28A : Attack of Cenprey
Setengah dari bagian jembatan yang panjangnya tidak terhingga itu membuat kedua manusia dengan pakaian lusuhnya tampak sedikit kesulitan. Walaupun salah satu dari mereka, yaitu Lada yang masih semangat untuk tetap bertahan.
"Kau tidak lelah membawa tubuhku yang berat ini?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja setelah sekian lama hening.
"Tidak terlalu, mungkin? Ah, sebenarnya ini terasa seperti membawa tulang-belulang."
"Apa?" Kev menaikkan sebelah alisnya, meminta penjelasan masuk akal akan ucapan si gadis.
"Keras, kau lebih keras dari apa pun." Lada terkekeh pelan. Sedang Kev hanya menatapnya datar.
Saatnya pandangan si lelaki beralih ke tempat lain, menatap sungai yang terlihat alami dengan rumput-rumput yang menjulang tinggi. Di bawah sana, bahkan masih ada beberapa hewan-hewan liar dan aneh yang tengah menikmati mangsa sekaligus air dari derasnya aliran sungai.
Mengingat sungai dan jembatan, Kev seakan tenggelam kembali dalam ingatan masa lalu yang tidak pernah terbentuk secara lengkap. Bahkan, sampai sekarang lelaki itu masih tidak bisa menjabarkan secara jelas.
"Kev?" Lada menjentikkan jarinya di depan lelaki bermanik kelabu itu. "Ada apa?"
"Apa? Uh—tidak ada. Aku hanya teringat sesuatu." Lelaki itu menoleh sekilas dan kembali menatap kosong di depan sana. Pandangannya buram tak jelas, kaki itu masih sama sakitnya. Sore yang mulai memasuki area malam terlihat mencekam.
Lada yang sedikit paham akan diamnya Kev pun ikut membisu, tidak ada ucapan atau pertanyaan lagi yang bisa ia sampaikan di tengah suasana tenang yang kemungkinan Kev butuhkan setelah sekian lama.
Beberapa saat setalah keheningan itu, keduanya telah mencapai ujung dari jembatan yang panjang ini. Sebuah perbatasan dengan tanda berupa patung yang kondisinya sama seperti sebelumnya—tanaman rambat serta kotoran hewan—menyambut keduanya.
Dua orang itu saling menatap, tersenyum penuh arti dan sama-sama melangkah masuk ke bagian milik Amory.
Amory, sebuah kota modern yang dahulunya merupakan salah satu kota terkenal. Walau luasnya tidak sebesar kota lain. Amory memiliki corak tersendiri akan berkembangnya gedung-gedung sains. Itu mengapa, Amory selalu memiliki daya tarik akan ilmu pengetahuan dan museum serta pusat keilmuan lain. Dari hal ini juga, ia mendapat sebutan "Kota Ilmuwan".
"Kau mencium bau itu?" tanya Kev di tengah langkah mereka yang mulai memasuki jalanan beraspal dengan keadaan rusak.
"Obat-obatan?" tanya si gadis yang mulai menajamkan indera penciumannya.
"Semacam itulah," balas Kev. "Kau pernah kemari, Lada?" Si gadis terdiam sejenak, mencoba mengingat. Namun, beberapa detik berikutnya ia menggeleng pelan sebagai bentuk jawaban.
"Bau obat-obatan itu berasal dari lab A.S.L yang ada di pusat kota ini." Ia menatap sekilas sosok Lada. "Lab itu mungkin mengalami kebocoran sampai menimbulkan gas serta keadaan seperti ini."
Lada yang mendengar penjelasan itu pun sedikit terkejut dan langsung memberikan tatapan kaku ke arah Kev. "Itu berbahaya, bukan? Ada gas beracun yang bisa terhirup."
"Entah. Lagi pula itu sudah lama, mungkin hanya sebagian dari virus yang bisa merusak bagian dalam tubuh."
"Itu terlihat sama saja, meski mereka melebur dengan zat lain seperti udara dan air, tapi masih ada sisa dari gas yang tersebar. Aku yakin, tempat-tempat di sini sebagian telah tercemari."
Kev hanya mengulum senyum. "Tenanglah, lagi pula tempat ini tidak terlalu mengerikan untuk dilewati," ucapnya.
Pernyataan dari Kev cukup menarik perhatian Lada untuk menunjukkan apa yang bisa dikatakan mengerikan. "Bagian sisimu, lihat! Itu tidak mengerikan?"
