkat mencari madu Blunectar.

Camelia dan kelompoknya berjalan lebih dalam masuk ke hutan mangrove, diperjalanan mereka juga tidak lupa meninggal tanda X agar tidak tersesat saat pulang ke markas mereka lagi.

"Apa kondisimu sudah membaik Neko?" tanya Lilith.

"Sudah, tapi aku tidak tahu Rabbit. Dia terlihat lemas ketika bertarung dengan seekor naga kayu." ucap Neko yang melihat Rabbit berjalan sambil sempoyongan.

"Sepertinya aku mencium bau buah yang manis dan segar," ucap Silvia.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top