22A : Aliferous
Embusan angin dari utara membuat lelaki dengan rambut hitam legam itu kembali merapatkan diri guna menghangatkan tubuhnya. Pakaian yang telah kumal dengan keadaan kotor tampak ia pandangi sejenak, baru untuk pertama kali Kev merasa sangat kotor dan jelek.
"Hampir 1 minggu, dan aku masih di sini." Ia menghela napas kasar, seakan sulit untuk menerima apa yang ia lakukan selama ini. "Seharusnya aku telah sampai, bertemu ibu dan memeluknya dengan erat."
"Jangan mencemaskan hal yang tidak pasti," sahut seseorang yang kini berjalan ke arahnya dengan membawa dua gelas minuman. Orang itu duduk di bagian lain bebatuan dan mengulurkan tangannya untuk memberikan minuman yang ia bawa.
Kev dengan seulas senyumnya menerima, mengangguk sebagai tanda terima kasih dan meminumnya untuk membasahi tenggorokan yang mulai mengering. "Ini menyegarkan," ungkap lelaki bermanik kelabu itu seraya mengangkat gelasnya.
Orang di seberang sana hanya terkekeh. "Baguslah, aku mengkonsumsinya setiap hari, aku pikir orang-orang tidak menyukai minuman seperti itu."
"Kau membuatnya sendiri? Dari apa?"
Pertanyaan itu untuk sejenak membuat sosok di depan Kev terdiam. "Campuran Echinacea dengan beberapa bahan lain, aku memakai teh alami dan telur dari Bubblefes."
Kev mengerutkan keningnya tidak mengerti. Penasaran dengan telur yang dimaksud sosok di depannya ini. "Telur? Bubblefes?"
Sosok di depannya mengangguk. "Semacam hewan kecil yang mirip seperti gelembung, uhm ... bulat mungkin?"
Mendadak Kev membulatkan matanya tidak percaya. "Apa?!" Sosok lelaki dengan maniknya yang bersinar cerah itu menggeleng cepat, ia menahan Kev untuk membuang gelas yang ada di tangannya.
"Hei! Itu ramuan herbal, aku membuatnya dengan susah payah, jangan sampai aku melihatmu membuangnya sembarang," jelas lelaki tersebut dengan wajah serius. Namun, detik berikutnya hanya senyum jahil yang ia tunjukkan.
Kev dengan penuh keraguan menghabiskan satu-satunya minuman yang ada, dengan memejamkan mata sejenak ia berharap semoga bisa menelan habis apa yang sempat ia puji sebagai minuman menyegarkan.
"Habis," ujar lelaki berambut hitam itu sembari menunjukkan gelasnya yang telah kosong. Orang di depannya pun ikut menunjukkan wajah penuh terima kasih, kini gilirannya yang tidak ingin kalah dari Kev. Sosok di depan Kev itu pun segera mengambil gelasnya, meminumnya dalam sekali teguk dan tersenyum penuh bangga.
"Bagaimana?"
"Tidak terlalu buruk," ungkap Kev yang ikut tertawa.
Keduanya sempat hening untuk beberapa saat, Kev sibuk memikirkan kelanjutan perjalanan panjangnya. Sedangkan lelaki yang tidak diketahui identitasnya itu memilih menikmati waktu yang selalu membuatnya tenang.
"Ngomong-ngomong, siapa kau?" tanya Kev tanpa ada basa-basi sedikit pun.
Sosok lelaki di seberang tempatnya berada itu hanya menunjukkan senyumnya kembali, ia meletakkan cangkir yang ia bawa dan mulai membuka suara. "Aku bisa dibilang penjaga, sesosok manusia penghuni hutan."
Bukannya paham, Kev semakin mengerutkan kehingnya lebih dalam, tidak mengerti apa yang hendak diucapkan sosok di depannya ini. "Bisa kau jelaskan intinya saja, siapa kau, namamu dan dari mana asalmu. Itu mudah," terang lelaki bermanik kelabu itu diikuti gerakan tangannya.
Lelaki dengan pakaian yang terkesan sederhana hanya dengan kaus berwarna krem berpadu celana bahan berwarna cokelat tampak mengalihkan pandangannya untuk sesaat. "Namaku Aliferous, aku tinggal di sini dan asalku dari jauh sana."
"Al ... siapa tadi?" tanya Kev.
