20R : Reject Really
Percakapan penuh makna dan teka-teki antara dua orang di dalam ruang serba putih itu berhasil membuahkan sebuah informasi baru sekaligus senjata yang mampu dimanfaatkan jikalau suatu saat dibutuhkan.
James, dengan waktu santai yang ia miliki beberapa hari terakhir, tampak tengah memikirkan apa yang membuatnya selalu bertanya-tanya sepanjang waktu semenjak wawancara dengan Tey kemarin malam. Entah apa yang membuatnya seperti ini, yang pasti ada sebuah hal ganjil yang sengaja ia tutup dalam-dalam.
Kepulan uap dari kopi menghiasi meja berwarna hitam yang mengkilap tertimpa cahaya di pagi hari. Dokumen bersampul cokelat itu terbuka, menampilkan daftar riwayat hidup dari orang yang tidak pernah ia sangka. Di sisi lainnya, hanya beberapa berkas-berkas berceceran yang menyertakan informasi cukup penting.
Berjam-jam ia buang hanya untuk melamun hal yang tidak jelas, kesuyian di tempat itu terasa ketika suara setiap detingnya jam di atas meja terdengar walau samar-samar.
Ruangan kedap suara dengan desain yang jauh lebih ke elegan itu betah ia tempati lama-lama, hiasan dinding di sekelilingnya sengaja dibuat semirip suasana rumahnya dahulu. Sebuah kedamaian yang nyata.
"Siapa kau?" gumamnya penuh tanya.
James mengambil beberapa kertas berisi catatan. Manik biru itu mengamati kembali apa yang tertulis di sana. Sebuah identitas, riwayat hidup dan masa lalu yang suram. Pria berambut hitam itu sempat menutup matanya sejenak, berusaha menenangkan diri untuk tidak melakukan hal yang salah.
Hingga ketukan dari pintu yang terletak di seberang tempatnya berada seketika membuat si pria kembali ke dunia nyata, mengubur pikirannya dalam-dalam dan bangkit untuk bertanya. "Siapa?!"
"Aku pikir tidak perlu melapor."
James seketika membulatkan matanya. Segera ia membereskan dokumen yang berceceran di atas mejanya, menutup kembali dan menyembunyikannya dari jangkauan banyak orang. Belum sempat ia bersiap, pintu terbuka lebar, menampilkan sosok yang selalu menjadi ancaman bagi semua orang.
"Nyonya, apa yang membuatmu kemari?" tanya si pria dengan seulas senyum manis, jarang-jarang James menunjukkan senyum menawan yang selalu ia gunakan untuk menarik perhatian, tidak terkecuali istrinya dahulu.
Gya Halcyon membalasnya dengan raut datar, segera ia mendudukkan diri tanpa diminta dan memberi kode pada para pelayannya untuk meninggalkan ruangan tersebut. Satu persatu mereka mulai berlalu, menyisakan dua manusia yang memiliki tujuan sama.
"Apa yang kau dapatkan darinya?" tanya Gya sebagai pertanyaan pemula.
"Tidak ada, aku tidak mendapatkan hal yang menarik tentangnya," balas si pria. Untuk sejenak ia mengambil minuman yang baru saja tersaji, menghindari secara langsung tatapan penuh curiga dari Gya.
"Ah, terlalu sulit mengambil apa yang ia miliki?" Pertanyaan yang terkesan aneh itu membuat James mengerutkan dahi, meminta penjelasan lebih dalam tentang maksud yang hendak tersampaikan.
Gya yang melihat itu menghela napas. "Mengapa sangat sulit menjelaskan padamu. Yang mana informasi itu sendiri kau simpan dan pendam di dalam sana." Wanita dengan gaun yang selalu berwarna emas itu tersenyum licik, menatap bagian lain ruang.
"Sungguh, aku bahkan tidak mengerti secara jelas dia siapa dan informasi apa pun tentang keluarga dan biodata lain seperti saudara atau hubungan darah," jelas pria berjas rapi tersebut seraya bangkit dari duduknya, berusaha menyakinkan sang pemimpin untuk tetap memahami posisinya.
"Jangan pernah menyembunyikan apa pun padaku. Tidak ada secuil informasi yang kau dapat? Lalu kenapa aku melihatmu lebih berbeda dari biasanya, kau bahkan secara diam-diam memakai akses lain dari sini."
James tidak pernah menyangka, hal sekecil itu dapat menimbulkan masalah baru yang mungkin segera datang atau lebih tepatnya telah datang. Ia hanya bungkam, seolah-olah itu tidak benar dan hanya tuduhan semata.
"Tidak perlu menutupinya, James. Aku tahu kau sangat mengerti tentangnya." Ia menjedanya sejenak. "Bukankah dirinya bagian dari 10 tahun yang hilang di hari kehancuran itu?"
"Aku tidak tahu siapa dia."
