2R : Right Now

HAUNELLE, TAHUN 2110.

"... bangun pemalas!"

Cahaya matahari menerobos masuk, menembus jendela kaca dan langsung menyambut sepasang bola mata berwarna kelabu milik seorang lelaki yang masih enggan berpisah dengan ranjangnya. Kelopak matanya hampir tertutup kembali sebelum sebuah benda terlempar tepat mengenai wajahnya.

"Hei, aku tidak ingin membantumu untuk membersihkan tempat pembuangan jika terus bermalas-malas!" gerutu lelaki berambut cokelat yang telah siap dengan pakaian kerjanya.

Si pemalas itu perlahan membuka mata kembali, menyingkirkan handuk yang dilempar oleh temannya sendiri dan mulai bangkit. "Aku tahu, kau tokoh antagonisnya."

Lelaki berambut cokelat itu hanya merespon dengan tawa, yang kemudian memilih beranjak keluar.

Di sisi lain, lelaki yang baru saja bangun dari mimpi panjangnya itu tengah membasuh wajah kusamnya di depan wastafel dengan air yang terasa sangat dingin. Pandangan itu tertuju pada pantulan cermin akan dirinya, manik kelabu itu terlihat semakin tajam dan dingin seiring bertambahnya usia.

Kini waktunya ia membersihkan badan dan segera bergegas bertugas sebelum para senior kembali berulah. Dinginnya air mulai membasahi tubuh, tulang-tulang itu seolah membeku. Ia memejamkan mata, merasakan sesuatu yang membuatnya kembali teringat hal menyakitkan yang sama sekali tidak ia ketahui.

"Kev!"

Mendadak teriakan itu menyadarkan dirinya untuk segera bergegas, tangannya menekan tombol shower dan dalam sekejap benda penghasil air itu mati. Sekarang gilirannya untuk keluar, berganti pakaian dan memulai aktivitas pagi.

"Apa yang kau lakukan di kamar mandi bermenit-menit? Berimajinasi kotor, huh?!" Lelaki bernama Kev itu hanya melewati begitu saja tanpa mempedulikan tatapan tajam dari sang sahabat.

Sam, lelaki berambut cokelat itu satu-satunya sahabat dekat Kev semenjak dirinya berada di bawah kepemimpinan Gya Halcyon, wanita paling kejam di Haunelle. Yang Kev ketahui, Sam adalah lelaki penuh misteri yang senang menyembunyikan masalahnya dibalik candaan dan sifat positifnya.

Langkahnya menghampiri Sam dan menepuk pundak sahabatnya itu dengan sedikit kencang. "Ayo! Atau kau akan terus membayangkan tentang gadis berambut pirang itu. Siapa namanya?"

Keduanya sama-sama berjalan menyusuri lorong gelap dengan keadaan yang sepi dan sunyi.

"Ah, Blondie!" Sam memasukkan kedua tangannya ke saku celana sembari terus mengingat kembali nama gadis yang biasa ia panggil dengan sebutan Blondie. Sampai di detik berikutnya ia baru menemukan jawabannya. "Ava?"

Kev mengendikkan bahu. "Tidak terlalu buruk untuk gadis pemarah sepertinya," sahutnya kala kedua lelaki tampan itu sampai di ambang pintu besar berbahan dasar logam dengan bentuk lingkaran yang nyaris sempurna.

Kedua lelaki itu saling menatap aneh saat mendapati sosok gadis yang sempat menjadi bahan pembicaraan beberapa detik yang lalu.

"Hei, melupakan tugas pagi, Pemalas?" Kev melirik ke arah Sam dan kembali menatap manik biru milik Ava yang tampak mengejek. "James menunggumu, Sam."

Gadis itu berjalan mendekat, melempar sepotong roti pada Sam dan berdiri tepat di depan dua lelaki berseragam lengkap tersebut.

Merasa tidak ada gunanya dan takut akan hukuman pemimpinnya, Sam segera berlari untuk mencari sosok pria yang selalu menjadi ancaman tersendiri bagi dirinya. Sedangkan Kev memilih berjalan santai ke arah dapur guna mencari sesuatu yang pantas untuk di makan.

"Hei, Kev! Kau tidak akan menemukan apa pun di sana, ingat dengan peraturan itu, kan?" Ava menyodorkan sebuah kotak kecil kepada Kev, kemudian berlalu meninggalkan si lelaki yang masih menatap dengan raut aneh.

