14R : Remove

Tampaknya kedatangan Kev kemari menimbulkan beberapa masalah baru, pasalnya beberapa saat lalu secara tak sengaja Kev mendengar percakapan mereka yang jelas-jelas menentang adanya Kev di sini. Pemuda berambut hitam itu bahkan tidak mengerti mengapa mereka seperti itu, atau mungkin karena Kev penduduk Haunelle?

Memikirkan hal yang sulit dimengerti hanya membuatnya semakin kesulitan, mengabaikan semua itu, Kev memilih mengambil tasnya dan beranjak pergi meninggalkan wilayah tersebut sebelum nantinya ia akan diusir paksa.

Cekalan tangan seseorang menghentikannya, gadis bersurai merah gelap itu menggeleng pelan dengan wajah sedikit khawatir. "Jangan!"

"Aku harus melanjutkan perjalanan," ujar Kev. Ia melirik ke arah orang-orang yang tengah berkumpul di sana dengan tatapan tajam mengarah padanya. "Kau membebaskanku beberapa jam lalu."

Lada menggeleng pelan. "Tidak untuk sekarang," lirihnya. Gadis itu menarik paksa lengan si pemuda, membawanya ke tempat lain dengan hati-hati dan mulai mengatakan apa yang menjadi ancaman.

"Kau meninggalkan jejak?" tanya Lada kemudian.

Kev yang tidak mengerti pun hanya menggelengkan kepala. "Tidak. Aku rasa tidak," balas si pemuda setelah beberapa detik berpikir. Gadis itu kemudian menarik kembali Kev ke tempat yang sedikit sepi dan tersembunyi. Sedikit jauh dari tatapan yang terus mengintimidasi.

"Dengarkan aku. Akan ada ancaman dari luar sana karena jejakmu, entah itu kau sengaja atau tidak, yang pasti rencana penduduk Revers sangat kejam."

Kev mengerutkan keningnya. "Apa rencananya?" tanya pemuda bermanik cokelat itu yang tampak penasaran.

Ketidakmengertian Lada hanya ia tunjukkan dengan raut penuh sesalnya, ia menundukkan kepalanya untuk sesaat. "Maaf, bahkan mereka tidak lagi mempercayai diriku."

"Sial! Mengapa mereka seperti ini? Begini saja. Lada, biarkan aku pergi, dengan begitu mereka akan terjauh dari bahaya, oke?"

Lada menggeleng pelan. "Tidak semudah itu, Kev. Kau yang meninggalkan jejak, mereka mencium sesuatu dari dirimu ..." Gadis itu mengantungkan ucapannya ketika manik cokelatnya menangkap sesuatu yang berhasil memecahkan pertanyaannya. "Bagus, itulah mengapa mereka semua mengenalimu," lanjut Lada kemudian. Ia menunjuk ke arah luka di lengan Kev.

Pemuda berambut hitam tersebut menyentuh kembali lukanya, mungkin ada benarnya tentang luka dan ... ya! Darah itu?!

"Maksudmu darah?" tanya Kev memastikan.

Lada sekiranya mengangguk. "Akhirnya kau paham," jawab si gadis. Ia sesekali menatap sekitarnya, melihat suasana yang semakin tidak terkontrol.

"Lalu apa sekarang?" Pertanyaan yang belum sempat di jawab oleh Lada itu seakan menjadi kata terakhir untuk Kev, pasalnya saat ini pemuda itu secara tiba-tiba di kepung oleh beberapa orang bersenjata.

Mereka melingkar, membentuk pertahanan kuat agar Kev tidak mampu melarikan diri dari rencana yang telah mereka siapkan selama berjam-jam lalu. Pemuda yang tidak paham akan situasi menegangkan ini dibuat kebingungan sekaligus kesal. "Apa yang kalian lakukan?!"

Pria dengan jubah khusus pemimpin datang, raut tegas dan menyeramkan itu selalu ia tonjolkan. "Aku minta maaf kepadamu, Kev. Situasi tidak pernah mendukung karena kedatanganmu," ujar Vincent.

