21C : Come on!

PERBATASAN TIMUR, WILAYAH FRENILIC.

Napasnya tercekat, udara terasa sangat menyesakkan setelah dirinya terpisah dari sosok Lada. Kini Kev tidak pernah tahu tujuan utamanya, sebab meninggalkan orang yang telah membantu sampai di titik ini merupakan hal berat.

Entah bagaimana bisa, lelaki itu kini memilih menepi di bagian bawah sebuah tebing yang cukup untuk istirahat walau hanya beberapa menit bahkan detik. Kev menenangkan kembali pikirannya, berharap hari esok dirinya mampu melihat kembali kedua orang berharga dalam hidupnya.

Air yang tinggal setengah ia teguk, merasakan letihnya hari tanpa istirahat. Hari yang tampak cerah ini akhirnya membangkitkan semangat si lelaki untuk tetap melanjutkan perjalanan yang telah ia mulai, berharap dirinya bisa segera menuntaskan ini dan balik melawan.

Kev mengerutkan keningnya heran kala jalan di depannya tampak bercabang, sebelah kanan tampak lebih gelap dan rimbun dan sebelah kiri terlihat sangat sejuk dengan beberapa rerumputan hijau yang segar.

"Shit!" Tanpa pikir panjang, lelaki berambut hitam tersebut segera mengambil jalan yang lebih mudah yaitu sisi kiri.

Rerumputan hijau nan luas membentang, jauh dari kata rerimbunan hutan. Entah mengapa seakan Kev memasuki dunia yang baru, lebih tenang dan aman. Itu menurutnya.

Kesendirian itu ia lalui dengan menyenandungkan lagu-lagu kecil di sepanjang jalan. Kupu-kupu yang cantik beterbangan, menari dengan gemulainya. Awan putih serta langit biru menjadi latar dari petualangan mengesankan itu.

"Andaikan aku bertemu Asa kembali," gumam si lelaki. Ia menghentikan langkahnya, mengamati beberapa tumbuhan dengan bentuk aneh.

Sebuah pohon dengan buah berwarna ungu, buah itu berbentuk seperti jeruk, dengan kulit berkerut yang tidak pasti. Kev mengulurkan tangannya, meraih buah aneh tersebut dan menatapnya lebih dalam.

"Apa-apaan ini?" gumam Kev. Dari pada memikirkan hal yang tidak pasti, ia segera membuang buah itu dan melanjutkan perjalanan menuju kota tempat berpulang. "Aku tidak ingin mengulangi hal sama, keracunan makanan? Cih!"

Di tengah langkah yang santai, Kev mendadak mendengar suara raungan yang samar-samar, tidak jelas asal dari suara itu. Namun, karena Kev tidak ingin berurusan kembali dengan mereka, ia memilih melanjutkan langkahnya.

Belum sempat dirinya kembali tenang, suara yang penuh misteri itu berhasil mengejutkannya lebih dalam. Kev menatap sekitar untuk sekadar memastikan jika apa yang ia dengar bukanlah halusinasi atau permainan ilusi dari hutan.

Namun, perasaan yang ia kira hanya halusinasi semata ternyata terbantahkan akan ulah sesuatu yang bergerak dari jauh sana. Kev mengerutkan dahinya heran, mencerna lebih lanjut apa yang ia lihat. Pergerakan itu semakin terasa dan mendekat, lelaki bermanik biru itu perlahan mundur beberapa langkah.

"Apakah ini yang dinamakan Cacing Gila?" gumam si lelaki berambut hitam itu seraya mengingat kembali ucapan dari Tey.  "Dia benar-benar gila."

Persiapan belum sepenuhnya ia miliki, bahkan untuk kali ini Kev harus kehilangan seluruh senjata yang ia miliki karena pelariannya dari sosok Tarantula Jumbo. Senapa miliknya sengaja ia buang karena satu-satunya peluru yang tersisa telah habis.

Dan tas cokelat yang ia bawa sedari awal kini hanya menyisakan kompas, peta yang hampir hancur, pematik api, tali dan belati. Kev tampaknya tidak ingin membuat siapa pun di sekitar bangkit, sebab selain kekurangan senjata, ia pun lelah jika harus berlarian dan terdampar ke sana kemari.