Kev memang melihatnya sedari tadi, bahkan berusaha untuk menutupi akan hal itu. Bagian itu dengan sangat jelas menunjukkan tulang-tulang yang berserakan, semacam kerangka manusia yang hampir bersatu dengan alam.
Lelaki bermanik kelabu itu mengangguk dengan pelan, membalas senyum lebih baik daripada berdebat dengan Lada yang pandai berbicara.
Hari yang semakin malam menambah kesan sunyi nan gelap. Di tengah keadaan itu mereka menghabiskan waktu bersama dengan terus menyusuri jalanan beraspal. Gedung-gedung tinggi dan rumah-rumah hanya tampak bagian bawah serta kerangkanya saja, sebab bagian lain telah hancur.
Ada pula beberapa jalanan yang tertutup karena bekas reruntuhan dan mobil-mobil yang terlihat saling bertabrakan. Kev tidak bisa menampik fakta bahwa dirinya melihat beberapa korban di dalam sana hingga luar, walaupun sebagian besar dari mereka hanya menyisakan tulang-belulang.
"10 tahun itu waktu yang lama, ya?"
Pertanyaan dari Lada sempat membuat Kev sempat ambigu. "Untuk apa?"
Lada menunjuk ke sekelilingnya, melihat luasnya tempat yang mereka lalui sekarang ini. "Untuk membuat dunia menjadi sunyi seperti ini," ucapnya.
"Bagaimana jika tahap dari hal yang tidak pernah diduga masih ada di depan kita?" tanya Kev secara tiba-tiba. Tangan lelaki itu sesekali membenarkan posisi akan tubuh Asa yang selalu merosot.
"Semacam uji coba pada manusia?"
"Seperti itu juga bisa," ujar Kev. "Kelompok orang-orang berkedudukan tinggi yang saling membangun teknologi."
"Huh! Menciptakan dunia baru itu terasa seperti keajaiban. Bahkan mereka yang memiliki teknologi paling mumpuni tidak mampu pergi jauh."
Ucapan dari Lada yang terkesan mengerti akan pembicaraannya pun membuat Kev terkekeh pelan. "Jadi, mereka yang kau maksud ini adalah bagian dari Ultra Boost?"
"Ya, bisa dikatakan memang benar."
"Hei, apa yang membuatmu tertarik dengan mereka? Seharusnya—bukankah kau masih kecil untuk mengenal mereka?"
Lada tertawa pelan. "Sejarah, sebuah buku tidak pernah lenyap selama dirawat dengan baik."
Lelaki dengan iris indahnya itu langsung membuang muka, menghindari langsing Lada. "Ucapanmu terlalu tinggi," gumam Kev.
"Itu terserah padaku. Lagi pula ... aku bisa saja membiarkanmu di sini dengan para kerangka manusia itu," ancam si gadis.
Lelaki dengan setelan kaus berpadu celana bahan itu menghentikan langkahnya. "Kau mengancam ku?" Lada membalas tatapan tajam. "Lupakan, kembali pada cerita utama. Aku rasa kau tahu banyak tentang mereka ini."
"Siapa? Ultra Boost?"
"Tentu saja, coba ceritakan apa yang kau tahu."
"Ultra Boost yang aku ketahui memiliki satu lab besar yang dijadikan inti, letaknya di kota Vai." Gadis itu membenarkan letak tangannya untuk kembali membantu Kev berjalan.
"Menurut rumor, mereka mengembangkan peradaban dunia baru yang dibangun setelah kehancuran bumi," jelas Lada seraya menggeleng tak percaya. "Itu benar-benar aneh!"
"Lebih bodoh," imbuh Kev.
"Tapi selain itu, mereka mengembangkan berbagai jenis senjata biologis. Ah, serta rancangan pembentukan manusia baru."
Kev mengerutkan keningnya, memikirkan secarik informasi tentang topik yang dibahas Lada. "Aku pernah mendengar ini ... H.I.K.S.Y? Keduanya hampir mirip."
"Itu cukup lama. 2050?"
"Ya."
Keduanya sempat hening beberapa saat, Kev menatap lukanya yang tetap sama. Namun, sedikit lebih ringan. "Obatmu cukup membuatku membaik."
"Syukurlah kalau begitu, aku hanya bisa membuat dengan bahan apa adanya," ujar Lada yang kemudian menjadi pemahaman baru bagi Kev.
Tiba-tiba si gadis menghentikan langkahnya, terdiam sejenak dalam pikirannya sendiri dan mulai menatap Kev dengan sorot mata yang seakan tidak percaya.
