29N : North Amory

Luasnya gedung tidak terkira, dengan beberapa elemen yang masih berada di sana, suasana menjadi terasa lebih buruk. Kev tidak bisa berpikir jernih sekarang, bagaimana kemungkinan terbesar jika terjebak di dalam sini.

"Tidak ada jalan keluar?" tanya Kev. Kini mereka memang berada di lantai atas gedung ini, dengan keadaan lantai yang lumayan terasa rapuh. Kev berkali-kali hanya menghela nafas dan berharap cemas.

"Entahlah, kita harus tetap mencobanya." Si gadis berjalan ke arah lain. "Mungkin ada semacam tangga darurat, atau sebuah lubang keluar."

"Pecahkan kacanya." Kev menunjuk bagian depan mereka yang hanya terlapisi kaca tebal dengan warna yang telah kotor dan berdebu.

"Itu ide buruk, suara pecahan kaca akan mengundang mereka untuk datang," terang Lada yang berusaha menemukan jalan keluar lainnya.

Kev mengamati sekitarnya, kemudian beralih pada pintu utama yang terletak beberapa meter jauh di bawah sana. "Kita tidak memiliki banyak waktu, Lada."

"Kita menetap di sini, ada ruang kosong yang bisa digunakan bersembunyi dari mereka." Tanpa menunggu jawaban dari Kev, si gadis berjalan mendahului.

"Itu buruk!" kesal Kev yang tengah khawatir akan keadaan terdesak saat ini.

"Tidak ada waktu, atau kau memilih menyerahkan diri?!"

Kedua manusia itu menoleh serentak saat suara keras terdengar dari bagian lain. Mereka saling menatap dengan penuh rasa cemas. "Mereka tiba!"

"Ke arah kiri!" seru Lada sembari mengambil langkah menuju bagian yang ia maksud, memasuki lorong-lorong panjang dan gelap untuk menemukan tempat yang bisa menyembunyikan tubuh mereka.

Kev telah menduganya, ini sesuatu yang buruk dengan kerumunan mutan aneh itu yang ikut berlari mengejar. Terlebih saat ini keadaan di gedung itu benar-benar kacau dengan barang-barang yang berceceran dimana-mana.

Di tengah nafas memburu itu, manik kelabu Kev menangkap tempat cocok. Mungkin Lada juga melihatnya, terbukti dengan gadis itu yang lebih dahulu membelokkan arah menuju ruang dengan satu-satunya pintu.

"Ayo!" Lada menarik tangan Kev, kemudian menutup begitu saja pintu tersebut dan mulai menyetabilkan nafas yang memburu. Tangan itu menyentuh letak jantungnya, merasakan detak yang lebih cepat dari biasanya.

"Kau yakin?" tanya Kev ketika melihat keadaan di sekitarnya yang kacau, lebih kacau dari apa pun.

Sisi gedung itu hancur, menampakkan langit luar yang gelap dengan bermandikan bintang. Bahkan di atas langit-langit gedung terdapat sebuah gumpalan berwarna kehijauan yang diyakini tempat bertumbuh kembang dari hewan-hewan mutan ini.

"Kita tidak memiliki pilihan lain," ujar si gadis yang kini berdiri di tepian gedung. Tatapan manik biru itu menuju langsung pada keadaan di bawah sana yang terlihat tidak baik-baik saja.

Kev mendekat ke arah letak gadis itu berdiri, pandangannya juga tertuju pada sesuatu di bawah sana. "Kita harus membuat rencana."

"Rencana untuk apa? Membunuh mereka?" tanya Lada.

"Ya, mungkin?" Kev hanya mengendikkan bahunya, sedangkan Lada membalas tatapan malas.

"Lupakan, kau bahkan tidak memiliki senjata yang cocok." Setelah kalimat itu terucap, si gadis berlalu pergi, mencari-cari sesuatu yang pantas untuk digunakan sekaligus tempat untuk istirahat keduanya.

Kev yang masih menetap, berdiri di pinggiran gedung itu. Secara mendadak ia mengerutkan kening, ada sesuatu di ujung sana. Sebuah menara dengan seberkas cahaya di bagian ujungnya. "Ada kehidupan di sisi timur," ujar Kev.

Hening, suasana sunyi di sekitarnya. Kev menoleh, mencoba mencari sosok gadis berambut merah itu. "Ah, kau tidur ternyata. Aku telah mengatakannya, kau lebih lelah dariku." Kev pun menyusulnya, duduk di samping si gadis dan hanya menatapnya dalam diam.

"Aku jadi teringat Ava, sifatnya yang keras kepala dan kasar mirip sepertimu," ujar lelaki bermanik kelabu itu. Kini dirinya mengalihkan pandangan, menatap indahnya malam dari balik tempatnya berada.

