15C : Can You Help Me?

Perjalanan mereka dilanjutkan tanpa sosok Lada. Tey memilih mengambil langkah di depan, meninggalkan Kev yang sibuk membawa kedua tas berisi peralatan miliknya serta senjata yang diberikan oleh Tey. Dari belakang sini, lelaki bermanik kelabu itu hanya bisa menahan senyumnya saat mengetahui sifat labil dari sosok Tey.

"Apakah Lada akan selamat?" tanya Tey menghentikan langkahnya, ia menoleh menatap Kev sekilas dan baru menyadari kesalahannya, "Oh, maaf. Kau mungkin merasa berat."

"Kau baru sadar?" Pemuda bersurai hitam itu hanya tertawa sebagai balasan, ia meraih tas berisi senjata tersebut dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

Perjalanan kecil itu diselimuti keheningan, sebab Tey yang di ambang dilema dan Kev yang sedari tadi terus saja waspada akan ancaman sosok maut. Tampaknya Tey benar-benar merasa bersalah akan ucapan yang ia lontarkan pada kakaknya, terlebih saat dirinya memiliih meninggalkan Lada sendirian di tengah ancaman kematian.

"Kev!" Pemilik suara yang sedari tadi dibuat tegang lebih terkejut akan panggilan tiba-tiba dari sosok di depannya.

"Ada apa?" tanya lelaki bermanik kelabu tersebut dengan keadaan yang tetap bersiaga, takut jikalau Tey melihat sesuatu yang mencurigakan dari depan sana.

Pemuda berkaus biru tersebut menepuk pundak Kev, seakan mengerti apa yang harus ia lakukan saat ini. "Kita harus kembali," ujarnya dengan raut yang benar-benar santai.

Kev yang mendengar itu bahkan hampir emosi, ia kembali di posisi semula dan menghela nafas panjang. "Apa?! Kenapa?" 

Tey menggeleng pelan. "Aku tidak bisa membiarkan kakakku sendirian di tengah pertempuran itu," terang Tey dengan raut cemasnya. Merasa tidak ada jalan lain, Kev menyetujui permintaan Tey sebagai bentuk balas budi karena telah menyelamatkan nyawanya.

"Kau benar-benar aneh, Tey!"

Belum sempat mereka melangkahkan kaki, dari balik sana seorang yang hendak mereka jemput telah berdiri dengan tegaknya bersama tombak berlumuran darah. Lada di sana, tersenyum penuh makna bersama seekor anjing kecil yang tidak diketahui pemiliknya.

"Lada!" Tanpa aba-aba pemuda bersurai hitam itu memeluk erat satu-satunya orang yang ia miliki, memberikan isyarat permintaan maaf serta rasa takutnya akan kehilangan. Sedangkan di sisi Lada sendiri, ia tidak pernah bisa mengungkapkan betapa senang dan bahagianya ketika sang adik masih memikirkan dirinya.

Kev sebagai penengah hanya bisa mengendong anjing kecil itu, sampai beberapa detik berikutnya barulah ia berdehem kecil untuk memecah reuni kecil tersebut. "Maaf, tapi tujuanku berada di setengah jalan, bisa kita persingkat?"

Lada melepaskan pelukan itu, begitu pula Tey dengan senyum yang masih ketara jelas. Akhirnya mereka bertiga bersama-sama melanjutkan perjalanan dengan saling bercerita satu sama lain. Seperti ketika Kev menceritakan pelariannya dan kegiatan yang dilakukannya di dalam kota aneh itu.

"... ya, aku bahkan tidak mengerti mereka melakukan hal sekejam itu."

"Bagaimana kau bisa lolos semudah itu?" tanya Tey yang penasaran dengan penjagaan ketat dari Haunelle. Bahkan sempat dirinya melihat dari jauh kota itu, dinding mereka terlihat kokoh dengan lapisan baja di setiap intinya.

Kev menghela nafas saat mengenang kisah tragis itu. "Ada dua nyawa yang aku korbankan," balas si lelaki bermanik kelabu, ia menundukkan kepala, menahan kembali kilasan menyedihkan yang selalu terbayang dalam mimpi buruknya.

"Oh, maaf. Aku tidak bermaksud," ungkap Tey dengan perasaan tidak enak. Tidak dengan Kev yang berusaha mengukir senyum di balik kesedihan itu.

"Reo, teman kerja yang juga asistenku. Dia mengorbankan nyawan dengan meledakkan granat di tengah-tengah pasukan Haunelle." Kev menjedanya sejenak, "Kedua, Fei yang seorang pilot terlatih milik Haunelle juga ikut membantuku keluar dari sangkar tak berkemanusiaan itu."

"Bagaimana dia mengorbankannya?"

Kev menoleh sekilas, mengamati kembali jalanan yang cukup gelap di depan sana. "Ya, dia mendorongku dengan sebuah parasut. Pesawat itu akhirnya dihancurkan oleh pasukan Haunelle dan jatuh berkeping-keping bersamaan dengan Fei."

Kala itu Lada baru menanggapi. "Kau yakin kehilangan dua nyawa? Fei? Mungkinkah dia masih hidup, dia hanya terjatuh, bisa saja ..." Gadis itu mengantungkan ucapannya, mengamati raut yang ikut berpikir dari lelaki bernama Kev tersebut, "Ada kemungkinan."

"Aku bahkan tidak pernah tahu dia benar-benar mati atau tertangkap."