"Kau akan mengusirku? Ya, aku bahkan berencana keluar dari tempat aneh ini!" kesal lelaki bermanik kelabu itu.

"Tidak, kami tidak ingin mengusir mu begitu saja." Vincent berjalan mendekat, kemudian menunjuk sebuah alat yang siap digunakan untuk pengorbanan nyawa. "Di sana tempatmu nanti."

"Apa?! Kalian ini gila?!"

Tatapan tak percaya terlontar begitu saja, Kev tidak bisa mengatakan apa pun karena sekarang ini dunia memang benar-benar kacau. Membunuh demi keselamatan, itu adalah hal utama, mungkin?

Beralih dari mereka, seorang lelaki dengan wajah ketakutan datang secara tergesa-gesa, menghampiri sang pemimpin dan membisikkan informasi yang lumayan penting. Vincent yang mendengar itu hanya mengangguk paham dan kembali menatap sosok Kev di depannya.

"Masukkan ke dalam ruang besi," ujar Vincent yang kemudian menatap pasukkannya yang lain. "Persiapkan diri kalian, Sang Maut akan datang kembali!" perintah pria berkulit hitam itu dengan tegasnya.

Kev yang tengah dibawa paksa sedikit terkejut dengan perintah yang di lotarkan Vincent. Mengapa tidak? Sebab ancaman yang sangat besar segera datang dan mereka mampu menghadapi ini dengan ketenangan. 

Lorong panjang ia lewati kembali, tempat yang cukup tidak terawat itu menjadi tempat untuk Kev berada. "Astaga, tidak adakah tempat lain yang lebih bersih?" tanya pemuda itu kala melihat betapa jelek dan kotornya penjara ini.

"Diamlah pembawa bencana!" gertak salah seorang dari mereka. Kev yang mendapatkan gertakan itu hanya bisa diam dan menggerutu dalam hati, betapa sialnya dirinya yang dipertemukan dengan warga aneh dari Revers ini.

Keheningan dari dalam penjara itu mendadak berubah tegang kala Kev merasakan sesuatu di sekitarnya mulai terasa aneh, tanah yang ia pijak seakan bergetar oleh sesuatu yang cukup besar. Kev yakin hewan yang menjadi ancaman itu telah datang bersama pasukannya. "Itu mereka?" tanya Kev pada kedua penjaga yang ada di sana.

"Ya."

Kev mengedarkan pandangannya, menatap apa pun yang bisa ia gunakan sebagai celah untuk kabur dari tempat yang akan hancur dalam hitungan menit.

"Tidakkah kau takut?" Pertanyaan dari Kev itu membuat salah seorang dari mereka menoleh.

"Aku benar-benar takut." Itu jawaban dari penjaga yang sedari tadi terdiam, wajah ketakutan itu terlihat sangat jelas, bahkan keringat dingin mulai membasahi dahi hingga lehernya.

"Aku semakin takut melihat wajahmu. Sungguh," ucap Kev di kala raungan kematian terdengar sangat jelas di sekitarnya. Kev yang mendengar itu semakin merasa terancam saat suara-suara bangunan seakan tertebas begitu saja.

Hawa di sekitarnya mulai naik, rasa ketakutan bercampur dengan kesedihan menjadi satu. Hewan itu seolah-olah menggila, menghancurkan apapun yang ia lihat dan memangsa setiap ada kesempatan. Raungan itu menjadi lagu kematian atas datangnya, itu mengapa mereka di sebut sebagai Sang Maut.

Di tengah kepanikan yang ada di benak Kev, sebuah suara dobrakan dari pintu utama berhasil membuat jantung Kev berdetak lebih kencang, ia berharap cemas agar hewan-hewan itu tidak menggenali bau atau dirinya. 

