4A : And it's Time

Kesunyian malam berhasil menuntun pikirannya untuk kembali pada masa lalu. Tentang keluarga kecil di dalam mimpinya dan pula tentang kepingan memori yang perlahan mulai membaik. Kev baru saja menyadari bahwa apa yang ia tahu selama ini ternyata salah.

Perlahan pula ia mulai mengingat kenangan manis dan pahit yang ia lewati bersama keluarga kecilnya. Kev adalah anak kecil dalam kolase itu, itu dirinya dan kedua orang tuanya. Benar, itu bukan hanya mimpi tapi sebuah ingatan yang sengaja mereka hapus.

"Ibu," gumamnya dengan pandangan yang masih tertuju pada kota di balik jendela kamarnya.

Pernak-pernik lampu mewarnai hampir seluruh kota di malam ini. Rasanya sangat tenang ketika melihat seluruh penduduk tak ada yang melakukan aktivitas malam. Seluruh kota dibuat teratur dan harus mematuhinya.

Tahu apa hukuman untuk pelanggaran? Mati atau pergi. Oh, jangan berpikir kota Haunelle itu sebagai kota yang bagus, tentram dan damai. Tapi memang benar, suasananya di sini sangat menyenangkan dan menenangkan. Namun, tidak dengan peraturan dan pemimpinnya.

Gya Haclyon adalah pemimpin terkejam yang pernah Kev ketahui setelah pemimpin perang dunia II, tebak saja siapa. Meski demikian, Kev tetaplah menjadi bagian mereka. Ia tentu tidak  akan pernah bisa keluar dari penjara ini, kecuali jika alat yang tertanam di tubuhnya itu berhasil ia lepaskan.

"Lepaskan."

Kev menatap jam yang ada di meja belakangnya, pukul 10 malam. Waktu yang benar-benar larut, biasanya beberapa detik lagi jam itu akan berbunyi untuk mengingatnya agar segera tidur.

"... memasuki jadwal tidur ..."

Benar, bukan? Kev yakin seluruh ruangan atau kita sebut saja bangsal di sini telah dilakukan sistem seperti ini. Mulai dari jadwal tidur, makan, tugas, aktivitas dan lain sebagainya. Semuanya telah di atur layaknya penghuni di sini itu seorang tahanan.

Hah, dari pada memikirkan hal itu, Kev memilih segera beranjak untuk menidurkan tubuhnya yang benar-benar lelah oleh waktu. Dibiarkannya otak itu menproyeksikan mimpi, mengatur ulang semua sarafnya yang lelah dan mengisi kembali setiap energi.

"Aku harus menemukanmu," lirihnya sebelum benar-benar terbawa oleh pesawat mimpi.

***

Seperti kegiatannya sehari-hari, Kev bangun, membersihkan diri dan bergegas menuju ruang makan bersama sahabat setianya, Sam. Yang bisa kita lihat, ruangan besar itu memiliki beberapa meja dan kursi yang sama-sama panjang, jadi memungkinkan untuk para anggota saling bersapa ketika makan.

"Hai, Lembek!" seru Nex saat Kev bersama Sam melewati meja si iblis itu. Sam sebagai seorang yang pengertian segera menahan Kev untuk tidak membuat kegaduhan kembali saat tawa orang-orang jahat itu terdengar meledak-ledak.

Meja paling ujung menjadi pilihan keduanya untuk duduk, mereka terdiam dan larut dengan sarapan masing-masing. Hingga Kev akhirnya menghentikan aktivitasnya dan menatap serius Sam yang ada di depannya. "Bagaimana pendapatmu jika aku menemukan keluargaku?"

"Apa?" Sam seketika menatapnya dengan sedikit terkejut, entah kenapa ada perasaan mengganjal saat Kev mengatakan hal itu. "Bagaimana bisa?"

"Bagaimana bisa? Maksudmu? Bahkan kalimatku masih terkesan kemungkinan, bukan kenyataan, Sam," terang Kev yang mencoba mencerna arah pembicaraan dari satu-satunya sahabatnya ini.

Sam terlihat sangat aneh, tapi lelaki itu berusaha menyebunyikannya dengan sangat baik. "Maksudku ... ya, itu masih kemungkinan. Kau belum mengingat mereka, Kev?" tanya lelaki bermanik biru tersebut.

"Jika aku menjawab ya. Apa yang akan kau lakukan?" tanya Kev yang terkesan sedikit dingin.

"Aku hanya menanyakannya," ucap Sam sembari melanjutkan aktivitasnya.

Lelaki berambut cokelat di depan Kev itu tampak hanya bisa diam, ia tidak lagi bisa mengucapkan apa pun untuk sesaat. Jika benar Kev mengingat kembali memori itu, maka Kev dalam keadaan yang berbahaya sekaligus menguntungkan. Sayang sekali, Sam tidak bisa menjelaskannya kepada sang sahabat.