"Makanan datang sesuai jam. Kau terlambat, dia hilang!" seru Ava saat gadis itu berjalan menjauh dan akhirnya ditelan oleh keramaian. Kev hanya diam membisu di tempatnya berada, ia yang penasaran segera membuka kotak tersebut.

Sebuah roti panggang dengan isi telur setengah matang. "Aku tidak habis pikir dengan pikirannya," gumam Kev saat menyadari jika roti itu hanya tinggal sepotong, yang mana seharusnya setiap porsi diberikan dua potong lengkap dengan dua telur dan sayur hijau.

Tanpa pikir panjang, lelaki itu mendudukkan dirinya dan mengamati teman-temannya yang sibuk berlatih. Kev sesekali mengunyah makanan dengan tawa yang kadang kala terlihat saat melihat beberapa temannya gagal menembakkan peluru.

Namun, ketenangan itu berubah saat seseorang datang. "Menertawakan apa?" Pertanyaan dengan nada berat dan tegas itu seketika membuat Kev bangkit dari duduknya dan menatap dua orang pria berbadan kekar dengan raut datar yang menakutkan.

"Tidak ada ... ya, sama sekali tidak ada," ujar Kev sembari terus mengunyah makanannya.

"Ingat, Lembek. Kau bahkan lebih konyol dari mereka, mengawasi layar dan menunggu keajaiban datang untuk menjemputmu? Lupakan itu!"

Kev hanya menatap lawannya itu dengan pandangan datar, ia menaruh kembali roti isi miliknya dan berjalan mendekat. Pandangannya yang dingin itu ia pertahankan, muak jika harus terus menerus mengalah dengan orang seperti ini.

"Jangan harap aku takut padamu, Nex."

Pria itu tersenyum miring, mungkin inilah rencana, membuat Kev tersulut emosi hingga tersingkirkan dari kota Haunelle. Nex dengan senyum miringnya hanya melontarkan kata sarkas. "Kita lihat mana yang benar-benar prajurit sejati."

"Hei! Hei! Hei!" Sebelum kedua insan itu berhasil beradu kekuatan, seorang pria dengan setelan seragam rapi dan tampak berbeda itu datang bersama dua penjaganya. Tatapan membiusnya berhasil membuat Nex bersama rekannya menjauh. "Kev, kembalilah berkerja."

Kev menatap kesal geng dari Nex dan mengambil kembali kotak bekalnya untuk segera beranjak dari sana.

"Oh, sebelum itu aku ingin menugaskanmu untuk mendeteksi radar terbaru terkait pesawat 030," titah James sembari menunjukkan senyum terbaiknya.

Kev mengangguk dengan baik. "Aku mengawasinya, kemudian semua aku serahkan pada Reo. Aku yakin mereka mendarat dengan baik."

Pria bernama James itu berhenti, dengan pandangan penuh kebanggaan akhirnya ia bisa melihat anak laki-laki yang dahulu dalam ambang kematian. "Kau tidak pernah mengecewakanku, Kev."

"Tentunya," balas Kev.

***

Ruang berbentuk persegi dengan pintu otomatis itu terbuka. Bagian utama diisi dengan peralatan-peralatan canggih, kemudian sisi kiri ruang terdapat sebuah benda berbentuk persegi yang mirip kotak surat. Bagian lagi terlihat beberapa layar monitor yang menunjukkan seluruh aktivitas di Haunelle.

Di dalam sana dua orang dengan sebuah alat terpasang di telinganya sama-sama sibuk dengan pemantauan yang mereka lakukan. Hingga Kev akhirnya bergabung, mengucapkan selamat pagi dan duduk di kursinya.

"Ada kabar terbaru?" tanyanya untuk memecahkan keheningan.

"Tidak," balas dua orang tersebut dengan serentak. Kev menghela napas berat dan mulai menjalankan tugasnya sebagai ... ya, pemantau seluruh aktivitas.

Lebih jauh tentang pekerjaan Kev, ia hanyalah seorang lelaki dibalik seluruh sistem keamanan. Lebih simpelnya, Kev adalah kunci dari kota Haunelle. Seluruh gerbang, sumber daya dan segalanya dalam kendali Kev, kecuali satu tempat utama yaitu Box Secret.