"Ah, ayolah, James. Dia bisa menjadi senjata kedua setelah anak baru itu." Tampak Gya berdiri, menghampiri letak tempat James berada dan duduk di sebelahnya dengan sangat anggun dan berkelas. Ia menatap sosok itu dengan wajah cantiknya. "Bagian dari Halcyon Soldier."
Gelengan dari kepala James menghancurkan senyum milik Gya. Pria itu kembali menatap pimpinanya itu dengan wajah santainya. "Tidak akan, kita tidak bisa memiliki senjata yang cacat seperti dia."
"Kau lupa? Kita bisa memulihkannya dengan teknologi."
"Aku tidak yakin," ucap James. Entah mengapa rautnya seketika berubah drastis.
***
Ruangan lain menjadi tempat seorang pemuda berada, tidak ada yang ia lakukan kecuali tidur dengan mimpi-mimpi buruk yang selalu menghantuinya. Atau bahkan itu bukan sekadar mimpi, melainkan halusinasi yang sengaja dibuat untuk memecahkan otak secara perlahan.
Tey pernah mendengar akan hal ini, sebuah istilah White Torture melekat dengan penyiksaan pada tawanan. Bahkan terkadang digunakan oleh pasien rumah sakit jiwa yang selalu memberontak. Menyiapkan ruang serba putih tanpa furniture apa pun, tanpa jendela dan kedap suara. Itu bentuk penyiksaan yang nyata.
"Pergilah," gumam si pemuda di kala bayangan mengerikan mulai menghantuinya, membentuk sebuah kilasan mengerikan dan mengacaukan pikirannya.
Berbagai cara ia lakukan agar matanya itu tidak tertutup kembali. Namun, terus saja gagal saat pantulan-pantulan menyilaukan menerobos hingga bagian terdalam matanya. Mereka memang benar-benar pintar dalam hal menyiksa.
Saat itu pintu terbuka setelah sekian lama, dua orang dengan pakaian khusunya datang menghampiri Tey yang dalam keadaan tidak berdaya. Mereka membawa kembali menuju tempat yang sama sekali tidak pernah diketahui, menempatkan si pemuda dalam kursi dingin dan meninggalkan begitu saja.
Udara dingin serta merta bersatu dengan kursi yang ia duduki saat ini, tatapan kosong itu terus tertumpu pada sebuah titik kosong yang tidak terlalu ia pahami. Di ruangan itu tidak ada apa pun lagi kecuali dirinya dengan kursi yang ia pakai.
Kemudian barulah beberapa detik berselang pintu kembali dibuka oleh seorang pria dengan wajah tegas nan dinginya. Tanpa basa-basi dirinya duduk, menyeret kursi dari luar ruangan dan meletakkan asal-asalan di depan si pemuda.
"Bagaimana kabarmu, Tey?" tanya James kemudian.
Entah mengapa, Tey menatapnya sangat tajam, isyarat yang mengatakan jika dirinya benar-benar muak sekaligus lelah dengan semuanya. "Tidak pernah seburuk ini," lirihnya.
"Apa yang membuatmu memburuk?"
"Kau dan pasukan bodohmu itu!"
James menatapnya dalam, kemudian kembali melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan. "Tey ... aku harap kau bisa lebih mengerti situasi ini."
"Situasi semacam apa?"
"Tunjukkan apa saja tujuan Kev." Pria itu menatap serius, berbeda dengan Tey yang justru tertawa kecil mendengar apa yang baru saja terucap dari mulut seorang pimpinan pasukan.
Tey menggelengkan kepalanya tidak yakin. "Apa? Untuk pergi ke Crylic, itu tujuan utamanya. Kau bahkan telah mengetahuinya, bukan?"
"Ya, aku mengerti akan hal itu. Namun, aku butuh lebih lanjut apa tujuan sebenarnya dari perjalan bunuh diri itu," ucap James lagi. Dirinya tampak membuka beberapa berkas di tangannya, sekadar untuk melihat apa yang bisa ia ajukan.
"Tidak ada, kecuali menyelamatkan ibunya," balas si pemuda bermanik biru tersebut. Dirinya kembali menatap malas, kepalanya itu seakan penuh kunang-kunang.
"Kau yakin akan hal ini?"
Anggukan ia tunjukkan untuk menegaskan apa yang ia ketahui. "Tentu saja, tentang menyelamatkan dan membuat rencana."
James yang tadinya hendak beranjak tiba-tiba mengerutkan dahinya bingung. "Membuat rencana apa?" tanya si pria. Kembali ia menatap penuh keseriusan si pemuda tersebut.
Beberapa waktu dilalui dengan keheningan, bahkan berkali-kali James melihat ke kaca satu arah yang ada di sebelah kananya, memastikan jika sosok dibalik kaca itu mampu melihat apa yang tidak ia ketahui.
"Rencana besar yang akan menghancurkan kalian semua." Tey dengan pandangan menusuk menatap James, kemudian beralih pada kaca yang berada di sebelah kanannya.
"Penjarakan dia."
~
|| Kenyataan yang pahit ||
ARCANE
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top