18E : Erase

"Kau baik?" Orang yang mendapatkan pertanyaan itu mengangguk sebagai jawaban, dirinya mengalihkan pandangannya kembali ke arah pemandangan yang terasa hampa.

Dua orang beserta sosok anjing kecil itu tampak termenung di sepanjang jalan yang mereka lalui bersama. Lubang-lubang air terbentuk di tanah, hewan-hewan yang tampak aneh bermain di sana.

"Lada ...." Lelaki itu menoleh sekilas. "Aku masih tidak mengerti keterkaitan antara kalian," lanjut si lelaki.

Gadis bermanik biru itu menghela napasnya, ia menahan sesuatu yang mengganjal di hati itu sekuat tenaga. Walau bagaimana pun Kev pasti akan menanyakan hal ini. "Apa yang ingin kau ketahui, Kev?"

"Hmmmm ... hubungan kalian?"

"Apa? Hubungan aku dan sosok penjahat yang nyata itu? Kau bisa menebak sendiri bagaimana," ujar Lada yang mulai menunjukkan seulas senyum menyakitkan.

"Aku tidak pernah menyangka akan hal itu, sungguh." Si gadis hanya menatap sekilas sebelum memilih menyibukkan diri dengan menatap sepatu boots yang ia kenakan.

Lada kemudian mengambil kompas milik Kev yang berada di sakunya. "Ini terjatuh saat kita melawan mereka," ungkap si gadis sembari menunjukkan apa yang ia bawa. "Ngomong-ngomong kita harus harus ke timur, kan?"

"Ya, sebelah timur laut Amory ada kota kecil bernama Crylic, di sanalah tujuanku."

"Untuk apa kau ke sana?" tanya Lada yang selama ini tidak pernah menanyakan akan hal itu.

Sempat si lelaki terdiam sejenak, kemudian dengan waktu beberapa detik ia mulai menjelaskan. "Aku mencari sekaligus menyelamatkan ibuku."

"Mencari? Selama ini kau kehilangan dirinya?" Sebagai bentuk jawaban, ia mengangguk. Situasi terasa sangat sunyi kala itu, hanya cuitan dari burung-burung di sekitar dengan nada merdunya. "Aku tidak mengerti bagaimana kalian terpisah."

"Aku tidak ingat jelas, yang pasti hari itu benar-benar kacau. Teriakan, kabut, ombak dan pemandangan mengerikan dari meteor yang mulai jatuh." Si lelaki bermanik abu itu mengendikkan bahunya. "Mimpi buruk yang benar-benar terasa."

Kedua manusia itu tampak memiliki ikatan yang kuat, menjalani kehidupan yang sama-sama kacau dan usaha bertahan hidup yang sangat menyulitkan. Terlebih fakta mengerikan adalah, orang yang secara tidak langsung menghancurkan hidup mereka adalah sosok yang sama.

"Hal yang paling berat adalah menerima kenyataan pahit di depanmu, aku dengan sangat jelas merasakan seluruh rasa sakit adikku," ujar Lada di tengah kesunyian langkah mereka. "Sejak kecil, dia tidak pernah dianggap menjadi bagian keluarga."

Si lelaki mengerutkan keningnya, meminta penjelasan lebih lanjut tentangnya.

"Itu sulit, Kev. Pria itu menganggap Tey sebagai pembawa bencana, menuduh ibuku yang tidak-tidak dan mengucilkannya dari semua sorotan." Kev yang hendak berucap terpaksa terhenti karena Lada menyela kembali. "Ibuku meninggal satu bulan setelah Tey lahir."

Sungguh, Kev tidak pernah menyangkan akan apa yang ia dengar sedetik yang lalu, tiada kata yang mampu terucap kecuali bungkam dalam seribu bahasa.

Gadis bermanik biru itu hanya tersenyum kecut, mengangguk dalam diam dan kembali melanjutkan kisah kelam miliknya yang selama ini selalu ia pendam dan rasakan. "Pria itu tidak pernah untuk sekadar mengunjungi atau bahkan melihatnya, selalu ia abaikan di setiap panggilan kecil di sela hari."

"Bagaimana dia bisa sekejam itu," lirih Kev.

"Aku bahkan tidak pernah memikirkannya. Sempat aku mengira dia bukanlah manusia," balas Lada sembari mengisi perjalanan itu dengan sepotong demi sepotong buah hijau yang diyakini varian dari apel.