Mendadak langkah Kev yang santai itu harus kembali terhenti, beberapa gundukan tanah mulai bergerak, mendekatinya dan membentuk celah yang menampakkan sesuatu aneh bergerak di kedalaman yang tidak terjangkau. Lelaki itu menggeleng pelan, perasaan aneh mulai menjalar hingga keseluruh tubuh.

"Dia bisa mendeteksi apa pun," gumam si Kev. Sebelum terlambat dirinya segera beranjak pergi, menjauh dan berlari sekencang mungkin dari gundukan tanah yang mulai merambat ke arahnya. Getaran dari tanah mulai terasakan, Kev mempercepat pelariannya serta berusaha mencari tampat teraman.

Raungan serta suara tanah yang bergerak menjadi satu, Kev benar-benar tidak bisa membayangkan betapa mengerikannya hewan satu ini dengan tingkat kebuasan yang lebih dari sosok Cacing Besar. 

Keringat dingin mengucur, membasahi pelipis hingga leher bahkan seluruh tubuh. Lelaki yang memilik manik berwarna biru itu dalam ambang kematian, kejaran yang amat brutal dari Cacing Gila berhasil membakar semangatnya untuk tetap hidup. 

Di tengah aksi berlarinya, Kev sesekali melirik pepohonan sekitar yang mulai tumbang akibat tanah yang kini terus mengejarnya tiada henti, beberapa dari mereka roboh hingga menghalangi jalan dan hal inilah yang membuat Kev terpaksa mengambil jalan asal-asalan untuk tetap menghindar.

Suara mengerikan dari Cacing Gila terdengar bersamaan dengan munculnya sosok paling besar dan mengerikan. Giginya yang banyak serta rupa berlendir dengan wajah yang tidak jelas tersebut mulai menghantui di setiap mimpi orang yang bertemu dengannya. Kev dengan jelas melihatnya, menatap hewan dengan badan besar serta panjang yang lebih dari bayangannya.

Untungnya Kev mampu menghindar ketika sosok itu membuka mulutnya hendak menyantap, dengan bantuan pepohonan yang mulai tumbang, lelaki itu mampu berlari menghindar dengan cara melompat di setiap bagian batang pohon.

"Hah ... hah ... hah ...!" Napasnya seolah terkikis habis oleh kegiatan yang ia lakukan, lelaki itu menoleh, melihat kondisi yang memungkinkan untuknya bisa lolos dari sosok si cacing.

Lelaki itu mengamati tempat sekitarnya, sekiranya ada sebuah perbatasan antara dataran tinggi dengan wilayah di bawah sana. Kev membelokkan lajunya, mengarahkan kaki itu menuju bagian antara dataran rendah dan dataran tinggi. Bisa terbayangkan bagaimana jadinya jika keduanya bertemu.

Di tepian jurang itu Kev kembali melihat sosok Cacing Gila yang masih mengejarnya, ia memejamkan mata sejenak untuk mengambil napas dalam-dalam. Di tatapnya bagian terbawah dari wilayah ini, sebuah hutan dengan rerumputan hijau serta pepohonan lebat yang menutupi hampir setiap bagian.

Kev kembali memikirkan rencana gilanya. "Jika aku tidak melompat, dia akan terus mengejarku hingga ujung kematian," ucapnya, "Namun, jika aku melompat, akan dipastikan patah tulang." 

Suara mengerikan itu kembali terdengar untuk kesekian kalinya, tanpa pikir panjang Kev segera mengambil posisi dan berlari sekuat tenaga dengan mata tertutup. "Persetan dengan semuanya!" 

Tubuh berbalut kaus kusam dengan celana yang sebagian telah robek itu mulai meluncur. Cacing Hijau yang saat itu masih merasakan bau dari sosok Kev muncul kembali, menunjukkan siapa dirinya dan ikut melompat bersama dengan terjatuhnya tubuh si lelaki.