Hingga rasa cemas itu perlahan memudar saat sesuatu yang ia kira sebagai ancaman adalah penyelamat hidupnya. Tey datang dengan keberaniannya, melawan salah satu penjaga itu dan membebaskan Kev dengan bantuan penjaga satunya yang masih dilanda ketakutan akan kematian.

"Terima kasih," ujar Kev sembari menunjukkan senyum lebarnya, Tey hanya mengangguk paham dan memberikan sebuah tas lain pada Kev sebagai persenjataan. 

"Aku mencurinya saat mereka sibuk berunding," ujar Tey. Kev terkekeh seraya menepuk pundak pemuda di depannya itu dengan penuh bangga. "Oh ya, kita harus menyelamatkan Lada."

"Di mana dia?" tanya Kev.

Tey menunjuk ke depan, mengarah pada pintu utama yang menjadi jalan keluar masuk para pasukan Sang Maut. "Dia selalu berada di garda terdepan." Kev setuju dengan ucapan Tey, gadis itu dengan sangat berani memimpin pasukan terdepan untuk mengunci mereka, mencegah pasukan Sang Maut yang berada di luar sana.

"Aku mengakui jika dia keren," bisik Kev pada Tey yang sibuk memasang senjatanya. Adik dari sosok Lada itu hanya bisa tersenyum kecil, kemudian memberikan senapan milik Kev yang telah terisi peluru dan mengambil senjata yang selalu ia pakai.

Keduanya berpencar, Kev mengambil sisi kanan sedangkan Tey sebaliknya. Bagian yang dilalui Kev tidaklah mudah saat dengan sangat jelasnya manik kelabu itu berhadapan dengan manik berwarna merah milik sosok menyeramkan di depannya.

"Sang Maut? Kau benar-benar menyeramkan."

Hewan itu bukan sembarangan hewan, memang benar rupanya seperti gabungan kalajengking dengan laba-laba, terlebih ketika kedua tangan utama itu seolah memiliki jarum yang siap menusuk dan menyebarkan racun. Untuk beberapa saat Kev dibuat mematung, melihat kembali sosok yang tidak pernah ia bayangkan.

"Kev!" teriakan yang entah milik siapa itu seakan menjadi alarm tanda bahaya untuknya, beberapa anak panah dengan ujung yang telah berapi meluncur bebas hingga mengenai hewan besar tersebut, baru saat itu Kev tersadar dan menoleh siapa pelakunya.

"Tey, lagi-lagi kau?" Pemuda berambut hitam itu hanya tersenyum miring sembari menunjukkan bakat miliknya. Kev yang melihat atraksi itu hanya bisa menatap dengan pandangan kesal. "Dasar pamer!"

Sebagai bentuk bantuan, Kev mulai melontarkan pelurunya, membidik sebaik mungkin dan berusaha menembus jantung dari si hewan.

"Kev, aku tidak yakin dengan senjatamu!"

"Apa?"

Tey melemparkan sebuah busur lengkap dengan anak panah. "Aku telah mengoleskan penyulut api di bagian ujungnya, kau bisa menggunakannya, kan?"

Lelaki bermata kelabu itu hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak bisa," ujarnya dengan santai, ia memberikan senjata itu kembali dan berlaku pergi bersama senapannya.

"Apa? Apakah di Haunelle tidak diajari berburu?" Tey mengerutkan keningnya, baru kemudian dia tersadar akan sesuatu. "Ah! Haunelle sebuah kota."

Mereka kembali melakukan aksi mematikan itu, melawan kawanan dari pembunuh paling kejam di hutan dan terus mendesak mereka untuk keluar. Namun, mereka tidaklah sebanding, karena selain ukuran Sang Maut yang lebih besar, jumlah dari pasukan juga tidak bisa menandingi.

"Luncurkan panah api!" teriak Vincent di tengah kobaran api di mana-mana.

Beberapa pasukan dari Revers mulai bersiap, dalam hitungan ke tiga mereka semua serentak meluncurkan anak panah dengan ujung api.

