25A : A Foreign Environment
"No, no, no."
Kaki dengan jumlah tak terhingga itu menapak di atas tanah. Kepalanya hampir tidak diketahui, dengan antena terpasang di bagian atas yang menjadi sinyal tersendiri. Itu adalah spesies kelabang dengan ukuran yang jauh lebih besar pada umumnya, dengan permukaan punggung ditutupi oleh banyak tuberkel.
Kev tercengang akan apa yang ada di hadapannya, hewan itu bahkan bukanlah sesuatu yang ia dambakan setelah keluarga Cacing Besar.
Hewan itu meraung dengan suaranya yang mengerikan. Kev tidak bisa berbuat apa pun untuk sekarang kecuali meninggalkan tempat itu secara perlahan. Asa yang ada di pundaknya pun tampak tidak berani mengepakkan sayapnya, terbukti dengan dirinya yang masih diam dengan mata yang terus tertuju pada sosok di depan sana.
"Aku pikir keberadaannya tidak pernah nyata," ujar Kev seraya menggelengkan kepalanya, ia menatap Asa untuk sejenak. "Terbang lah kawan kecil, kita harus pergi tanpa membuat siapa pun terluka, oke?"
Lelaki dengan iris kelabu nya itu mendorong-dorong secara perlahan sosok yang masih bertengger di atas pundaknya, berharap jika Asa mau menggepakkan sayapnya dan menunjukkan jalan baru agar mereka selamat dari kejaran sosok monster di depan sana.
"Aku bisa tebak, kita akan berakhir di sini, lihat kakinya," lirih lelaki itu. Asa pun akhirnya mulai menuruti ucapan teman barunya dengan pergi menjauh untuk mendapatkan tempat yang cocok.
Sedangkan Kev masih melakukan persembunyian di balik salah satu pohon yang ia harapkan mampu menghindar dari sosoknya. Namun, akankah aroma khas dirinya mampu hilang begitu saja dengan bersembunyi di balik pepohonan? Ah, mungkin jawabannya bisa ditemukan.
Benar saja, hewan itu memang mencium baunya, mendekati secara perlahan dengan kakinya yang banyak. Tak terbayangkan bagaimana menggelikannya hewan mengerikan itu yang semakin mendekat ke arah Kev.
"Tahan, tahan."
Kev menutup matanya dengan menetralkan napas yang masih memburu karena takut. Tubuh itu meneteskan keringat tanpa sebab, dalam benak kecilnya masih ada rasa tidak rela jika dirinya mati sia-sia di tangan kelabang purba bergenus Arthropleura ini.
Hewan itu terus berjalan, mengitari area tempat Kev berada dan berhasil menemukan si lelaki hanya dalam beberapa detik saja. Kev yang menyadari akan tatapan hewan itu hanya bisa mematung dengan ekspresi tersenyum paksa.
Tanpa sedikit pun aba-aba hewan mengerikan dengan kakinya yang banyak itu pun mengeluarkan suara berat dan dalam. Si hewan berhasil mengendus bau Kev, dan tinggal beberapa detik saja dirinya bisa mencabik-cabik si manusia menjadi makanan empuknya.
"Gawat!" Kev sembari berlari menjauh melewati rerimbunan pohon dengan jalan berliku-liku agar memperlambat pergerakan dari sosok ganas tersebut. Kev menatap sesekali ke belakang, dan berharap seseorang bisa datang membantunya.
"Mengapa Al tidak memberiku senjata sama sekali!" kesal si lelaki sembari terus berlari menjauh. Pelarian itu bahkan berkali-kali terhalang karena bebatuan serta rumput-rumput panjang yang menghalanginya.
Dari jauh, Asa entah dari mana datang dengan suaranya yang teramat memekakan. Kev mendongak, tersenyum penuh kemenangan dan terus melanjutkan larinya untuk mengikuti pergerakan Asa yang ia yakini menunjukkan tempat yang cocok untuk mereka sembunyi.
Karena manik itu terus mengikuti arah gerak Asa, Kev yang tidak melihat apa pun di depannya, pun harus menabrak sesuatu yang pada akhirnya membuat lelaki berambut hitam itu terpelanting ke belakang. Kev menatap sesuatu itu dan langsung membulatkan mata kala melihat apa yang ia tabrak.