Entah apa yang ada di gedung berbentuk kubus itu sampai Kev dilarang sangat untuk sekadar mengawasinya. Bahkan untuk sekadar melewati gedung itu, dirinya harus melakukan sesi tanya jawab yang memuakan sekaligus menjebak. Dan jangan lupakan tentang penjagaan teramat ketat di luar gerbangnya.

"Aku menemukannya, aku menemukannya!" seru Kev kala radar pencarian di depannya menunjukkan sinyal baru akan objek yang ia tunggu.

Dua orang yang berada di ruangan itu segera mendekat ke arah Kev dan memastikan kebenaran tersebut. "Yeah, mereka berhasil!" pekik salah seorang dari kedua orang asing itu.

Kev segera beralih ke tempat pengumuman dan mulai menyalakan mikrofon yang menghubungkan dirinya dengan seluruh pasukan.

"Pengumuman, pesawat 030 berhasil mendarat."

Tidak perlu ditanyakan lagi, semua orang yang berada di kamp pelatihan itu saling bersorak gembira saat mendengar berita menggembirakan yang tersampaikan.

"Aku ulangi, pesawat 030 berhasil mendarat."

Pintu ruangan tempat Kev berada terbuka, seorang pria yang menduduki posisi Jenderal itu datang bersama dua penjaganya. Dengan tatapan yang selalu membuat siapa pun takut dirinya mendatangi Kev dan mengamati layar yang ada di sana dengan manik birunya.

"Pak, mereka berhasil selamat. Aku yakin mereka mampu membawa barang itu," ujar Kev dengan antusias.

"Aku tahu. Lakukan tugasmu dengan baik Kev." Pria itu hendak berlalu pergi sebelum Kev kembali bersuara.

"Apa aku bisa mendapatkan posisi di antara barisan?" tanya si lelaki untuk kesekian kalinya. Mendengar pertanyaan itu, James tentu menoleh dan tersenyum paksa ke arah Kev.

Ia mendekat, menepuk pelan pundak Kev dan berbisik. "Nex bahkan menjelaskan kedudukanmu, Kev." Ucapan itu ikut menghilang bersama kepergian James dan dua pengawalnya. Kev hanya bisa terdiam, ia menutup mata sejenak untuk menghilangkan emosi dan bergegas menuju tempat dirinya selalu duduk.

Satu hal yang paling Kev inginkan hanyalah menjadi bagian dari barisan utama. Kev ingin melihat dunia luar dengan mata kepalanya sendiri, memperjuangkan dunianya dan menginjak kembali tanah kelahirannya.

Kev, ia hanya menginginkan perjuangan yang nyata. Dengan keringat dan kerja keras, bukan hanya duduk di balik layar dengan secangkir kopi di setiap paginya. Tapi, dibalik itu semua, Kev tahu ada banyak sekali orang yang mengincar posisinya, mungkin?

"Terima apa pun yang kau dapatkan," gumamnya.

Di tengah pekerjaannya, tanpa sengaja manik kelabu itu menangkap sesuatu yang ganjil di dalam alat pendeteksinya. "Reo, coba kau lihat lebih jelas apa pun yang muncul dari radar," perintah Kev kemudian. Reo yang notabenenya hanya bawahan, pun segera mengangguk.

Reo memperbesar gambar itu, dengan sedikit ketelitian akhirnya ia berhasil mendeteksi gambar yang terlihat sedikit buram menjadi sejernih tangkapan kamera berteknologi. "Ada satu koloni yang berada di perbatasan timur."

"Timur?" ulang Kev.

"Ya, antara sebelah utara Amory."

Kev membuka kembali sebuah peta besar yang tergulung di atas sebuah meja bundar besar. "Lebih tepatnya itu milik Crylic?"

Menyetujui akan hal itu, Reo sekiranya mengangguk sembari mengunyah cemilan-cemilan yang tergeletak di sana. "Yeah, kita harus kirim pesawat."

Kerutan samar terlihat di wajah Kev, dirinya menatap Reo untuk meminta penjelasan. "Untuk apa?"

"Menghancurkannya," balas Reo dengan raut santainya.

Itu adalah hal gila yang pernah ia dengar dari mulut Reo. "Apa? Kau tidak waras, hah?! Mereka itu bangsa kita, manusia." Kev menekankan kata terakhirnya untuk menjelaskan hal penting itu pada Reo, agar pemuda itu paham dan mengerti akan apa yang hendak diperbuat.