Akhirnya keheningan di antara keduanya terpecahkan saat Sam bangkit dari duduknya. "Aku harus memulai pelatihan," ujarnya pada Kev. Jika pun Kev tidak menyetujuinya, Sam akan tetap pergi, bukan? Toh itu tugasnya dan bagus.

Ditatapnya kepergian sang sahabat dengan sorot kelabunya yang tajam. Sam memang termasuk dalam barisan, bahkan barisan utama. Lelaki itu memiliki potensi bagus dan sifat yang mudah bersosialisasi, ia dengan mudah bertemu orang-orang dan membuat mereka kagum. Itulah gambaran sosok Sam yang selalu membuat Kev sedikit iri.

"Aku tidak akan pernah melibatkanmu, Sam." Akhirnya Kev memilih beranjak dari tempatnya dan bergegas menuju ruang kendali sebelum Reo kembali menggerutu dengan pekerjaan tambahannya.

Pintu terbuka lebar saat langkahnya sampai di depan ruangan kerjanya, layar di depan sana menunjukkan aktivitas dari pesawat yang baru saja dikirim. Tunggu, dikirim? Kev mempercepat langkahnya dan menatap lebih dalam apa yang ia lihat.

"Apa yang mereka kirim?" tanya Kev pada Reo yang ada di sebelahnya. Sayangnya lelaki itu tidak menjawab ucapannya dengan baik, Reo hanya menatap sekilas ke arah Kev sebelum akhirnya kembali fokus pada pekerjaan.

"Apa yang mereka kirim, Reo?!" Kev meninggikan suara, yang mana membuat Reo seketika tersentak dan langsung berdiri menatap kedua manik Kev yang terlihat lebih dingin dan tajam dari hari-hari sebelumnya.

Reo terdiam sejenak sebelum akhirnya melepaskan alat di kedua telingannya. "Mereka mengirim pengawasan di seluruh wilayah," balas Reo pada akhirnya, Kev bernapas lega dan mengangguk.

Sempat saja Kev terpikirkan akan koloni di kota Crylic, entah kenapa kota itu berhasil membuatnya merasakan keanehan. Karena penasaran akhirnya Kev kembali membuka alat pendeteksi dan mencari kembali wilayah yang sempat ia temukan.

"Mereka masih berada di sana." 

Segera ia tutup kembali pencarian itu saat Reo berjalan melewatinya. Sungguh, Kev saat ini sangat sulit mempercayai Reo setelah ucapannya kemarin yang berhasil menganggu pikirannya.

"Kev, aku rasa kau harus mengecek kembali rekaman beberapa hari lalu, aku menemukan satu keanehan di dalamnya."

Reo memberikan benda kecil itu pada Kev. "Ada apa?" tanya Kev sembari mulai memutar ulang video di dalam rekaman. Kev memang lama tidak mengurus kembali jadwal malamnya setelah kejadian di malam Nex menghancurkan perisai dari ingatannya. 

"Aku menggantikan dirimu lebih dari 4 hari dan itu menyebalkan, kau tahu ...." 

Mengabaikan ucapan Reo, kini Kev masih berusaha fokus pada rekaman di depannya. Seekor burung hantu berjam-jam berdiri di depan gerbang utama dengan sebuah benda tidak ia ketahui berada tepat di depannya. "Apa maksudnya?" tanya Kev.

"I don't know. If I knew, I wouldn't have asked you, Kev."

Lelaki berambut hitam itu menatap kesal kearah Reo dan kembali mengamati hal aneh yang baru pertama kali ia lihat selama bekerja hampir 10 tahun lamanya. "Dan kau tidak membuka gerbangnya, Reo?"

Mendapat pertanyaan itu membuat Reo seketika menghampiri kembali atasannya itu dan untuk beberapa detik ia menujukkan raut kesal yang selalu ia tahan.


"Dengar, James memerintahkan untuk tidak membukanya. Bahkan kita tidak tahu apa isi di balik kotak itu, bisa jadi ada bom atau ... telur yang membawa virus?" Kali ini Kev tidak bisa beradu argumen dengan Reo tentunya. Itu benar, bahkan Kev tidak tahu apa isi di balik benda itu.

Tangan Kev terulur untuk menutup kembali laptopnya dan beranjak dari duduknya. "Aku harus memeriksa perlengkapan di bawah, awasi terus perkembangan di gerbang utama." Perintah itu seakan menjadi amanat untuk Reo.

***

Hari berganti malam ketika Kev terus saja sibuk menyiapkan pesawat khusus yang nantinya digunakan untuk mengangkut berbagai macam sumber daya alam yang dibutuhkan. Meskipun kota ini makmur, tetap saja kadang kala beberapa orang harus ditugaskan untuk mengambil beberapa keperluan seperti kayu, air dari lautan dan apa pun yang bisa digunakan untuk sumber energi.