"What the hell?" Kev mengerutkan keningnya tidak mengerti saat melihat sosok yang harusnya ia hindari justru berada tepat di atasnya. Ya tepat di atasnya, seolah mereka terjun bersama. "Percuma aku melompat!" 

Tubuh itu jatuh tepat di sebuah pohon yang ada di sana, terpental kesana kemari dan mendarat dengan sangat keras di permukaan tanah. "Aduh!" erangnya sembari merasakan betapa sakitnya punggung yang ia daratkan terlebih dahulu.

Kev mendudukkan diri sejenak, mengatur kembali letak tulangnya dan mengamati sekeliling yang tampak terasa berbeda. Lelaki bermanik biru itu kemudian bangkit, melihat sesosok hewan besar yang jatuh tepat di sebelah kirinya. "Hah! Aku lebih kuat darimu," ujarnya.

Dari yang Kev lihat, hewan itu tampak mati, entah itu benar-benar mati atau hanya pingsan karena jatuh dari ketinggian. Sebelum cacing itu nantinya sadar, Kev segera mengambil langkah untuk pergi dan menjauh sejauh-jauhnya dari sosok yang ia yakini mutasi dari lintah.

Belum sempat dirinya menjauh beberapa meter dari sosok itu, kini perlahan cacing berwarna cokelat gelap dengan model mengerikan itu kembali mengeluarkan suara terdalamnya.

"Shit!" umpat lelaki berambut hitam itu sembari melangkah perlahan demi perlahan. Dirinya sebisa mungkin harus memelankan suara agar sosok itu tidak bisa mendengar atau melihatnya.

Gerak spontan dari sosok Cacing Gila membuat Kev secara tidak sengaja menggerakkan kakinya terlalu kasar, sebab itulah suara yang ditimbulkan seketika membuat si cacing menoleh ke arahnya.

"Aku benar-benar akan mati."

Sedetik setelah kalimat itu terucap, cacing tersebut mulai memasuki bagiannya, membentuk jalur mematikan di dalam tanah dan menjebak siapa pun yang ada di atasnya.

Kev tidak ingin mati sia-sia, segera ia kembali mengisi staminanya dan menggerakkan kaki untuk berlari lebih kencang.

Rintangan semakin terasa sulit ketika beberapa tempat terdapat sebuah genangan serta lubang-lubang yang tidak tahu pasti apa gunanya. Bagian lain pula ada beberapa jalur tertutup karena bekas reruntuhan bebatuan.

Aksi menegangkan sekaligus menguras keringat itu harus terhenti karena tanpa diduga-duga kaki Kev harus tergelincir hingga membuatnya terperosok ke dalam kubangan air.

"Sial!" umpatnya seraya menatap sekitar yang mulai sepi. Kev mengira jika hewan berupa cacing itu telah berhenti mengejar dirinya. Namun, tidak pernah ia sadari jika sosok itu tengah menunggu waktu yang pas.

Menggali lebih dalam dan membutuhkan waktu untuk ke permukaan dengan langsung menyantap mangsanya. Tanah disekitarnya mulai retak, membentuk lubang dan saat inilah hewan itu muncul dengan kekuatan penuh.

Mulutnya terbuka lebar, hendak menyantap Kev yang tidak bisa berbuat apa pun karena kakinya yang terkilir. Seakan pasrah, lelaki bermanik biru itu hanya bisa tersenyum kecut akan takdir yang ia terima.

Mata lelaki itu terpejam, menerima kematian apa pun yang ia dapatkan. Namun, sekalinya ia menunggu, seakan sekitarnya mendadak sunyi hingga membuat Kev penasaran apakah dirinya telah mati atau bagaimana.

Lelaki itu membuka mata, melihat suasana di sekitar yang masih sama. Namun perbedaannya, hewan itu dalam keadaan terpotong-potong. Lebih menjijikkannya sebagian lendir mengenai tubuh Kev yang masih duduk di sana. "What?"

"Hallo!"

Sapaan yang terdengar dari arah belakang itu membuat Kev menoleh, kerutan di wajah mulai terlihat jelas kala melihat sosok itu.

~

|| Kematian memiliki rencananya sendiri. ||

ARCANE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top