"Mengejutkan jika mendengar ceritamu tentang anak usia 10 tahun yang berusaha bertahan hidup di tengah kehancuran bumi," ungkap Kev. Tangan lelaki itu sesekali bergerak, menyingkirkan dedaunan yang menghalangi jalan untuk keduanya.

Gadis yang memiliki hubungan darah dengan sosok James itu pun hanya bisa menggeleng tak percaya. "Sungguh, kau tertarik dengan kisah pelarianku?" 

"Mengapa tidak?"

"Jangan terkejut jika aku berkata bahwa kami berdua sempat memiliki malaikat pelindung," ujar si gadis yang menjeda ucapannya karena jalanan yang semakin terasa licin dan terjal. "Kala itu ada seorang pemuda, dia sangat baik dan membawa kami berdua di sebuah rumah ... kecil yang cukup."

Anggukan dari Kev menandakan jika dirinya paham. "Kemudian? Bagaimana kalian bisa di Revers?"

"Ya, kami tinggal bersamanya selama 1 bulan, kemudian dia membawaku ke tempat pengungsian utama. Sedikit sulit menerima orang-orang baru," terang Lada dengan menyodorkan buah yang ada di tangannya.

Sekiranya Kev menerima pemberian itu, dirinya kembali merenung dengan ucapan yang baru dijabarkan oleh sosok di sampingnya. Namun, beberapa detik keheningan muncul, si gadis kembali melanjutkan apa yang dirasa belum selesai. 

"Revers pertama kali di bentuk oleh dirinya, dia memerintah dan mengamankan segalanya dengan baik. Namun, hanya beberapa hari setelah semua tampak kondusif, ia memilih pergi jauh, mengelana entah ke mana."

"Kemudian Vincent memimpin?" tanya Kev memastikan. 

Lada menggeleng, menoleh untuk menatap lelaki itu sejenak. "Bukan, ada seorang pria yang ditugaskan oleh pemuda baik hati itu. Pria itu memimpin kami, melindungi dan berusaha mencari bahan makanan yang dibutuhkan," jelasnya.

"Bagaimana orang seperti itu menjadi pimpinan? Maksudku Vincent." 

"Semuanya kacau sejak 2 tahun lalu, pemimpin kami meninggal, menyisakan posisi kosong yang selalu direbutkan oleh Vin dan putra pemimpin." Ucapannya ia jeda sejenak, "Vin adalah sosok ambisius, dia melakukan apapun untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan."

Keduanya sama-sama merasakan udara di siang itu, embusan angin yang terasa menyejukkan dengan aroma tanah yang berbalut air hujan. Di depan sana sungai yang luasnya tak terhingga membentang, dengan derasnya aliran, terasa sangat jelas jika tenggelam akan langsung menuju alam lain. Sungai itu adalah perbatasan, menjadi penghalang antara hutan satu dengan lain.

"Kita harus menyeberanginya?" tanya Lada, manik birunya sibuk mengamati sekitar, berusaha menemukan pijakan yang tepat untuk mereka bertiga.

Tampaknya Totoro menjadi penunjuk jalan untuk kesekian kalinya, anjing manis itu kini memimpin, mengarahkan kedua manusia itu pada jalanan lain yang mungkin memiliki jembatan penghubung. "Ngomong-ngomong, di mana kau menemukannya?"

"Dia?" tanya Lada, "Totoro anjing milik gadis yang memberikan bunga padaku."

"Oh, gadis itu! Di mana mereka sekarang? Para penduduk yang tersisa?" 

Sebuah tatapan sendu terpancar jelas di manik indahnya, raut itu mengisyaratkan sesuatu yang menyedihkan untuk disampaikan. "Gadis itu aku temukan telah tiada, Kev."

Refleks Kev melotot tak percaya, apa yang ia dengar kali ini menjadi lebih menyeramkan dari sebelumnya. "Kau tidak bercanda?" Si gadis menggeleng pelan, Kev pun bisa merasakan kesedihan yang berkali-kali lipat di maniknya.

"Kini aku merasa bersalah atas semuanya. Aku kehilangan orang tuaku, gadis itu, adikku, kemudian apa?" lirihnya. Gadis itu menghentikan langkahnya, entah karena tidak kuat lagi, Lada mencurahkan seluruh kesedihan itu melalui air mata yang kini ia perlihatkan.