Malam itu mungkin hanya setengah dari malam yang panjang, entah pukul berapa sekarang, tapi yang pasti Kev hanya butuh beberapa jam atau bahkan menit untuk sekadar menutup mata dan menyelami ketenangan.

Suara-suara di luar sana terdengar bersautan, menjadikan lagu tidur yang mengerikan untuk kedua manusia yang sama-sama menutup mata mereka. Tidak ada cahaya apa pun yang bisa menerangi kegelapan di dalam sana. Bahkan beberapa hewan mulai merayap, mengelilingi mangsa yang ada di depan mereka.

~

Kev membuka matanya tatkala sinar matahari mulai terasa menyentuh tubuh yang hanya berbalut kaus lusuh itu. Tangannya mengusap pelan kelopak mata, membersihkan sisa-sisa kotoran di wajah dan mulai mengedarkan pandangan guna mencari sosok gadis bersurai merah.

"Kev!" Si gadis datang, melemparkan sepotong buah yang sama, yang selalu Lada bawa untuk keperluan energi. "Hari mulai siang, jadi bersiaplah dan kita mulai berlari kembali."

Lelaki itu hanya terdiam, menggeleng pelan akan aksi Lada yang selalu menjadi pimpinannya. "Kau menemukan jalan keluar?" tanya Kev di tengah kegiatan mengemasi barangnya. 

Lada yang sedari tadi telah siap, pun menatap Kev dengan datar, kemudian berjalan mendekat ke arah tepian gedung yang hancur. "Tidak ada jalan kembali," ujarnya.

Mengerti apa yang maksud Lada, Kev pun segera bangkit dan membawa tasnya. "Kau akan menuruni gedung ini dengan ... melompat?" Si gadis hanya tersenyum simpul, ia menatap suasana di bawah sana yang cukup sepi.

"Mengapa tidak? Lagi pula ini hanya lantai 2." 

"Ya, tapi mengapa tidak memilih jalan terbaik?" Kev berjalan ke arah pintu, memegang erat gagangnya dan menarik dengan sekuat tenaga pintu yang sudah hampir berkarat itu. Maniknya seketika membulat, hewan-hewan itu bahkan masih menunggu mereka di luar sana.

"Atau kau memang mau bertemu dengan mereka? Lagi?" sahut si gadis yang mengetahui ekspresi dari wajah Kev. 

Tidak ingin lagi, segera ia menutup pintu itu kuat-kuat dan berjalan ke arah Lada, di tepi gedung itu. "Kita gunakan caramu," ujar Kev seraya mengintip suasana di bawah sana yang terasa lebih aneh.

"Kita akan turun melalui pecahan-pecahan di sekitar, aku tahu ini berbahaya, mengingat kakimu yang masih sakit," ucap Lada sembari menatap luka Kev. "Tapi, ini satu-satunya cara untuk mencapai tujuan kita."

Lelaki bermanik kelabu itu mengangguk paham, sekarang bukan waktunya bersatai dan melakukan hal bodoh. Kini dirinya harus benar-benar fokus, karena tempat tujuannya hanya tinggal beberapa langkah lagi.

"Oke, mari kita lakukan!" 

Keduanya dengan penuh hati-hati dan semangat mulai turun melalui jendela-jendela kaca serta puing-puing bagunan yang ada di bawahnya. Bergantung dari sisi satu ke sisi lain bukanlah hal mudah untuk keduanya.

Bahkan tangan Lada harus merasakan sakit ketika pegangan yang ia tumpu terdapat beberapa pecahan kaca dari jendela gedung. "Shhhh! Sial!"

Aksi turun yang cukup menguji adrenalin itu berhasil terpuaskan ketika mereka telah menapakkan kaki di jalanan bawah. Kev akhirnya bisa bernafas lega akan adegan yang cukup membuat kakinya berkeringat tadi.

"Oke, mari kita lanjutkan." Kev melihat ke arah Lada yang berkutat dengan tangannya. "Kau terluka?" tanyanya seraya menggapai tangan si gadis.

"Hal biasa," ujar Lada dengan santai, ia mengibaskan begitu saja tangannya dan mulai berjalan tanpa menunggu Kev yang masih bergeming, "Ayo! Atau kau akan ketinggalan pesta penyambutan!"

Sebelum memulai langkah kembali, Kev melihat Asa yang ada di balik tasnya. "Sebentar lagi kita akan tiba, kau harus bertahan."

Burung itu menatapnya, manik tajamnya menunjukkan pergerakan lebih baik dari hari-hari sebelumnya. "Bagus, kau benar-benar kuat."