Ada saat di mana Haunelle harus kehabisan energi secara mendadak setelah serangan beberapa hewan raksasa yang entah bagaimana mengetahui letak kota ini. Namun, untuk saja hewan itu berhasil di bunuh walau harus mengorbankan beberapa prajurit dan energi utama.

"Akhirnya!" seru Kev dengan senyum yang tercetak jelas di wajahnya, ia menatap sekitar dan berharap masih ada yang tersisa di tempat itu. Namun, yang ia temukan hanyalah satu orang dengan kaca matanya yang selalu setia.

"Hai, Kev." Itu Reo, dengan tampang santainya. Lelaki itu perlahan mendekat, mengulurkan secangkir kopi pada Kev dan duduk di sebelahnya. 

Kev sempat mengerutkan keningnya heran, rasanya tidak biasa jika Reo bersikap baik. "Ada tujuan di balik semua ini?" tanya Kev setelah menyeruput kopi itu dengan tenang. Lain hal dengan Reo yang justru tertawa mendengar pertanyaan aneh dari sosok di sampingnya ini.

"Bagaimana rasanya kehilangan, Kev?" tanya Reo dengan tiba-tiba. 

Tidak menjawab, Kev justru tersenyum, senyum yang masih menyebunyikan luka paling dalam. "Hal paling menyakitkan adalah kehilangan," balas Kev selang beberapa menit.

Reo menoleh, menepuk pelan pundak temannya itu dan ikut memberikan seulas senyumnya.

"I lost my sister," lirih Reo dengan menundukkan kepalanya, menyembunyikan kesedihan yang terasa jelas bagi Kev. "Sulit menerima kenyataan bahwa ia meninggal karena ulah mereka dan ulahku juga."

Kerutan samar terlihat di wajah Kev. "Maksudmu para anggota penyelamat di hari itu?" Pertanyaan itu jelas diangguki oleh Reo, walau bagaimana pun mereka tetaplah pembunuh secara tidak langsung.

"Hal yang sama mungkin terjadi pada ibuku," ucap Kev kemudian, ia menjedanya sejenak untuk menoleh kearah Reo. "Mereka bisa jika masih memiliki hati, tapi mereka tidak melakukannya," lanjut lelaki bermanik kelabu tersebut.

"Itu membuktikan mereka tidak memiliki hati," imbuh Reo, nada bicara lelaki itu terkesan sangat lirih dan dalam. Bahkan Kev merasakan perasaan kehilangan yang begitu mendalam di balik sifat menyebalkan Reo.

Tersadar akan apa yang ia lakukan, sebelum air matanya menetes, Reo menoleh. "Sial! Aku harus kembali, Kev." Lelaki berkaca mata itu bangkit dari duduknya dan menatap sekilas Kev yang masih nyaman di posisinya bersama secangkir kopi hitamnya. "Sebentar lagi makan malam, atau kau akan kehilangan makanan untuk kesekian kalinya."

Kepergian Reo menyisakan kesunyian yang langsung menyelimuti Kev. Namun, akhirnya lelaki bermanik abu itu memilih untuk beranjak dari tempatnya dan bergegas membersihkan diri sebelum menuju aula utama untuk menyantap makan malam.

Merasa telah bersih dan siap, kini lelaki muda berusia 25 tahun itu segera menuju aula utama. Benar saja dugaan Kev, makan malam bahkan telah dimulai beberapa menit sebelum ia tiba. "Huh, untung saja aku tidak kehilanganmu," ucap Kev pada makanan yang sekarang ia bawa.

"Kev!" panggil seseorang dari meja di sebelah kirinya, Kev menghentikan langkahnya saat melihat dua sosok yang ia kenal, Ava dan Sam.

"Hai, Ava." Lelaki itu menghampirinya dan duduk berhadapan dengan dua sosok itu. "Sam."

Merasa terpanggil, Sam pun menoleh. "Hei, Kev! Maaf jika aku tidak menjemputmu." Mendengar itu Kev hanya terkekeh dan melirik ke arah Ava yang ia tahu alasan dibalik ucapan Sam.

Pada akhirnya malam itu dimanfaatkan Kev untuk bercanda dan bercerita dengan dua orang yang menjadi teman baik dalam hidupnya. Sam itu lelaki baik yang suka melontarkan lelucon, sedangkan Ava lebih memiliki sifat kaku, tapi diam-diam dia sangat perhatian.

Kev? Ia lebih pada sifat netral yang tak menentu, lelaki itu cenderung menyesuaikan. Kadang kala ia bersifat serius, tapi kadang juga ada saat di mana ia sering membuat orang lain tertawa sekaligus kesal.

"Selamat malam, Kev!"

