35N : No Way Home
Perjalanan yang mereka lewati memakan waktu yang cukup lama, melewati tempat-tempat baru yang tidak pernah mereka lewati sebelumnya. Mungkin saja peta Kev kali ini cukup berguna sebagai petunjuk jalan, walau tidak sepenuhnya bisa dilihat.
"Bagaimana bisa kau melakukan pekerjaan itu?" tanya gadis berambut merah yang di sampingnya duduk seorang Kev.
Kedua orang itu memilih duduk berdampingan kala Kev menyadari hubungan dirinya dengan Lada yang terasa jauh. Kev pun tidak ingin disebut sebagai lelaki yang hanya membutuhkan bantuan di kala susah, oleh sebab itu ia merasa bersalah.
"Cukup mudah, aku biasa melakukannya di Haunelle, memperbaiki seluruh sistem dan hidup bersamanya sepanjang waktu."
Lada tersenyum. "Pasti menyenangkan bisa tinggal di sana, tempat yang terasa aman dan nyaman," ujarnya sembari sekadar menatap manik kelabu milik Kev.
"Tempat itu memang bagus, tapi aku tidak yakin akan nyaman di sana. Bahkan jika dipikir-pikir, aku tidak ingin kembali ke sana," ucap lelaki bermanik kelabu tersebut.
"Tapi kita harus kembali, bukan?"
Kev memikirkan sejenak ucapan itu, memang benar ucapan Lada tentang harus kembali ke sana. Dia masih memiliki tanggung jawab akan keselamatan Tey, terlebih sampai saat ini tidak ada tanda-tanda yang pasti akan pergerakan pasukan Haunelle.
"Aku heran, mengapa mereka tidak memberikan tawaran?" Lada masih diam. "Ya, maksudku seperti ... ada tawanan dan ada tebusan, aku biasa melihat hal itu di film-film maupun novel."
Gadis bersurai merah itu hanya membalas dengan sebuah tatapan, baru kemudian mulai membuka suara. "Mungkin belum saatnya, atau memang kau harus dipancing untuk ke sana."
"Tapi akan lebih membahayakan jika mereka menyerang kita di Ravoryd."
Lada mengangguki ucapan Kev. "Dan itu yang sedari tadi ada dipikiranku, Kev."
"Kita bisa pikirkan ini nanti. Aku dengar-dengar mereka memiliki persenjataan dan alat yang lengkap sama halnya milik Haunelle," terang si lelaki. Keduanya pun kembali hening setelah ucapan terakhir Kev.
Sampai akhirnya, truk yang mereka tumpangi pun berhenti. Kev yang menyadari itu tampak heran, ia menatap sekeliling. "Ah, tidak terasa tempat ini akan berubah total," lirihnya kala melihat gerbang utama Revers yang telah hancur.
Sekitar 5 truk mini yang membawa mereka pun kini memasuki area penyambutan tempat di mana Kev pertama kali mengetahui nama Lada. Setelah dirasa aman, orang-orang sekiranya turun, menapakkan kaki di tanah desa yang hancur.
Saat Lada turun, pria yang menjabat sebagai pemimpin Crylic itu menghentikan langkahnya dan menarik Lada dengan kasar. Ia menjauhkan si gadis dari beberapa pemburu lain, terutama Kev.
"Mengapa aku baru tahu jika tempat ini hancur?" tanya Elmer, manik tajamnya menatap ke arah Lada untuk meminta penjelasan lebih lanjut.
Si gadis pun sempat membisu. "Serangan Sang Maut, terakhir kali mereka menyerbu tempat ini."
"Mengapa aku baru mendengar hal ini?"
Lada menghela napas. "Aku tidak tahu, aku pikir ini hal yang tidak penting untukmu. Lagi pula itu telah berlalu beberapa hari, atau bahkan minggu lalu," jelas si gadis berambut merah itu sembari menatap bekas reruntuhan di sekitarnya.
Elmer mendekat, pandangannya yang menyorot bagaikan elang itu menjadi hal paling ditakuti. "Dia bisa saja masih berada di sini. Kau sangat membahayakan kita semua, Lada!" bisik Elmer dengan nada masih memiliki intonasi tajam.
Si gadis membuka mulut tidak percaya, ia membalas tatapan itu dengan lebih tajam, tidak ingin ada kekalahan yang ia terima. "Terkadang sesuatu yang ingin dicapai membutuhkan tantangan serta resiko," ucapnya dengan menekankan setiap kata yang terucap.