"Ha?! Hei, mereka hanyalah ancaman. Jika kita membawa mereka kemari, itu hanya akan menjadikan Haunelle sebagai santapan empuk dari para hewan itu. Kau paham?"

Kev menggeleng pelan. "Tidak akan pernah ada pesawat yang dikirim ke sana," ujarnya dengan penuh keseriusan. 

Lelaki dengan rambut pirang serta kaca mata bertengger di atas hidungnya itu hanya menggelengkan kepalanya. "Untuk apa kau melindungi mereka?" tanyanya kemudian.

"Manusia perlahan punah juga karena kita."

Reo sempat termenung akan ucapan yang baru saja dikeluarkan oleh Kev, ada sedikit pencerahan yang masuk ke dalam dirinya. "Baik, aku tidak akan mengirimkan pesawat," ujar Reo yang akhirnya mengalah.        

Lelaki bermanik kelabu itu tersenyum. "Itu lebih baik," ungkap Kev, "Dan jangan pernah mengirimkan koordinat ini pada pemimpin, baik itu James atau bahkan Gya Halcyon."

"Ada perjanjian?"

"Apa maumu?"

Reo tersenyum jahil dan memikirkan apa saja keuntungan yang bisa ia peroleh dengan memeras sosok atasannya ini. "Aku menginginkan kopi itu," ujarnya.

"Hei, itu kopi khusus milikku."

Lelaki berambut pirang itu tersenyum miring. "Baiklah, tidak ada perjanjian, maka aku akan ...."

Kev yang sedikit kesal mengalihkan pandangan malas dan langsung memotong pembicaraan itu. "Oke! Silakan! Aku akan mengatakan pesanan baru pada mereka." Senyum Reo melebar dua kali lipat, kemenangan akhirnya ia dapatkan

"Oh, tunggu! Aku ingin jatah kopi selamanya."

"Jangan harap! Satu hari, itu cukup!" sergah Kev dengan pandangan yang benar-benar muak.

Reo memutar bola matanya malas dan beranjak dari tempat duduk. "Oke, maka perjanjian kita hanya berlaku satu hari saja."

"Kau serius? Aku telah memberimu imbalan, dan kau seenaknya memanfaatkan ini."

Lelaki berambut pirang itu hanya mengendikkan bahunya tak acuh, ia yang malas mendengar ocehan atasannya itu pun hendak beranjak dengan membawa sebuah flashdisk yang siap digunakan sebagai bahan aduan.

"Baiklah aku menyerah! Kau mendapatkan jatah satu minggu," tandas Kev sembari menahan emosinya yang siap meluap.

"Satu bulan."

"Satu minggu atau tidak."

"Satu bulan atau ...." Reo menunjukkan benda sumber informasi itu.

Kev menghela napas gusar dan mengangguk dengan paksa. "Baiklah! Satu bulan, setidaknya sampai kau benar-benar tak lagi bisa memintanya."

Pekerjaan kembali mereka lakukan, Kev menyibukkan diri dengan komputernya dan mengawasi pergerakan. Begitu pula dengan Reo yang sibuk dengan data-data masuk akan barang-barang serta setiap hasil dari seluruh kegiatan di Haunelle. Oh, jangan lupakan akan kopi nikmat yang ia pamerkan sedari tadi.

Karena merasa jenuh dan muak, akhirnya Kev memiliki pergi sebentar untuk menemukan sesuatu yang mampu membangkitkan perasaannya. Berjalanlah dirinya di antara lorong panjang dengan keadaan bersih dan terawat.

Hingga di tengah langkahnya itu, sesuatu menyerang. Kepalanya terasa sakit seiring bertambahnya detik. Setiap kali ia merasakan rasa sakit ini, semakin jelas kilasan menyakitkan yang ia rasakan.

"Sialnya aku selalu mengingat kenangan itu," gumam lelaki bermanik kelabu tersebut.

Sekuat tenaga ia melawan kilas balik menyakitkan itu, semakin jelas pula rasa sakit yang ia rasakan. Jelas sekali jika lelaki itu tidak tahu apapun tentang masa lalunya, yang ia dapatkan hanyalah informasi bahwa kedua orang tuanya telah tiada karena kejadian mengerikan itu.

~

|| Kilas balik merupakan sebuah momen yang terkadang mengendalikan diri kita. ||

ARCANE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top