31A : Anywhere is ....

Malam ini, bintang bertabur dengan berkilauan di atas sana sebagai bentuk kebahagiaan atas keberhasilan Kev mencapai tujuannya selama ini. Bulan bahkan menunjukkan cahayanya yang paling terang.

Di tengah-tengah desa tengah diadakan makan malam yang selalu dilakukan di tiap malamnya sebagai bentuk kekeluargaan. Seluruh penduduk Crylic bergerombol, membentuk lingkaran dan saling berbincang sebelum menikmati makanan.

"Nikmati malam terakhir kita, Kev."

Lelaki bermanik kelabu itu mengangguk, mengikuti wanita itu dari belakang dan menuju ke bagian kelompok yang tengah bersenda gurau.

"Duduklah, aku akan ke sana sebentar," ujar Claudia sembari menunjuk bagian lain, Kev yang tidak ingin menganggu pun hanya bisa menyetujui dan mengambil tempat di antara orang-orang yang terasa baru.

Dirinya yang sendirian hanya duduk di atas kayu panjang itu dan menatap kosong ke perapian besar di depannya.

Sampai, kegiatan menyendiri itu tidak lama berlangsung kala seseorang menepuk pundaknya dengan cukup keras. "Hei!"

Kev menoleh guna melihat siapa pelaku yang berhasil membuat jantungnya berdetak lebih kencang. "Lada."

"Bagaimana? Kau tampak termenung, ada sesuatu yang mengganjal?"

"Tidak ada, hanya sedikit lelah saja."

Lada mengangguk, kemudian memukul kaki Kev dengan sedikit keras. "Apa yang kau lakukan?!"

"Apa kakimu masih sakit?" tanya si gadis dengan santainya, seolah tanpa beban setelah memukul kaki itu.

"Tidak," balas lelaki bermata biru itu dengan datar, dirinya hanya menatap sekilas Lada, kemudian beralih pada bagian lain yang terasa menyenangkan.

Melihat betapa bahagianya anak-anak di sekitar sana yang tampak bercanda dan bermain-main dengan makanannya.

Di sisi lain, ada beberapa gadis-gadis yang berbincang dan sesekali menatap ke arah Kev dengan malu-malu, entah untuk apa. Sedangkan bagian lain hanya ada beberapa pria serta pemuda yang mengobrol dan saling beradu kekuatan.

"Menenangkan," lirih Kev, pandangannya terkesan sendu.

"Kau benar, aku bahkan tidak pernah merasakan kehangatan seperti ini di tempatku dahulu."

"Sungguh? Bukankah itu rumahmu satu-satunya." Si gadis hanya menggeleng pelan, dirinya menundukkan kepala, bermain-main dengan kerikil di bawah sana.

"Meskipun itu rumah, tapi tidak bisa disebut sebagai rumah nyata untuk menenangkan segalanya," ujar Lada, "Aku selalu merasa tidak berguna di sana, bahkan lebih buruk dari itu."

"Tapi kau tetap bertahan."

"Aku bertahan demi kehidupan satu-satunya, demi Tey."

Itu sedikit terasa menyakitkan, Kev tahu betapa beratnya hidup di tengah-tengah orang yang terasa asing. Walaupun itu tempat singgah fisik, tapi raga yang ada di dalam sana selalu meronta-ronta meminta keluar, menuntut ketenangan yang abadi.

"Di sini, mungkin kau bisa lebih baik."

"Aku harap demikian," lirih si gadis, manik birunya menatap manik indah milik lelaki di sampingnya.

"Makanan telah siap!" seru Claudia dari jauh sana, mendengar itu kedua manusia yang tengah berbincang ini seketika bangkit.

Meja besar nan panjang tersedia di sana, serta kursi yang sama panjangnya. Semua orang telah duduk di tempat yang menurut mereka cocok, menunggu makanan sampai di depan mereka dan mulai menyantap di bawah sinar bulan.

Kev tengah menikmati makan malamnya, di samping sang ibu yang terus memberikan apapun yang menurutnya cukup membuat Kev kenyang.