Kev yang sedari tadi mencari sinyal, kini tampak mengerutkan kening heran kala melihat Lada dan Elmer yang dipastikan terlibat perdebatan sengit. Lelaki itu dengan segera menghampiri mereka. "Hei, hei! Ayo, kita harus melihat-lihat sekitar dan mencari sesuatu yang bisa dipakai."
Pria berambut hitam yang tengah diikat itu menoleh sekilas, kemudian kembali menatap Lada, seolah memberikan penyataan jika gadis itu harus mempertanggungjawabkan jika terjadi apa-apa.
"Ayo, Elmer! Kau bisa menemukan senjata yang layak, biasanya mereka meletakkan di gudang utama," ujar Kev yang mencoba mencairkan suasana.
Kev menarik tangan Lada, membawanya ke bagian menara. Selain menjauhkan dari sosok Elmer, dia memang berniat bertanya di mana pintu masuk utama untuk mencapai bagian atas.
Kedua manusia itu berhasil mencapai pintu utama yang tertutup, bagunan yang tampak besar dengan model yang mendekati modern itu cukup menarik. Si gadis yang tahu betul akan bagunan itu pun menatap sejenak bagian atas hingga bawah.
"Ini terasa aneh," gumamnya.
"Mungkin iya, kembali ke rumah."
Keduanya saling menatap. "Aku tidak memiliki jalan untuk pulang," ujar Lada yang kemudian berlalu pergi, memulai langkah terlebih dahulu untuk memasuki bangunan yang cukup megah itu.
Pada akhirnya mereka berdua benar-benar memasuki gedung itu, dengan beberapa teman lain seperti Claudia dan Arion. Elmer memilih menetap di bawah sebagai bentuk siaga jikalau bencana yang tidak diharapkan datang. Sedangkan Alvin dan Fei menjaga di lantai pertama.
"Gedung ini tidak hancur?" tanya Kev di tengah langkah mereka, kerutan jelas tertampak di dahinya. Lada pun dibuat demikian, ia bahkan sempat berpikir menara akan hancur karena serbuan Sang Maut.
"Aku juga berpikir demikian," ujarnya.
Keempat orang itu menyusuri lorong panjang yang menghubungkan ruang satu ke yang lain. Tempat itu sangat bersih dan rapi, bahkan lampu di setiap ruangan tampak menyala dan menunjukkan isi dari setiap sudutnya.
"Ke kanan, kita harus naikki tangga," perintah si gadis berambut merah itu sembari menunjuk ke arah persimpangan jalan. Mereka semua menuruti perintah Lada dan segera menaiki tangga yang menghubungkan lantai ini dengan bagian atas.
Sama seperti sebelumnya, lorong panjang dengan ruang-ruang informasi ada di sana. Lada yang tampak paham tempat ini pun menghentikan langkah tepat di sebuah ruang berpintu yang berada di ujung.
"Satu-satunya tempat yang bisa membantu kita ada di depan sana," ujar si gadis sembari memberikan kode pada ketiga orang di belakangnya.
Paham, segera Kev memasuki ruangan itu. Manik kelabunya menyusuri setiap jengkal dari bagian di dalam ruang. Ruangan itu sedikit mirip dengan tempatnya bekerja dahulu, dengan berbagai alat elektronik tentunya, tapi yang membedakan, alat-alat di sana memanfaatkan barang apa adanya.
"Aku baru pertama kali memasuki ruangan ini," ucap si gadis. Ia menyusuri ruangan itu, tanganya bersentuhan langsung dengan setiap benda yang terasa dingin dan cukup usang.
"Selama ini kau di mana, Lada?" tanya Claudia yang dari belakang.
Lada menghentikan langkahnya, menatap area yang asing di matanya. "Aku bekerja untuk mereka, mencari berbagai macam sumber daya," ujarnya, "Dan aku tidak pernah masuk sampai ke bagian ini."
Claudia memperhatikan dengan serius gadis yang masih melihat-lihat sekelilingnya. "Mereka secara perlahan menghapusku dalam daftar kepemimpinan," lanjutnya lagi.
"Kau pernah memiliki masalah dengan pemimpin di sini? Maksudku sampai perlakuan mereka yang seperti itu." Lada termenung sejenak, mengingat kembali penyebab dirinya yang selalu terasingkan.
"Aku tidak pernah berbuat masalah. Aku bahkan berusaha melindungi mereka, selalu menjadi bagian terdepan agar mereka selalu aman," jelas gadis berambut merah tersebut, kini fokusnya pada sebuah alat yang tampak terlepas paksa. Pandangannya tertuju pada Claudia yang berada di sampingnya. "Aku yakin ada alat yang dilepas paksa," ungkapnya. Tangan itu terulur, menerawang sisa-sisa kabel yang tampak menyalurkan energi.