"Kau?! Bagaimana bisa kau di sini?!"
Sosok itu hanya diam dengan senyum miring yang selalu menunjukkan raut menyebalkannya. "Bukan urusanmu bagaimana aku datang, tapi ingatlah jika kedatanganku ke sini sebagai malaikat pencabut nyawa atas dirimu, Kev."
Kev menatap malas, ia bersusah payah bangkit dan kembali melihat keadaan sekitar yang terasa sepi. Namun, masih menyimpan misteri yang mendalam. "Di mana dia?" tanyanya yang sedikit bingung karena tak menemukan si hewan mengerikan itu.
"Jangan mencoba mengalihkan apa yang menjadi masalah kita, Lembek! Segala sesuatu yang ada di Haunelle harus selesai saat ini juga!"
Lelaki yang merasa namanya disebut pun menoleh, mengernyit tak mengerti akan apa yang di ucapkan sosok pria di depannya. "Hentikan pertarungan kita, aku sama sekali tidak berminat kali ini," ujar Kev yang terus mengawasi keadaan sekitar. Ia memiliki firasat lebih buruk akan persembunyian sosok kelabang besar itu.
Nex, pria yang menjadi musuh besar Kev di Haunelle itu mendekat dan mendorong Kev untuk menatapnya. "Omong kosong apa yang ingin kau berikan? Kita akan lihat sejauh mana kau bisa bertahan dari ancamanku."
Merasa muak, Kev pun memilih meninggalkan pria itu lengkap dengan raut tajam. "Pergilah atau kau akan menjadi santapan empuk dari kelabang purba," ucap si lelaki bermanik kelabu seraya melangkah menjauh.
Kev sebenarnya masih ingin membalaskan setiap perbuatan Nex, tapi sesuatu lebih berbahaya sedang mengancamnya. Jadi, dengan cara meninggalkan Nex di sana, mungkin Kev akan selamat. Mengorbankan sosok pria besar itu akan cukup untuk membayar tiket masuk menuju perbatasan.
"Terima kasih banyak, Nex!" serunya.
Kev berjalan mundur, meninggalkan Nex dengan senyum lebarnya. Namun, mendadak senyum teramat lebar itu harus musnah begitu saja saat manik kelabunya menatap mutan berupa kelabang raksasa tersebut tengah mengitari salah satu pohon besar di belakang Nex.
"Sial!" umpat lelaki berambut hitam itu dengan raut ketakutan. "Nex!" teriak Kev seraya menunjuk-nunjuk ke arah atas, berharap pria berbandan besar itu mampu mencerna kode yang ia berikan.
Nex tetaplah pria yang sama dengan sifat keras kepala dan sombong. Bukannya menuruti ucapan Kev, pria itu justru mengambil senjata berupa crossbow dengan jenis Barnett Crossbow. Kev yang menyadari akan apa yang hendak dilakukan Nex pun menggeleng tak percaya.
"Kau ingin menguji kemahiran ku, Lembek?"
"Percuma," gumamnya disertai embusan napas kasar. Kev pada akhirnya hanya mundur untuk perlahan demi nyawanya sendiri. Entah bagaimana nasib Nex, Kev tidak akan peduli. "Biarkan dia hilang."
Di sisi tempat Nex berada, pria itu mulai menyadari akan suara erangan aneh yang ada di belakang. Tangan yang tadinya hendak menembakkan peluru ke arah Kev, kini perlahan mulai ia kendurkan. Nex pun mempertajam indera pendengarnya dan menoleh guna memastikan.
Betapa terkejutnya lelaki itu kala netranya menangkap sebuah kelabang benar-benar ada di atasnya dan siap membuka mulut dengan sangat lebar. "Astaga," lirihnya.
Bukan seperti Kev yang sedikit memiliki keberanian, Nex justru menetap di sana sembari membidik sosok itu.
Raungan serta amukan sang kelabang tidak mengetarkan Nex untuk tetap ingin menaklukkan sosok itu. Dengan keberanian yang selalu ia tanamkan, pria itu mampu melesat ke bagian lain dan menembaki mutan itu dengan anak panah yang tersedia di punggungnya.