Tidak hanya Lada yang demikian, Kev pun dibuat bungkam saat mendengar suara-suara aneh yang menari-nari di telinganya. "Kau mendengarnya juga?" tanya Kev dengan berbisik.
"Tentu," bisik Lada
"Siapa mereka?"
"Penghuni baru." Lada mengamati sekitarnya, manik biru cerahnya itu berusaha mencari tepat yang cocok untuk berlindung sementara. Si gadis menunjuk bagian lain, sebuah tempat yang cukup untuk bermalam di balik reruntuhan gedung. "Itu cukup," ungkapnya.
Dengan berusaha keras berjalan ke arah sana, kedua manusia itu akhirnya menetap dan membiarkan tubuh mereka beristirahat. Selain itu pula, mereka harus menghindari adanya serangan mahkluk lain dari luar sana.
"Kita bermalam di sini," ujar Lada sembari membantu Kev untuk menempatkan di sisi ternyaman.
"Maafkan aku karena terlalu merepotkan," lirih lelaki bersurai hitam tersebut sembari menatap penuh sesal.
"Itu bukan masalahnya, sekarang biarkan luka itu pulih dan kita mulai perjalanan besok dengan pelarian panjang."
Mengangguk, si lelaki memilih untuk bersandar di bagian tembok dari sisi gedung dan mulai mencari ketenangan di tengah keadaan yang tidak memungkinkan.
Tempat itu hanya celah dari bagian gedung yang runtuh, bagian dalam memang sempit dan kecil. Namun, sekiranya itu cukup untuk sekadar tidur.
Kev menatap Lada yang masih duduk di bagian celah masuk, gadis dengan jubah serta senjata tombaknya itu terlihat sangat kacau. Kev bisa yakin Lada sangat lelah. "Kau bisa beristirahat, Lada."
Si gadis pun menoleh, menatap datar lelaki bersurai hitam itu. "Ya, jika aku mau." Lada mengalihkan pandangannya lagi ke arah luar sana. "Bagaimana keadaan Tey di sana?"
Hening. Kev tidak tahu harus mengucapkan apa untuk saat ini. "Aku rasa dia akan baik-baik saja," ujar si lelaki.
"Lada," panggil Kev. Si pemilik nama menoleh, menunggu kelanjutan ucapan dari si pemanggil.
"Jika ada kemungkinan besar untuk pergi Haunelle, apa kita bisa bekerjasama?" tanya Kev setelah beberapa detik berpikir ulang tentang topik ini.
Si gadis mendadak mengerutkan keningnya heran, ia memutar tubuh itu dan berhadapan langsung dengan Kev. "Tentu, mengapa kau berpikir demikian?"
Kev diam sejenak. "Jika nantinya aku tidak pernah keluar dari sana, apa ada kemungkinan besar untuk kita bertemu?"
Sempat ada rasa aneh dalam benak gadis bersurai merah itu. "Kemana arah pembicaraanmu, Kev? Kita akan melakukan ini bersama-sama, tidak ada yang tertinggal sekalipun itu dirimu."
"Ya ... maafkan aku soal ini," gumam Kev.
"Sekarang, hentikan pembahasan tentang hal ini. Kau juga harus istirahat." Lada yang tidak tertarik dengan hal itu lagi memilih diam dan mengalihkan perhatian. Dirinya lebih memilih menenggelamkan diri dalam kesunyian daripada harus membicarakan orang tak berhati itu.
"ARRGGGG ...."
Kev sontak terkejut, raungan itu terdengar sangat dekat dengan tempat mereka. Atau bahkan tepat di atas keduanya. "Sungguh? Lagi?"
"Mereka mencium bau kita," ucap Lada yang kini mulai menggeser tubuhnya lebih ke dalam dan menghindari bagian tepi celah.
"Aku tidak memiliki senjata apa pun," ungkap Kev dengan raut penuh kekesalan. Lada yang mendengarnya pun hanya bisa diam, dirinya pun sama, hanya mengandalkan tombak itu.
"Kau masih memiliki pisau, Kev?" Anggukan ditunjukkan Kev. "Itu mungkin cukup, tapi yang harus diperhitungkan adalah kakimu."
"Kita bisa melewatinya jika kau bisa berlari cukup kencang, bagaimana?" tanya Lada lagi.
Kev bergeming di tempatnya berada, mulutnya masih bungkam untuk memikirkan kemungkinan terburuk dan terbaik dari aksi nekat mereka. "Sebenarnya masih ada keraguan dalam diriku," ungkap si lelaki.