Kev kini membiarkan Asa untuk tetap dalam tasnya dengan resleting yang ia buka sebagai satu-satunya jalan keluar masuk udara. Selesai, kini si lelaki berjalan mengikuti arah gerak Lada yang ada di depannya.

Kedua manusia itu kembali menyusuri jalanan kota yang hancur, memandangi setiap sudut bagian yang terasa jelas dibandingkan kemarin malam. "Rasanya aneh," ungkap Kev. "Berjalan di tengah-tengah kota yang hancur."

"Ya, dan mengingat bahwa kau adalah manusia terakhir yang ada di sana. Itu lebih mengerikan," imbuh Lada.

Si lelaki sesekali mengamati sekelilingnya, kemudian baru teringat akan arah yang sekarang mereka tuju. "Semalam, aku melihat cahaya di atas menara," ucap Kev sembari melihat kompas nya.

"Menara?"

"Bagian sisi timur dari gedung. Aku rasa ada seseorang yang tinggal di sana."

Lada mengendikkan bahunya. "Bisa saja itu lampu abadi yang menyala hampir 10 tahun," ujar Lada.

"Itu kemungkinan aneh yang pernah aku dengar," ucap Kev. Ia berjalan mudur, untuk sekadar melihat menara itu lagi. "Kita memiliki waktu lain untuk ke sana."

"Aku tidak akan ikut," sahut Lada.

Kev membalikkan tubuhnya, mengejar si gadis yang telah berjalan cukup jauh. "Bagaimana bisa? Kita satu tim sekarang," ungkap si lelaki.

"Terserah, aku pemimpinya."

Keduanya terus melangkah, tanpa henti dan tanpa rasa lelah sedikit pun. Mungkin saja rasa itu ada, tapi mereka tahan selama akhir dari perjalanan yang tiada henti ini.

Bahkan, cobaan yang mereka kira telah usai. Ternyata bukanlah akhir dari serangan mengerikan para hewan hasil mutasi itu. Sebab, sesuai perkataan Kev tentang gedung laboratorium.

"Mereka berkembang biak dari sana," ucap lelaki bermanik kelabu itu ketika mereka berhenti tepat beberapa meter dari gedung laboratorium A.S.L.

"Aku rasa itu sumber dari kekacauan di sini," ujar Lada.

Kev sempat teringat sesuatu akan bahaya ini, bahkan ini sesuai dengan perkataan James tentang bahaya paling besar. "Ini tempatnya."

Si gadis menatapnya, meminta penjelasan lebih lanjut. "Mereka bilang pergi ke Crylic adalah hal berbahaya, inilah ancaman terbesarnya. Mungkin juga hewan ini juga yang menjadi ancaman di Crylic."

"Mereka yang kau maksud ini para orang-orang Haunelle?" Kev memganggukinya dengan pelan.

"Apa kita memiliki jalan lain?" tanya Kev ketika Lada mulai berjalan kembali. "Aku rasa lebih baik memotong daripada melewati maut."

Lada yang mendengarnya menoleh, ditatapnya bagian dari sekitar. "Kita bisa melewati bagian belakang gedung itu?" Ia menunjuk sebuah gedung besar yang Kev yakini sebagai gedung pemerintahan.

"Aku tidak yakin jika melewati bagian belakang. Kau tahu jika hewan-hewan aneh selalu bersarang di tempat sempit dan kotor," terang lelaki dengan surai hitamnya.

"Itu mengapa kita harus mengambil jalan utama."

Mengabaikan hal itu, Kev memilih segera menyusul Lada yang selalu meninggalkannya. Melangkah lebih dekat dengan sang raja sekaligus kematian.

Mereka berjalan dengan hati-hati, menjaga suara agar tetap tenang agar para mutan itu tidak terganggu di jam tidur siang seperti ini. "Ini mengerikan."

"Tenang dan terus berjalan, mereka mungkin ada di dalam sana."

"Mereka bisa mencium bau kita," bisik Kev.

Lada menoleh dengan malas. "Tenanglah Kev, atau kau hanya akan mengundang perhatian mereka. Diam dan tetap tenang."

Lelaki bermanik kelabu itu menghela nafas panjang, memberikan tatapan malas pada gadis di depannya dan mengikuti apapun yang dilakukan Lada.

"Kita hanya tinggal beberapa langkah lagi," ujar Lada disertai senyum mengembang.

"Lada," panggil Kev di tengah-tengah langkah mereka yang melambat.

"Apa? Tetaplah fokus!"

"Lada, lihatlah ke belakang."

Merasa ada yang janggal dengan ucapan Kev, si gadis bersurai merah itu mengikuti perintah Kev untuk menoleh. "Apa?! Sejak kapan mereka terbangun dari tidur panjangnya?"