Di tengah perjalanan itu, Kev entah kenapa merasakan sensasi berbeda untuk sesaat. Ia mengangkat kembali senapannya, area di sekitar cukup gelap untuk menjadi pusat penglihatan. Lada dan Tey yang ikut mendapatkan reaksi tersebut pun memposisikan diri lebih siaga. "Aku rasa mereka menyusulmu, Kev."

Si lelaki meneguk ludahnya, tidak pernah terbayangkan betapa menyeramkannya jika harus dikepung kawanan Sang Maut. "Ya, mereka memang mencariku."

"ARRGGG ...!"

"What the hell?!" Kata itu seakan ia tekankan saat sesuatu mulai keluar dari balik kabut sore, hewan besar dengan warna gelap mulai merangkak keluar, membentuk barisan yang benar-benar sebuah perangkap dan siap mencabik-cabik mangsa di depannya.

Ketiga manusia itu perlahan mundur, menjaga satu sama lain agar tidak satu pun dari mereka terluka. Sedangkan barisan para mutan itu tidak hanya sendiri, mungkin sekiranya 3 hingga 5 ekor. "Aku tidak yakin," bisik Kev.

Lada menggeleng pelan, mencoba tetap berpikir positif walaupun posisi mereka memang tidak menguntungkan. "Oke, aku akan menahan dua dari kiri, begitu pun Kev." Intruksi itu diangguki oleh lelaki bermanik kelabu.

"Aku?" tanya Tey kemudian.

"Satu." 

Gadis itu lagi-lagi menjadi pemimpin mereka, mengumumkan posisi setiap bagian dan membagi rencana melawan yang strategis. "Kita hitung sampai tiga," lirihnya. Jari mereka sama-sama menghitung dalam diam, barulah dihitungan ketiga si gadis berteriak, "Come on!"

Pertarungan sesungguhnya baru dimulai, Kev sekarang merasa bahwa ini pertarungan tersulit yang pernah ia jalani. Bahkan untuk beberapa kali ia harus terhempas, bangkit dan terhempas kembali. Memikirkan cara lain, mungkin lelaki itu memilih mengisi kembali senapannya dan menembaki mereka dengan penuh kekesalan.

"Rasakan itu!" Mungkinkah itu bentuk dendamnya pada Sang Maut?

Beralih dari Kev, di sisi Lada berada. Dirinya benar-benar merasa kurang dengan hanya membawa tombak kebanggaannya. Namun, bukan Lada jika tidak mengakali senjata satu-satunya itu dengan beberapa tembakan dari pistol dari tas milik Tey.

Lada memang ahlinya, sebab itulah dirinya menjadi wakil sekaligus senjata utama yang dimiliki Revers untuk melawan musuh. Bahkan ketika keadaan yang teramat serius, seluruh masalah akan diserahkan pada si gadis berambut merah gelap itu. Terdengar berat.

"Arrggg ...." Erangan dari arah lain itu berhasil membuat Kev dan Lada menoleh secara bersamaan, pandangan mereka langsung tertuju pada Tey yang telah tergeletak dengan kakinya yang bersimbah darah.

"Tolong aku!" lirih Tey saat seekor Sang Maut hendak menerkam dirinya.

"Tey!" Sang kakak berlari, raut cemas tergambar jelas di tengah hawa menengangkan itu. Si gadis sekuat tenaga berusaha melindungi adiknya, menyiapkan tombak panjangnya dan menusuk bagian yang menjadi pusat penglihatan si hewan.

Merasa cukup, Lada segera memeluk sang adik, menutup luka sebisa mungkin dan berusaha menenangkannya.

Di sisi Tey, pemuda bersurai hitam itu tampak berusaha sebisa mungkin menahan rasa sakit yang teramat dalam dan mencoba kembali energi yang tersisa. Namun, tetap saja itu percuma, dirinya tidak kuat menahan tubuhnya sendiri.

Kev yang berusaha menahan para hewan jahat itu tampak kewelahan dengan jumlah mereka yang tersisa 4. Menyadari akan posisi Kev yang semakin terdesak tersebut, Tey menepuk pundak sang Kakak. "Bantu dia, aku baik-baik saja."

Rasa peduli itu kembali muncul, gadis bersurai merah gelap pun bangkit meninggalkan sang Adik dan mengeluarkan senjata yang menjadi pelindungnya. Tombak panjang itu ia ayunkan, menusuk setiap celah yang lenggah dan menembus kelemahan dari Sang Maut.

Tampaknya keberanian sekaligus kemarahan itu bersatu, mengumpulkan sebuah senjata yang siap membunuh para mutan itu. Bahkan Kev yang ada di sana dibuat keheranan dengan Lada, dalam beberapa menit gadis itu mampu membunuh kedua hewan.

"Ah! Benar-benar mengerikan."

Tidak ingin kalah, Kev menunjukkan apa yang ia bisa dengan senapan miliknya. Perjuangan mereka ternyata tidak mudah kala harus membungkam para mutan yang mulai memanggil bala tentaranya, hingga ada saat di mana mereka harus benar-benar pergi ketika kawanan Sang Maut mulai terasa mendekat.

"Tanah bergetar," gumam Kev. Lada merasakan hal serupa, ia segera menghampiri sang Adik dan membopongnya dengan susah payah. Lelaki bermanik kelabu yang peka akan hal itu bergegas mendekat, membantu Tey untuk bangkit dan segera pergi sebelum Sang Maut menemukan mereka.

"Cepat, kita tidak memiliki waktu banyak akan serangan mereka."

~

 

•••


ARCANE


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top