Sam melambaikan tangan ke arah Kev dengan begitu semangat, lain hal dengan Ava yang hanya memberikan senyum tipis. Ketiganya memilih untuk berpisah saat Kev berkata harus melakukan tugasnya lebih awal sesuai ketentuan baru dari Gya Halcyon.

Seperti biasa, Kev menuju tempat duduknya, menjalankan laptopnya dan melihat lihat rekaman yang kemudian ia simpan ke dalam memori berukuran kecil. "Mudah, sangat mudah pekerjaanmu, Kev," gumamnya pada diri sendiri.

Dirasa pekerjaan telah selesai, lelaki bermanik kelabu itu segera mengirim memori kecil tadi pada kotak pengatar cepat dan beranjak pergi. Namun, pikirannya seketika mengganjal ketika menyadari jika alat komunikasi di ruangan itu masih menyala. "Kau sangat ceroboh, Reo!" 

Kev mengulurkan tangannya hendak mematikan alat itu sebelum sebuah suara mulai terdengar dari sana. Lelaki itu sempat terdiam dan berusaha menangkap suara yang ia dengarkan. 

"... Crylic ..."

"Siapa pun ... kami membutuhkan bantuan ...." 

Kev mengerutkan keningnya, suara itu sangat tidak asing di telinganya. Bahkan, menurut Kev, suara itu seakan pernah menjadi bagian dari hidupnya. Rasa penasaran menggerakkannya untuk menangkap lebih bantuan yang mereka butuhkan.

Tombol di sebelahnya ia tekan untuk mengunci pintu utama setelah mendengar kata Crylic, yang mana Kev tahu jika di sanalah satu satunya koloni yang masih hidup. "Hallo?" Kev memperbaiki jaringannya yang sedikit buruk dan memperhalus suara dari satu-satunya alat komunikasi yang ada.

"Dengarkan aku, apakah kau bagian dari koloni yang berada di Crylic?" tanya Kev kemudian. Beberapa saat alat itu hening, sampai perlahan suara berisik terdengar dari balik sana.

"Ya ... ya! Kami membutuhkan bantuan, mereka mulai mendeteksi keberadaan kami."

Lelaki berambut hitam itu mengerutkan dahinya dan membuka peta yang berada di belakangnya. "Siapa?" tanya Kev sembari mengamati jarak antara Haunelle dan Crylic.

"Para hewan raksasa itu."

Ucapan dari seberang sana berhasil membuat Kev seketika membeku di tempat. "Baik, kami akan berusaha mengirimkan bantuan padamu. Berapa lama waktu yang bisa kau berikan untuk menahan serangan mereka?" 

"2 minggu lebih cepat, itu kemungkinan besar."

"Adakah tempat pelindung utama di sana? Semacam tempat darurat?" tanya si lelaki bermanik kelabu itu, dirinya saat ini berusaha menjadi penyelamat yang baik.

"Ya, ada. Hanya kemungkinan kecil bisa selamat untuk bersembunyi di sana."

Kev memikirkan kembali keputusannya. "Baik, kau pasti bisa. Kami akan segera menolong." Kev hendak mematikan alat komunikasi itu sebelum suara dari seberang sana mengucapkan sebuah kata yang berhasil membuatnya seketika membeku di tempat untuk kedua kalinya.

"Alaska. Selene. Globe."

Deg! Lelaki berambut hitam itu terdiam sejenak. "Maaf?" tanyanya dengan perasaan aneh yang mulai menghanyutkan pikiran dan hatinya.

Orang di seberang sana hanya tertawa kecil dan menjawab dengan pelan.

"Itu mantra kecil putraku, kau tinggal di Haunelle, seharusnya kau berada di fase yang sama dengannya." 

"Aku seperti pernah mendengarnya, tapi ... entahlah aku tak ingat, lupakan!" balas Kev sesaat setelah sosok di balik sana membalas pertanyaannya.

"Hahaha ... kupikir kau dia. Karena suaramu mengingatkanku dengannya."

"Bagaimana jika aku ... jika aku adalah dia?"

Keadaan mendadak senyap, keheningan itu mulai memecah rasa haru antara kedua orang yang terpisah oleh jarak dan segalanya. Kev menahan segala perasaan yang hampir membuatnya meneteskan air matanya. Begitu pula dengan wanita di balik telepon, air matanya bahkan tidak henti hentinya menetes.

"Aku tidak bisa mengucapkan apa pun ketika mendengar suaramu, aku sangat merindukan dirimu, sungguh ...."

"Bahkan setiap detik bergulir, setiap detik itu juga rasa rinduku tetap berjalan." 

"Aku harap itu dirimu," ujar Kev, "Aku akan datang untukmu."

~

"Hati seorang ibu adalah ruang kelas tempat anaknya belajar."

–Henry Ward Beecher

~

ARCANE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top