Sedangkan Kev yang telah berjalan beberapa meter pun berhenti kala tidak ada tanda-tanda teriakan atau pun hal yang membuatnya puas. Akhirnya karena ingin memastikan Nex hidup atau tidak, lelaki bermanik kelabu itu memutar arah kembali.
Dilihatnya pria berpakaian ala pemburu itu yang tengah kesulitan menghadapi lawan besarnya. Kev di balik pohon hanya bisa menatap datar dengan sedikit rasa senang karena sebentar lagi penjaga tiket akan tiada. "Ya, walaupun kelabang purba itu harus mati di tangan musuh bebuyutanku."
"Jujur saja aku ingin membunuhnya jika memiliki senapan," ujar Kev kemudian. Lelaki itu mengalihkan pandangannya untuk mencari burung elang yang sempat menuntun dirinya menuju persembunyian.
Karena tidak ingin kehilangan lagi, akhirnya Kev beranjak pergi untuk mencari sosok Asa yang menghilang entah ke mana. Kepergian itu tentunya sebagai bentuk melarikan diri dari pria yang nantinya dipastikan beralih menyerang dirinya.
Biarkan, sebut saja Kev memang takut. Karena menipisnya persenjataan, mengharuskannya berlari. Bagaimana pun dia tidak mungkin bisa melawan sosok Nex yang teramat kuat dan jauh lebih lihai.
Kev menyusuri setiap jalanan berumput, menatap langit-langit dan berusaha menemukan Asa dibalik rerimbunan pohon. Manik kelabu itu tidak henti-hentinya mengamati sekitar, sedari tadi pula Kev terus memanggil nama hewan bersayap itu.
"Asa!" Tidak ada jawaban atau pun pertanda kecil membuat Kev kembali dibuat cemas, takut-takut jikalau hewan itu kembali menghilang atau di mangsa hewan lain yang lebih besar.
"Asa!"
Melupakan pikiran negatif yang kini bersarang di kepalanya. Kev kini memulai pencarian dengan terus berjalan menjauhi keberadaan Nex yang masih disulitkan oleh kelabang purba itu. Rasanya tidaklah mudah mencari sosok burung itu dengan hanya menatap ranting-ranting pohon.
"Asa!"
Kev menghentikan langkahnya untuk sejenak, dirinya mempertajam indera pendengar sekaligus penglihat. Suara-suara aneh memang terdengar di sepanjang jalannya, tapi kali ini ia baru mendengar suara yang cukup familier.
Suara kepakan sayap serta suara khas yang selalu menjadi pertanda kehadirannya membuat Kev bisa bernapas lega. Dugaannya benar ketika Asa dengan kelincahan terbangnya datang dari depannya, Kev menyipitkan mata guna melihat lebih jauh apa yang ada di kaki hewan itu.
"Tunggu, apa yang kau bawa?" tanya Kev tatkala hewan itu berhenti di depannya dengan sebuah benda yang terasa tidak asing dalam ingatannya. "Ini? Kau menemukannya di mana?"
Benda itu berupa pisau belati yang sempat ia tancapkan di tubuh Sang Maut. Yeah, tentu saja. Dan? Mengapa Asa mampu membawanya kemari?
"Hei, bagaimana kau mendapatkan ini?" tanyanya seraya mengulurkan tangan untuk mengambil pisau tersebut. "Ini masih sama."
Kev menyunggingkan senyum. "Aku bisa menggunakannya sekarang," ujar lelaki itu. Ia menoleh ke belakang untuk sekilas, kemudian memilih melangkah meninggalkan Nex sendiri.
"Good die day."
Sebuah benda runcing nan panjang melesat jauh dan menancap tepat di samping lelaki yang hendak meninggalkan tempatnya."Shit! Apa-apaan?!" umpatnya karena terkejut.
~
"Kematian selalu menghampiri di setiap jengkal kisahmu."
ARCANE
~
Note :
1. Arthropleura adalah genus arthropoda kaki seribu yang punah yang hidup di tempat yang sekarang disebut Amerika Utara dan Eropa sekitar 345 hingga 295 juta tahun yang lalu.
sumber : wikipedia.
2. Tuberkel berarti tonjolan kecil dan keras. Ini semacam perlindungan diri dari jenis Arthropleura Amarta.
sumber : pribadi. Jika ada salah, kalian yang paham bisa tambahkan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top