"Aku tidak ingin kau kelaparan lagi," ujar Claudia sembari menuangkan sebuah sup yang cukup aneh untuk Kev.

"Apa ini?"

"Sup biasa, campuran beberapa tumbuhan di luar sana."

Kev mengangguk tidak yakin, dirinya mulai menyeduh kuah itu, menikmati setiap potongan isian yang terasa nikmat. Aroma yang khas serta setiap sendok yang memanjakan lidah.

Bahkan, Kev mengakui jika sup ini lebih nikmat dari buatan Al. Walaupun, sup milik Al memiliki ciri khas dengan potongan jamurnya yang lembut.

"Ini terasa nikmat," gumam Kev, Claudia di sampingnya hanya bisa mengulum senyum dengan manis.

"Habiskan, aku akan membawakan lagi jika kau mau."

"Ah, tidak tidak, ini cukup."

"Benarkah?" Lelaki bersurai hitam itu mengangguk dengan cepat, kemudian menikmati kembali makanannya.

Malam itu dihabiskan untuk sekadar berbicara, berbagi cerita tentang perjalanan Kev yang panjang dan hambatan apa saja yang menyerang. Tidak ada yang lebih baik untuk memulai, mengenal satu sama lain dan saling berbincang hangat.

Berbanding terbalik dengan Kev, si gadis bersurai merah itu justru terdiam sendiri di antara keramaian yang ada. Dengan segelas teh di tangannya, ia mulai berjalan menjauh dari meja yang besar itu.

Lada tidak pernah bisa membuka diri dengan baik, walaupun ia berusaha. Namun, ada sesuatu yang mengganjal dalam benak kecilnya. Sesuatu yang selalu menuntutnya dan membuatnya merasa bersalah berkali-kali lipat.

"Hai."

Mendengar suara itu, si gadis menolehkan kepalanya, melihat siapa gerangan yang memanggil. "Oh, hai."

"Lada, apa yang kau lakukan di sini?" tanya wanita bersurai hitam itu sembari menempatkan diri di samping si gadis.

"Aku hanya mencoba mencari udara," ujar Lada dengan senyum kakunya, berusaha menyembunyikan guratan cemas dalam benaknya.

"Ini di luar, kau dengan bebas mendapatkan udara segar." Wanita itu menyeruput teh di tangannya, "Ada sesuatu yang mengganggu mu?"

Pertanyaan yang langsung itu membuat si gadis terdiam, termenung dalam pikiran kecilnya sendiri. Sampai, Claudia kembali menyadarkan dengan lambaian tangannya.

"Hei? Ada apa? Kau bisa menceritakan padaku jika tidak keberatan," ucap si wanita sembari meletakkan kembali tehnya.

"Aku hanya ...." Tatapannya lurus, memandang Claudia dengan sedikit aneh, "Maaf, aku tidak bisa mengutarakannya."

"Oke, tidak masalah." Wanita itu mendekatkan diri, menepuk pelan pundak Lada, "Kau bisa bercerita jika memang telah siap."

"Terima kasih."

Mereka sama-sama diam, ditemani suara jangkrik serta hewan-hewan lainnya. Claudia sibuk dengan tehnya, menyesap setiap rasa yang menenangkan.

Hal sama dilakukan Lada, si gadis bisa merasakan kehangatan. Merapatkan kembali jubah yang selalu ia pakai dan hanya terpaku pada api unggun yang ada di depannya.

"Bagaimana kau bisa bertemu dengannya?" Pertanyaan tiba-tiba dari si wanita membuat Lada sempat berpikir sejenak.

"Aku menyelamatkannya dari Cacing Besar sekaligus racun dari roti yang ia makan."

"Roti?"

Lada mengangguk. "Dia sangat ceroboh, memakan roti berjamur yang seharusnya tidak bisa dikonsumsi," jelas gadis bermanik biru itu.

Cerita dari Lada itu membangkitkan kenangan Claudia tentang kehidupan di masa lalu yang mereka lewati. "Dia selalu berbuat ceroboh, entah itu dalam setiap hal apapun."

"Ya, dia cukup aneh."

"Aneh?"