"Bagaimana bisa? Aku tidak melihat satu orang pun di sekitar sini," ujar Claudia yang tampak membalas.
"Itu dia. Bahkan kami tidak sempat bersiap untuk melawan mereka, jadi tempat ini harusnya hancur dan dibiarkan apa adanya." Lada seakan mengetahui satu hal yang aneh. "Kemungkinan besar ada yang masih berada di sini."
"Apakah penduduk Revers benar-benar meninggal semua? Atau memang sebagian dari mereka melarikan diri dan pergi ke bagian lain?"
Si gadis menggelengkan kepalanya, ia juga tidak terlalu tahu akan hal itu. Karena dirinya sendiri tidak sempat berada di tempat ini sampai akhir dari peperangan. "Aku tidak berada di sini sampai mereka benar-benar pergi."
"Baiklah, lupakan itu. Mungkin memang ada yang mengambilnya, kita tidak tahu benda apa itu." Claudia kemudian beralih pada putranya yang sibuk mengoperasikan alat komunikasi. "Bagaimana, Kev?"
Si lelaki sempat menatap sekilas, kemudian menghembuskan nafas gusar. "Aku mendapatkannya, tapi tidak terlalu kuat. Sinyalnya terlalu lemah," terangnya sembari menunjukkan benda yang ia bawa.
"Coba kau pusatkan ke arah yang menjadi tujuan. Maksudku Ravoryd berada di timur, kau harus menghadap timur," jelas si wanita dengan tidak yakin.
"Apakah cara itu berhasil?" tanya Kev yang sedikit mempertanyakan pasal hal yang belum pernah ia lakukan selama melakukan komunikasi melalui alat.
"Aku sebenarnya tidak yakin, tapi itu patut dicoba, karena aku sempat berhasil saat menghubungimu." Kev pun mulai mencari tempat, menghadap ke arah yang ditunjukkan Ibunya dan mencoba kembali memutar saluran hingga mencapai titik bersih.
"Ha-hallo ...."
Kev yang mendengar itu pun seketika tersenyum dan bergegas mengangkatnya. "Hallo, kau dengar aku. Ini Kev!"
Hening. Tempat itu sunyi dalam sekejap, tidak ada tanda-tanda suara dari alat komunikasi. Kev memutar kemari, mengarahkan antena yang panjang itu agar bisa digunakan. "Hallo! Kau bisa dengar aku?!"
"Hallo, ini Kev! Bagian komunikasi di Haunelle," ucap lelaki berambut hitam itu sembari terus berusaha, ia sangat mengharapkan benda itu berfungsi walau sekali atau dua kali.
"Ini mungkin membutuhkan waktu," sahut Arion yang tengah duduk di salah satu kursi, lelaki itu menyibukkan diri dengan terus menatap benda-benda unik di depannya.
Kev adalah orang yang tidak mudah menyerah, ia kembali menyalakannya, berputar-putar dari tempat satu ke tempat lain hanya untuk mempermudah komunikasi mereka. "Hallo! Dengar, aku hanya ingin meminta tolong pada kalian, aku membutuhkan pesawat untuk membawa warga Crylic."
Bermenit-menit bahkan jam bergulir, Kev berkali-kali menghela napas pasrah. "Kita coba di tempat lain," ujar Lada. Mereka pun mengangguk bersamaan, kecuali Kev yang dengan berat hati setuju untuk beranjak dari sana.
Namun, ketika mereka hendak melangkah pergi, sebuah suara yang mengerikan terdengar. Mereka menghentikan langkah mendadak, mematung dalam kesunyian yang menyelimuti dan pandangan yang saling bertaut.
"Mereka masih ada di sekitar sini?" tanya Kev.
Lada menggeleng pelan, mencoba meyakinkan akan hal bodoh itu. "Tidak, tidak. Aku tidak ingin mereka kembali," ungkapnya. Bagaimana pun setiap suara dan wujud mereka selalu saja membuat Lada teringat kenangan pahit di sini.
Entah mengapa suara itu semakin terdengar sangat jelas, Arion yang penasaran pun segera menggapai bagian sisi gedung, melihat ke bawah sana suasana yang sangat kacau. "Dia benar-benar datang," ujar Arion.
"Kita harus keluar sekarang!" perintah Claudia yang dilanda kepanikan akan kedatangan hewan tidak disangka-sangka itu.
Sebelum mereka sempat pergi, benda di tangan Kev itu mendadak berfungsi. Lelaki bermanik kelabu yang mendengar adanya koneksi dari mereka pun segera mencari tempat yang sekiranya terjauh dari gangguan benda lain.
"Hallo, kau dengan aku?"