Raungan mereka menggelegar, rumah-rumah di sana sebagian telah hancur dan terbakar. Penghuni dari Revers berlari ketakutan ke sana kemari, mencoba mencari tempat berlindung terbaik agar terhindar dari serangan sosok mutan itu.

"Mereka benar-benar menggila."

"Tidak pernah ada serangan separah ini, bahkan mereka bisa menembus gerbang utama, itu terdengar mustahil," jelas Tey yang tampak sedikit heran dengan situasi saat ini.

Kev menatap pemimpin dari kelompok ini, mencurigai gelagat aneh dari Vincent yang terlihat seperti orang yang tidak memiliki rasa cemas. "Aku curiga ada seseorang di balik serangan ini," gumam Kev.

"Siapa?" tanya Tey yang masih bisa mendengar ucapan dari sosok di sebelahnya. Keduanya memang tengah bersembunyi dan akan menyerang ketika energi mulai terkumpul.

"Pemimpin Revers," balas Kev.

"Vincent?" tanya si pemuda memastikan. Rautnya benar-benar berubah menjadi penuh kekesalan, entah karena ia membenci pria itu atau memang baru mengetahui fakta ini. Tey pun mengintip dari balik persembunyian, melihat gerak-gerik Vincent yang semakin mundur dari pasukan. "Aku rasa memang benar."

"Ayo!"

Keduanya kemudian beranjak, memulai kembali peperangan tidak sebanding dan berkali-kali harus mengalami desakan.

Ternyata perlawanan mereka tidaklah mudah, perlahan pasukan Revers mulai berguguran. Lada yang berada di depan sana pun mulai kewalahan saat senjata meriam yang ia gunakan telah hancur tak menyisakan apa pun kecuali tombak yang ada di tangannya. 

Tey menemui Kev, keduanya menghampiri Lada dan berencana meninggalkan kawasan itu sebelum Sang Maut menyadari keberadaan dari pemilik darah. Lada yang merasa memiliki tanggung jawab atas kelompoknya sempat tidak menerima usulan dari sang adik, sebab ia bagian terpenting dari mereka.

"Aku wakil pemimpin di sini, jika kau ingat itu!" tegas Lada kala sang Adik terus saja membujuknya untuk segera pergi.

"Benarkah? Jika kau wakil pemimpin, lalu kenapa mereka tidak mempercayaimu? Bahkan mereka tidak pula menuruti ucapan serta perintahmu." 

Gadis berambut merah gelap itu menoleh, menatap dengan manik birunya yang tajam itu. "Kau meragukan diriku? Apa yang aku perbuat selama ini untuk kita, mempertahankan kependudukan Revers dan menjaganya tetap aman," jelas Lada dengan tegas.

"Aku tahu, bahkan lebih tahu tentang itu. Kau memiliki kekuasaan penuh. Namun gagal menjadi pemimpin." Ucapan dari Tey itu berhasil membuat Lada merasa tertusuk, adiknya tidak pernah sekalipun mengatakan hal seperti ini sebelumnya.

"Kau ...?"

Namun, sebelum pertengkaran antara kakak beradik itu dimulai kembali, Kev kini mengambil perannya sebagai penengah. "Cukup! Lebih baik kita pergi sekarang atau mati di tangan Sang Maut."

Tey mengangguk paham, mengambil busur serta anak panah miliknya dan berjalan mendahului. Kev pun demikian, ia hanya bisa menatap Lada dengan senyum terakhirnya, mengangguk sebagai tanda perpisahan dan pada akhirnya menyusul Tey.

Gadis bermanik biru itu mengalihkan pandangannya, menatap sekitar yang mulai tidak kondusif. Ia hanya bisa pasrah dengan keadaan kacau yang secara tidak sengaja ia ciptakan sendiri. Gadis itu menatap sekilas tombak di tangannya, meyakinkan kembali tujuannya dan melangkah pergi.

***

|| Bagaimana kau berbicara dengan takdir? ||

ARCANE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top