"A.L.I.F.E.R.O.U.S. Dan kau bisa memanggilku Al atau Ali, itu terserah."
Kev mengangguk-anggukan kepalanya mengerti, walau baginya nama itu terkesan unik dan sulit dihafalkan. "Al, itu cukup bagus," ungkap lelaki berambut hitam itu dengan seulas senyum tipis. "Tunggu, kau bilang kau tinggal di sini? Itu ... terkesan aneh, kan?"
"Apa yang aneh?" tanya lelaki bernama Al itu.
"Ya, maksudku kau tinggal di dalam hutan yang kita tahu bahwa sekarang bukan milik manusia," jelas Kev yang ikut diangguki Al.
Al tampak bangkit dari tempatnya duduk, kemudian berjalanlah dirinya menuju sisi lain berbatuan yang tersusun di sana. "Kemarilah ... siapa namamu?" Pertanyaan itu membuat lelaki yang sedari tadi duduk terdiam ikut beranjak.
"Kev," ucapnya.
"Lihatlah betapa indahnya dunia yang sekarang," ujar Al, "Terkadang alam itu berhak mengambil apa yang menjadi haknya, apa yang dirasa telah rusak, ia menginginkannya kembali." Lelaki itu menunjuk sebuah tempat. "Pada dasarnya, manusia itu perusak. Aku tidak pernah menyalahkan siapa pun terkait takdir dan sebuah pembalasan. Jika ini kehendak Tuhan, maka biarlah. Jika ini pembalasan atau memang rencana, itu patut di kembalikan seperti semula."
Ucapan panjang dan lebar dari sosok Al ini membuat Kev merenung, dirinya berusaha mencerna setiap kata yang terucap, memahami makna kiasan itu dan berusaha memecahkan apa yang memang diinginkan Al. "Maksudmu ini tentang 'bagaimana ini semua terjadi' ?"
Al mengendikkan bahunya dan menoleh. "Entahlah, tergantung bagaimana kau memahami apa yang aku ucapkan."
Lelaki dengan rambut hitam sedikit panjang itu meninggalkan Kev begitu saja, memasuki gua yang memiliki pintu kayu dengan tumbuhan yang hampir melahap sebagiannya. Kev tentu saja memilih untuk mengikuti lelaki itu, memasuki rumah yang ia kira hanya memilik satu ruang.
"Aku tidak pernah menyangka," gumam Kev kala melihat apa yang ada di hadapannya. Lelaki itu kembali keluar untuk melihat seberapa besar tempat ini, kemudian masuk dan menyusuri tempat yang ternyata memiliki luas lebih dari dugaannya.
Melihat tingkah aneh dari Kev, Al pun mengamatinya sejenak. "Ada apa?" tanya Al sembari menyiapkan sebuah selimut pada Kev.
Lelaki bermanik kelabu itu hanya menggeleng pelan karena sadar akan tingkahnya sendiri. "Tempat penuh keajaiban," ujarnya kemudian.
Al yang mendengar itu hanya terkekeh dan melemparkan selimut itu tanpa menunggu persiapan dari Kev. "Kau bisa membersihkan diri terlebih dahulu di sana." Ia menunjuk ke arah bagian lain dengan pintu cokelat berhias dedaunan yang tampak sangat alami.
Kev pun mengangguk paham dan berjalan ke sana sembari membersihkan selimut yang sempat dilempar oleh Al.
"Ah iya. Ada satu tempat kosong yang selalu aku sisakan jika ada tamu, dan itu dirimu." Setelah kalimat itu terucap, Al memilih pergi ke tempat lain di sisi ruang dan menyibukkan diri di sana.
Lain halnya dengan Kev yang kini memasuki ruang yang ia yakini sebagai kamar tempat beristirahat. Lelaki itu kembali tersenyum penuh kebahagiaan kala melihat apa yang selama ini ia rindukan, kasur. Ya, walaupun benda itu terkesan kecil dan sedikit lusuh.
"Yang paling utama adalah kenyamanan," ujarnya yang kini tengah menyantaikan diri di atas ranjang itu, Kev benar-benar merindukan tempat ternyaman untuk tidur.
Setelah selesai membersihkan diri semenjak hampir lima hari tidak mandi, lelaki itu kini menyantaikan diri di tepian ranjang sembari menatap pemandangan luar rumah.