"Baiklah, kita bisa memulihkan energi malam ini. Aku akan berjaga untuk beberapa jam ke depannya," pungkas Lada.
"Kau butuh istirahat ...."
"Cukup! Sekarang tidurlah, baru kita bergantian. Atau aku bisa terlelap nanti."
Tidak ada kata-kata yang bisa terucap di malam yang gelap dan sunyi itu. Beberapa kali hanya ada suara erangan dari luar sana yang meronta-ronta untuk memangsa apa pun di sekitar.
Langit dengan cahaya rembulan serta taburan bintang menjadi latar akan momen yang tenang sekaligus berbalut waspada.
Kev bisa tertidur beberapa saat. Namun, ketika kelopak mata itu hendak menyelimuti manik kelabu milik si lelaki lagi, dirinya seketika terkejut akan sesuatu yang bergerak dari luar, terlebih dengan kecepatan yang bisa dikatakan melebihi batas normal.
"Apa itu?" lirihnya sembari melihat ke arah si gadis yang telah terlelap.
Kev menyentuh kakinya yang mulai membaik walau tidak sepenuhnya. Ia merangkak, mencoba meraih celah dari bangunan yang ia singgahi. Manik kelabu itu langsung membulat sempurna, menatap betapa banyaknya hewan aneh di luar sana yang tengah berlarian mencari sesuatu. "Lada," bisik Kev.
Tangannya terulur, menggoyangkan bahu si gadis untuk membuka matanya. Butuh beberapa kali percobaan sampai Lada benar-benar membuka matanya dengan sedikit malas. "Ada apa?"
"Aku rasa kita berada di tempat yang salah," ucap Kev dengan sangat lirih, mencoba meredam suara agar tidak ada satu pun dari mereka yang mendengar.
Menyadari akan hal itu, Lada yang penasaran pun ikut merangkak ke arah celah, mengintip sebagian dari dunia luar. "Sial!" umpat si gadis kala melihat suasana di luar yang mulai terasa lebih mencekam.
"Kau memiliki cara lain untuk tetap hidup?"
"Mungkin kita bisa mengalihkan perhatian mereka," ujar Lada memberi ide
"Dengan apa?"
Lada menggelengkan kepalanya, bahkan dia sendiri tidak paham dengan idenya sendiri. "Itu yang tidak aku ketahui."
"ARRGGGG ...."
"Kita harus bergegas sebelum mereka mengepung kita di sini," ucap Lada sembari mengambil tas serta beberapa peralatan yang sempat ia keluarkan.
Kev pun membantu, dirinya mengambil belati dari dalam tas kemudian memotong bagian lengan dari kemeja bekasnya dan mengikat pada pahanya yang sakit. Sekarang cukup membaik. "Huh!"
"Bagaimana? Kau benar-benar bisa berlari?" tanya Lada memastikan.
"Ya, aku yakin," balas si lelaki dengan penuh keyakinan. Ia pun mengambil tas cokelatnya dan membawa Asa yang dalam keadaan sekarat.
"Aku harap kau baik-baik saja, Asa." Lelaki bermanik kelabu itu memasukkan tubuh Asa ke dalam tas, berharap jika hewan bersayap itu bisa hidup saat mereka tiba di Crylic.
Lada mulai keluar, mengendap-endap secara perlahan dan memastikan keadaan yang cukup baik untuk memulai perjalanan. Si gadis mengangkat tangannya, memberikan petunjuk.
Melihat instruksi dari Lada, Kev pun mengangguk dan mulai melangkah keluar dengan sangat hati-hati. Mereka perlahan-lahan meninggalkan celah itu, menoleh ke sana kemari dan terus menatap penuh waspada akan sekitar.
"Hewan apa mereka ini?" bisik Kev.
"Entahlah, sejenis mutasi dari tiga hewan?"
Kev dengan jelas melihat seekor hewan berukuran anjing berada tidak jauh dari tempatnya. Hewan aneh itu memiliki bentuk yang tidak lazim.
Tubuh mereka seperti seekor kecoa dengan kaki yang lebih mirip kelabang, banyak. Namun, anehnya bentuk kepala mereka yang bulat seperti terbelah dari dua sisi.
"Itu benar-benar mengerikan."
"ARRGGGG ...."
Entah karena keberadaan mereka atau aroma mereka yang terlalu kuat, hewan aneh itu bahkan bisa mendapati keberadaan Kev dan Lada yang tengah berjalan mengendap-endap.