"Lada ...." Lelaki itu perlahan mendekat, mendudukkan diri di samping si gadis. "Aku tahu itu berat, tapi kita harus menyelesaikan satu hal demi hal lain, bukan?"

Gadis itu menoleh, menatap dengan tajam lelaki di sebelahnya. "Itu hanya keuntunganmu, Kev?" Tatapan Kev mendadak membulat, tidak percaya akan apa yang ia dengar kali ini.

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak memikirkan apa yang terjadi pada adikku, bahkan untuk sekadar kembali menyusulnya!"

"Lada, dengarkan aku. Jika kita kembali, kita akan tetap kalah, terlebih kita tidak pernah tahu itu jebakan atau bukan," jelas lelaki bersurai hitam itu.

Seolah tak ingin mendengarkan hal itu, si gadis memilih mengalihkan pandangannya, menatap sekitar yang tampak berbeda. "Anehnya, untuk apa aku mengikuti perjalananmu." Dirinya bangkit, menatap untuk sekilas dan beranjak.

"Lada," panggil Kev. Tangannya mencoba menggapai lengan si gadis, berharap mendapatkan makna dari kemarahannya. "Tolong, jangan biarkan kesedihan dan kemarahan itu merusak perjalanan kita."

"Apa?! Ini perjalananmu! Kau yang memilihnya, menyebabkan keseluruhannya hancur."

Kev menarik lengan gadis bersurai merah gelap itu. "Lada?"

"Kev, aku tidak pernah tahu makna pertemuan kita. Namun, itu sebuah kesalahan besar karena membiarkan dirimu merusak apa yang aku bangun dan lindungi selama ini." Lada menyingkirkan tangan itu, menatap untuk terakhir kalinya dan pergi.

"Tolong, jangan lagi."

Kev yang tidak ingin sesuatu terjadi segera berlari, menyusul gadis bernama Lada itu dan mencoba kembali agar gadis itu tidak mengambil keputusan yang salah. "Lada. Tolong mengertilah, jika kau pergi ke Haunelle, itu sama saja bunuh diri, kau tidak akan bisa selamat dari pasukan mereka."

"Biarkan jika aku harus mati di tangan ayahku." Gadis itu menekannya, menegaskan dengan kuat keputusan yang ia pilih.

Tidak ada pilihan untuk Kev. "Terserah jika kau pergi ke sana, tapi ingat selalu bahwa kita pergi ke Crylic bukan karena keegoisanku, tapi juga demi mendapatkan pasukan untuk menyerang mereka." Akhirnya kata itu ia ucapkan setelah beberapa menit menimbang-nimbang.

Lada mendadak hanya terdiam, merasakan sesuatu yang tidak biasa di dalam hatinya untuk kali ini. "Oh."

Keheningan mendadak menyergap, menjalar memenuhi setiap sudut hutan. Kev menatap Totoro yang sedari tadi tampak gelisah dengan berjalan di balik kaki Lada.

"Ada sesuatu?" lirih lelaki bermanik kelabu itu sembari mengamati kesekelilingnya. "Lada!" Kev menarik gadis itu, memeluknya dengan erat ketika sosok tanpa diduga menyergap dari arah berlawanan.

Keduanya perlahan bangkit, menatap hewan mutan yang memiliki bentuk seperti tarantula dengan bulu-bulu halus serta corak kecokelatan yang tampak jelas. Gigi tajamnya tampak jelas, begitu pula bagian mata yang tajam tertutup bulu-bulu hitam yang menambah kesan mengerikan.

"Tarantula Jumbo," ucap Lada kepada Kev.

"Bagaimana cara membunuhnya?"

"Sejauh ini dia sulit dibunuh, kecuali jika kau memiliki kegesitan untuk melawannya."

Kev mengambil senapannya, kemudian satu persatu peluru ia isikan ke dalam, menyiapkan senjata yang ampun dan bersiap menembakkan kembali senjatanya.

Namun, tidak dengan Lada yang memilih menghentikan aksi itu dengan menahan bagian depan senapan milik Kev. "Tidak ada gunanya, kau hanya akan memancing anggota lainnya."

"Apa?"