Kev menggeleng. "Apa kau tahu mereka bisa tidur? Lagi pula mereka aneh," ujarnya.

"Kita harus bergerak lebih cepat." Gadis itu terlebih dahulu berlari, kemudian Kev pun mengikutinya dari belakang sembari mengendong Asa dalam pelukannya.

"Wajah mereka lebih mengerikan di siang hari!" seru Kev.

"Jangan membuat suara, Kev!"

"Kau juga membuat suara!"

Erangan dari belakang terdengar begitu menyeramkan, terlebih saat ini para mutan itu ikut berlari saat menangkap pergerakan dari kedua manusia yang telah menjadi incarannya.

"Terus berlari dan jangan menoleh!" teriak Lada ketika Kev yang ada di depannya terus saja menatap ke arah belakang.

Mereka berlarian kembali, menguras keringat yang selalu membasahi tubuh dan berusaha menghindari dari kejaran hewan mutasi dari tiga mahkluk.

"Kev, ke arah kanan!"

"Apa?!"

"Kanan! Aku akan mengalihkan mereka!"

"Tidak!"

Kev membulatkan mata ketika sesuatu membuatnya tersungkur ke bawah dengan sangat kerasnya, lelaki itu bisa merasakan rasa perih teramat di kakinya, lagi.

"Ahhhh!"

"Kev!" teriak Lada yang cemas sekaligus takut akan kedatangan mereka yang semakin dekat.

"Ayo! Kau bisa, Kev!"

DEG!

Lagi! Kev mengalaminya. Deja vu tanpa henti, kenapa?

"Kev, ayolah!" Si gadis mengguncang bahu lelaki bermanik kelabu itu untuk segera bangun, sebab posisi mereka yang kini mulai terdesak.

Sadar akan hal yang lebih berbahaya, Kev segera bangkit dan kembali melanjutkan pelarian itu sebelum Lada berteriak kesakitan akibat serangan mendadak dari sisi kiri mereka.

"Sial!" Kev mengambil belatinya, menancapkan dengan penuh emosi dan membuat hewan itu melepaskan gigi-giginya dari lengan Lada.

"Kau tidak apa?"

"Aku rasa tidak," ujar Lada sembari menatap lukanya yang tampak lebar dan terbuka. "Buruk."

"Kita akan cari obat setelah sampai." Ucapan dari Kev disetujui oleh Lada. "Ayo!"

Kev beserta Lada terus berlari menuju gedung laboratorium besar itu dan baru membelokkan arahnya ke bagian lain ketika menemukan jalan baru.

Namun, dugaan mereka salah ketika jalan yang mereka kira akan lebih aman, ternyata jauh lebih mengerikan dari bayangan awal.

Jalanan itu berlubang cukup dalam, bekas meteor masih ada di sana dengan terus mengeluarkan kepulan asap. Dari balik kepulan asap itu, kawanan dari hewan aneh ini datang beserta yang cukup besar.

"Gawat!"

Kev mundur perlahan, menoleh ke arah Lada yang juga dilanda kebingungan. Kini keduanya telah dikepung di tengah-tengah keadaan yang bisa saja langsung membunuhnya.

"Kita akan berakhir," ucap Lada.

"Jadi, apakah ini akhir dari perjalanan yang kita tempuh?"

Keduanya hanya bisa saling menatap, berharap ada satu keajaiban yang datang di tengah-tengah situasi yang mendesak ini. Hewan-hewan itu semakin mendekat, dengan raungan buas serta wajah mengerikannya.

Kev menutup kedua matanya, pasrah dengan takdir yang memang ia terima di akhir kisah ini. Tidak ada lagi pertolongan maupun sebuah sihir yang datang secara tiba-tiba.

Namun, ketika mata itu tertutup. Suasana yang tadinya sedikit hening berubah menjadi teriakan kesakitan yang datangnya entah dari mana.

"Lari!" teriak seseorang yang datang tiba-tiba dengan sebuah busur di tangannya. Dengan gesit sosok itu meluncurkan anak panah yang telah dilumuri api ke arah kerumunan si hewan.

Kev yang melihat itu seketika tertegun, tidak bisa berbuat apa pun kecuali rasa bahagia sekaligus syukur. Lada segera menarik tangan Kev untuk pergi ke tempat aman.

Tidak hanya sosok dengan panah apinya. Tapi, ada beberapa orang lain yang datang dengan senjata masing-masing, menyerang pada mutan yang haus akan darah tersebut dnegan sangat berani dan brutal.

"Siapa mereka?"

"Aku rasa penyelamat," ujar Lada dengan senyum tipisnya.

~

|| Perjalanan panjang akan memberikanmu penghargaan yang nyata. ||

ARCANE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top