Di malam yang penuh bintang serta rembulan dengan cahayanya, angin menemani setiap embusan napas siapa pun makhluk yang hidup. Di luar rumah aneh itu dipenuhi cahaya kunang-kunang dengan alunan suara hutan yang khas.
Malam penuh ketenangan baru Kev rasakan setelah 4 malam ia habiskan untuk tidur di atas bebatuan dan tanah tanpa alas. Lelaki itu tidak langsung tidur begitu saja, dirinya masih mengamati indahnya dunia melalui jendela kamar yang tersedia.
Pikiran lelaki itu mengelana jauh, memikirkan bagaimana keadaan Lada dan Tey di luar sana. Serta bagaimana jika Lada mendapat serangan lebih mengerikan dari dirinya. Dan bagaimana nasib Tey yang terkurung di kota tanpa hati itu.
"Apa yang kau lihat?" Suara yang tiba-tiba itu membuat Kev tersadar dari lamunannya dan menoleh sekilas.
"Apa?"
Al hanya bersandar di pintu, sesekali menoleh kearah Kev. "Kau menyukai tempat ini?" tanya si lelaki.
Anggukan dari Kev menegaskan apa yang ada di hatinya. "Ya, aku sangat menyukainya."
"Tinggallah jika mau," ujar Al kemudian. Mungkin tawaran itu untuk sekadar teman berbicara atau penghuni kamarnya yang selama ini kosong bertahun-tahun.
Kev menggelengkan kepalanya, ia menghela napas, tidak nyaman untuk menolak. Namun, tidak bisa jika harus tetap tinggal. "Aku harus melanjutkan perjalanan. Maaf."
"Ah, kemana tujuanmu? Aku bahkan belum menanyakan hal itu." Lelaki itu kini menegakkan badannya dan berjalan ke arah kursi yang ada di sana.
"Crylic," ungkap lelaki bermanik kelabu itu dengan santainya.
Al, lelaki bermanik silver itu pun paham dan kembali menanyakan sesuatu. "Apa yang membuatmu ingin ke sana? Kau sejauh ini pula."
"Ibuku, mungkin? Aku tidak mengerti, aku mendapat kode bahaya dari sana, kemudian suara itu mengingatkanku dengan ibu," ucapnya dengan sedikit menggantung. "Aku belum tahu dia ibuku atau bukan, tapi yang jelas aku ingin keluar dari Haunelle dan menemukan rumah baru."
Seakan tidak percaya dengan hal itu, Al tersenyum bangga dan menepuk pundak Kev sebagai tanda percaya. "Hebat, aku mengakuinya. Kau rela berjalan sejauh itu demi seseorang yang belum kau pastikan jika dia ibumu."
"Itu sebuah keajaiban karena aku masih hidup, entah jika kau tidak membunuhnya mungkin aku telah tiada."
Lelaki berambut hitam serta manik silvernya yang terkesan cerah itu hanya menunjukkan senyum tipis. "Sebuah kebetulan karena aku mendengar dentuman, aku pikir itu ulah hewan lain, tapi ternyata sosok yang tidak pernah aku bayangkan."
"Cacing Gila, dia mengerikan."
"Yeah, dia benar-benar buas, aku tidak tahu motifnya apa. Namun, jika dilihat seperti memiliki dendam."
Kev menyetujuinya. "Kau juga berpikir seperti itu?" Al mengangguk sebagai jawaban tanpa ada suara yang keluar dari mulutnya.
Tidak ada yang bisa mereka bicarakan, akhirnya Al memilih untuk beranjak dari tempatnya dan mempersilahkan Kev untuk istirahat. "Baiklah, aku akan membiarkanmu istirahat malam ini."
"Terima kasih," balas Kev.
"Tidak masalah, kau bisa memakan apa pun di dapur. Kau tahu, aku tidak pandai memasak." Mendengar itu Kev hanya tertawa, begitupula Al. Namun, beberapa detik kemudian si lelaki bermanik silver itu segera menutup pintu kamar dan melangkah menuju bagian lain.
Kev pun bersiap tidur, merapikan peralatan yang ada di sekitarnya dan menaikkan selimut untuk menutupi dari dinginnya malam. "Selamat malam."
***
|| Keberanian tidak pernah ada jika kau tetap enggan meluapkannya. ||
ARCANE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top