"Tidak ada waktu lagi," ucap Lada. "Lari!"
Mereka berdua secara bersamaan mempercepat langkah menjadi pelarian mencekam dengan para hewan seukuran anjing yang jumlahnya tidak hanya belasan, tapi puluhan.
Lada dengan mudah melompati reruntuhan bangunan dari satu ke tempat lain, sedangkan Kev di jalanan yang rusak berusaha tetap bertahan di tengah kondisi kakinya.
"Kev!" Si gadis melompat, menyerang para hewan itu sembari menunggu Kev untuk berlari mencari tempat aman.
Pertahanan akan hewan yang buasnya tidak main-main itu akhirnya runtuh, si gadis segera berbalik arah dan mempercepat larinya.
Tampaknya tidak ada jalan keluar atau pun tempat yang aman untuk saat ini bersembunyi, sebab dengan jumlah mereka yang banyak dan keganasan yang tidak pernah terbayangkan, membuat Lada dan Kev memilih terus berlari walau di tengah gelapnya malam.
"Kev, di malam seperti ini mereka akan terus bertambah!" seru Lada di tengah aksi pelarian.
"Kita pergi ke Gedung Biru!" Kev menunjuk sebuah gedung yang masih memiliki pintu utama berupa besi yang cukup untuk menahan.
"Pergilah! Aku tahan mereka sebentar!"
Kev memimpin, memasuki area yang tak kalah gelap dan segera meneriaki Lada untuk masuk sebelum para hewan gila itu kembali berdatangan. "Lada!"
Si gadis menoleh sekilas, segera ia tusukkan tombak panjang pada si mahkluk mutan itu dan berlari pergi.
Tidak mudah untuk mencapai Gedung Biru yang dimaksud, karena Lada harus dihadang oleh beberapa hewan yang siap mencabik-cabik tubuhnya. "Ah, kalian memang cerdas."
Tombak panjang nan runcing itu ia putar, mengayunkan bagian paling ujung untuk menembus jantung para mahkluk hasil mutasi tersebut.
"Lada! Cepat!"
Gadis bersurai merah itu menatap Kev, kemudian memastikan kesekelilingnya dan segera berlari dengan cepat memasuki gedung. Beberapa hewan yang melihat mereka ikut menerobos, berusaha mendobrak dengan penuh kekuatan.
Karena hanya dua orang, tentu saja kedua hampir kalah dengan jumlah mereka yang mencapai puluhan bahkan ratusan. Kev pun berusaha melihat sesuatu disekitar yang bisa menahan pintu, sebab dirinya yang tidak sanggup lagi untuk berada di sana lebih lama lagi.
"Lada, ambil rantai itu!" perintah Kev kala maniknya menemukan benda yang cocok.
Si gadis menoleh ke arah benda yang di tuju. "Bagaimana bisa?"
"Cepat! Aku akan menahannya!"
Si gadis menutup mata sejenak dengan sedikit kesal dan meninggalkan bagian pintu untuk mengambil rantai tersebut dengan cepat.
Perginya Lada membuat pertahanan di sana benar-benar melemah. Kev dengan usaha dan kakinya yang mulai mengeluarkan darah tetap mengerahkan tanaga agar pintu tetap tertutup.
Namun, usaha yang ia kerahkan itu tidak sebanding dengan apa yang menjadi musuhnya. Pintu yang terasa berkarat mulai terkikis, gagang yang ia rapatkan kini sedikit terbuka dengan menampilkan hewan mengerikan itu tepat di depan wajah Kev.
"Lada!"
Raungan mereka mulai terdengar kembali, mulut itu terbuka lebar hendak memangsa Kev.
Lada sendiri masih berusaha menarik rantai yang cukup besar dan berat itu. Ia menyeret dengan susah payah dan akhirnya mencapai sisi Kev setelah beberapa menit. Gagang pintu mereka satukan, kemudian baru keduanya ikat dengan rantai untuk sekadar menahan.
Kev bernafas lega. Akhirnya ia bisa merasakan kedamaian yang cukup. "Huh! Kita bisa beristirahat di sini."
Belum sempat mereka merasakan ketenangan yang nyata, dobrakan dari depan tampak semakin besar dan kasar. Kev dan Lada saling menatap. Menandakan predator itu masih berusaha memangsa keduanya.
"Ayo! Itu tidak akan lama!"
"Sial!" umpat Kev yang berlari mengikuti Lada.
~
|| Sekuat apakah takdir menguji? ||
ARCANE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top