"Ya-ya! Kami bisa mendengarmu."
Kev tersenyum penuh kebangaan. "Aku Kev, jika kau ingat kita berbagi informasi rahasia beberapa bulan lalu," ucap Kev sebagai penanda akan dirinya.
"Oh, kau! Ya, tentu aku ingat dengan kunci Haunelle."
Lelaki bermanik kelabu itu pun mendongak, menatap tiga orang yang sedari tadi menyimak percakapan mereka. "Aku membutuhkan bantuan kalian," ujar Kev yang mulai mengutarakan niat awal dari koneksi ini. "Apakah kalian memiliki pesawat untuk menjemput kami? Kami mendapatkan serangan dari beberapa hewan di sini."
"Kami? Maksudmu Haunelle? Maaf, aku tidak bisa membantu warga Haunelle."
Kev menggeleng, kemudian teringat hal sia-sia itu. "Tidak-tidak. Aku bersama para penduduk dari Crylic, aku tidak ada hubungan lagi dengan Haunelle," terang lelaki itu sembari meyakinkan agar mereka percaya.
"Crylic? Jadi bagian itu masih ada?"
"Tentu saja." Lada yang ada di sebelahnya pun segera memberikan kode akan situasi yang mereka hadapi saat ini. Tidak ada yang lebih mengerikan di tengah keadaan genting di bawah sana.
"Baiklah, aku tidak memiliki waktu lagi. Kau bisa menemukan wilayah Revers di radar, kami ada di sana," ujar Kev yang hendak menutup pembicaraan itu.
"Oke, laporanmu kami terima. Kami akan berusaha mengirimkan pesawat ke sana, bertahanlah!"
Kev langsung bernapas lega, ia menutup kembali alat komunikasi yang berhasil menyala itu dan memasukkan kembali ke dalam tas. "Bagaimana sekarang?" tanya si lelaki pada ketiga orang di hadapannya.
"Kita ke bawah! Memastikan orang-orang baik-baik saja!"
Segera tanpa pikir panjang mereka beranjak, berlarian di tengah koridor gedung dan menuruni tangga dengan sedikit cepat. Di lantai itu mereka secara tidak sengaja bertabrakan dengan dua orang yang sama-sama panik.
"Kita diserang!" panik Fei.
"Di mana Elmer?" tanya Claudia.
"Mereka ada di bawah sana, menjaga yang lain," balas Alvin yang langsung diangguki wanita bermanik cokelat itu.
Kini saatnya mereka bergegas, menuruni bagian tangga lagi dan mendapatkan kekacauan yang luar biasa di depan sana. Beberapa dari mereka mulai menyerang dan mulai terjatuh akibat serangan brutal Sang Maut.
"Inikah yang disebut Sang Maut?" tanya Fei memastikan.
"Ya, dia yang selalu meneror penduduk di sini," balas si gadis berambut merah, tatapan tajam nan dinginnya hanya terpasang beberapa detik.
Dari jauh sana, sosok Elmer mulai terlihat. Dengan berani dan penuh emosi, pria itu tampak menembakkan seluruh peluru yang berada di dalam senapannya.
"Kita butuh api," gumam Lada yang sedari tadi menyiapkan batu dan benda yang mampu terbakar.
Kev yang sadar memiliki pemantik api pun merogoh tasnya, menyodorkan benda itu pada Lada. "Mengapa kau tidak mengatakannya sedari tadi?" gerutu si gadis yang merasa sia-sia akan usahanya.
"Kau tidak menanyakan hal ini, Lada."
Api menyala, berkobar cukup besar. Lada pun memerintahkan para pemburu yang andal dalam memanah untuk menggunakan api tersebut. "Letakkan di ujung anak panah, kita hanya bisa membunuhnya dengan api!"
Mereka menuruti ucapannya, memasangkan penyulut api dan mulai bersiap di posisi masing-masing.
"Satu ... dua ... tiga!"
Anak panah dengan serentak meluncur bebas, mengobarkan api hingga mengenai hewan dengan rupa mengerikan tersebut.
"Aku harus turun tangan," lirih Lada sembari menatap tombak yang ia biarkan di sisi kanan gedung.
Lada mengambilnya, berlari sekuat tenaga menembus kekacauan yang terjadi dan seolah menutup telinga dari panggilan-panggilan orang di belakang sana. Sekarang tidak ada yang mengentikan dirinya, melesat ke sana kemari dan melompat untuk menusuk lebih dalam jantung dari si hewan yang selalu membuatnya muak.
"Ahhhh!"
~
|| Jalan kembali telah ditutup, silakan tatap lah ke depan. ||
ARCANE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top