Lada tertawa kecil. "Dia sedikit konyol dengan tingkahnya yang terburu-buru, aku tidak bisa membayangkan bagaimana dia pergi sendiri dari Haunelle ke Crylic."

"Itu sebabnya kau dikirim untuk dia," ungkap Claudia, "Kau memang harus berada di sisinya, Lada."

Ungkapan dari Claudia berhasil membuat Lada terdiam, entah kenapa bukannya merasa senang, ia justru diliputi rasa mengganjal.

"Baiklah." Wanita itu bangkit dari duduknya, "Aku akan membiarkanmu sendiri, aku harus merapikan seluruhnya."

Lada menyetujuinya dengan menganggukkan kepala. "Kau bisa memanggilku jika ada yang perlu dibantu."

"Itu pasti," ucap Claudia sembari berlalu pergi, menyusul para wanita yang lain untuk membersihkan keseluruhan sebelum malam semakin larut.

Kepergian Claudia membawa kesan sunyi, Lada tidak bisa membatah jika ia semakin bosan. Terlebih saat satu-satunya orang yang ia kenal masih saja bergembira di antara kerumunan.

Gadis itu hanya menatapnya dalam diam, sembari terus mengamati pergerakan Kev. Sampai, entah karena Kev sadar atau bagaimana, lelaki itu menoleh, menatap Lada dengan sekilas dan berjalan menghampiri.

"Aku ingin menemanimu tadi, tapi aku lihat ibu datang, jadi aku mempersilahkan waktu untuk kalian." Lada mengangguk-angguk, tidak ada sepatah kata pun yang ingin ia ucapkan.

"Kalian membicarakan apa?"

"Tidak ada," balas si gadis.

"Bagaimana dengan lenganmu, Lada?" Kev menatap lukanya, si gadis hanya menyibakkan jubah yang ia pakai, luka itu berbalut perban dengan beberapa obat herbal yang tertempel.

"Cukup membaik, semoga besok pagi rasa nyerinya hilang."

Mereka sama-sama terdiam, Kev yang tidak tahu harus berucap apa dan Lada yang malas membuka pembicaraan, entah ada apa dengannya, tapi yang jelas saat ini si gadis sangat malas untuk sekadar membuka mulut.

"Kau tidak ingin istirahat? Malam semakin larut, aku takut kau akan lelah besok."

"Ya, kau benar. Aku rasa harus bersiap untuk tidur," ujar si gadis yang kini beranjak berdiri, dirinya menatap sekilas Kev dan berlalu pergi tanpa ucapan apapun.

Namun, langkah ketiga darinya terpaksa berhenti. Lada sekiranya menoleh. "Selamat malam," lirihnya.

Kev menarik kedua sudut bibirnya, mengembangkan senyum setelah ucapan yang ia tunggu tersampaikan. "Ya, selamat malam."

Sepeninggal dari Lada, Kev memilih untuk membantu ibunya. Dirinya membersihkan sisa makanan, piring kotor dan bangku-bangku yang tidak lagi pada tempatnya.

"Kev, kau bisa tidur. Tidak perlu repot-repot, lagi pula masih ada beberapa yang bisa membantuku."

"Ibu, mengapa kau selalu menolak. Aku sekarang bukan pemuda lemah berusia 15 tahun, aku bisa membantumu dan itu tugasku."

"Baiklah, aku tidak bisa mencegah mu." Keduanya tersenyum.

Butuh waktu beberapa jam untuk membersihkan segalanya. Setelah semua cukup rapi, kini waktunya Kev kembali ke rumah kecil tempatnya berteduh.

Claudia sempat datang, mengucapkan beberapa kata sebelum memberikan selimut untuknya. Kemudian dia pergi kembali dan membiarkan Kev menyelami malam indah ini. Memasuki fase paling dalam, mewarnai setiap kapuk mimpi dan melukiskan segala sesuatu yang tidak pernah sempat ia lakukan di dunia.

"Mimpi yang indah, Kev. Sampai kau bisa mengingatnya di kemudian hari."

~

|| Bulan baru adalah fase terindah. ||

ARCANE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top