"Ikuti apa yang aku perintahkan, oke?" Kev mengangguk paham. "Kita harus lari sekencang mungkin ke arah utara, ada sebuah jembatan gantung yang cukup, itu kesempatan kita untuk menyelamatkan diri."

"Kau melihat jembatan?"

Gadis dengan tombak di tangan kanannya itu mengangguk pelan. "Ada, aku melihatnya beberapa menit lalu."

"Oke."

"Pada hitungan ke lima, siap?" Anggukan dari Kev menandakan jawaban yang tak perlu diucap.

Keduanya saling menatap untuk sesaat, Lada kemudian bergumam lirih. "Satu ... dua ... tiga" Mendadak ucapannya terhentikan kala hewan besar itu dengan cepat berlari dan menyerang mereka.

Lada telah berlari, sekuat tenaga dirinya menghindar dari tarantula raksasa itu. Sedangkan Kev, dirinya justru terjebak di sana dengan raut penuh waspada akan ancaman. 

"Sungguh, kau belum berhitung sampai lima, Lada." Tanpa pikir panjang dirinya mulai menggerakkan kaki berbalut sepatu boots hitam itu, sekuat tenaga menghidar dari kejaran sosok monster yang terus saja memburu keduanya.

Tanpa diduga Lada yang tengah menghidar dari kematian harus terperosot jatuh ke salah satu jurang yang cukup dalam, Kev mengejarnya, berusaha menangkap si gadis. Namun, tetap gagal dan berakhir terpisah jauh.

"Lada!" teriak Kev dengan wajah yang tampak panik sekaligus cemas akan bahaya.

Gadis berambut merah gelap itu perlahan bangkit setelah tubuhnya yang kecil terbentur berkali-kali lipat, ia mendongak, menatap Kev yang ada di atas sana. "Kev, aku baik-baik saja!" 

"Apa aku harus turun?!" tanya si lelaki dengan suara lantangnnya agar Lada yang ada di bawah sana mampu mendengar suaranya.

"Kev, lari!" 

"Apa?!"

"Lari! Lari! Aku akan menyusulmu!" teriakan itu akhirnya membuat si lelaki menoleh, keringatnya mengucur, menandakan ketakutan yang teramat sangat. Benar saja ucapan Lada, hewan itu memang tengah mengincarnya dengan berlari sekencang mungkin.

"Kev, lari!" Sesuai dengan apa yang diperintahkan si gadis, Kev mulai berlari, meninggalkan Lada di dalam jurang itu dan mencari apa pun yang bisa menghalangi laju dari tarantula.

Merasa ada pilihan di depan sana, Kev mulai mengambil arah ke sebuah jembatan gantung. Tanpa perlu menatap apapun yang ada di bawah sana, ia terus berlari dan berhasil mencapai titik akhir yang ia harapkan. Tarantula Jumbo itu memang masih mengejarnya, dengan gigi-gigi yang sengaja di perlihatkan dan kaki besarnya yang berusaha merayap di tali pengubung jembatan.

Kev segera mengambil pisau di dalam tasnya dan mencoba untuk memutuskan tali yang ada di sebelahnya, tali penyangga itu mungkin satu-satunya jalan yang bisa ia ambil demi menghindar dari sosok mutan yang tengah merayap kearahnya.

"Ayo! Ayo!" gumam si lelaki dengan usahanya yang tidak main-main. Jembatan bergoyang tidak menentu, tali itu mulai tergores walau setengah bagian darinya, Kev dalam posisi yang tidak aman untuk tetap di sana. Namun, walau begitu dirinya tidak pernah putus asa akan usahanya.

"Yeah!" Tali terputus tepat sesaat sebelum monster mengerikan itu menggapai dirinya, air sungai yang begitu derasnya menyapu si tarantula hingga jauh ke sisi bagian lain. 

Kev menatap jembatan yang menjadi satu-satunya penghubung telah musnah, dirinya hanya bisa menatap sendu apa yang ia lakukan. Pikirannya menyatu dengan suara aliran sungai, membayangkan bagaimana keadaan Lada serta Totoro yang ada di sisi lain sungai.

"Aku harap kalian baik-baik saja."

~

|| Aku tak pernah menemukan rasa sakit seperti ini. Semuanya terasa kabur, pedih dan sulit untuk dikenang.  ||

ARCANE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top