13A : Arrivals Hall

Kicauan burung-burung kecil berhasil membangunkan kedua manusia yang telah tertidur pulas. Kev saat itu membuka matanya, melihat kesekelilingnya yang masih terdapat bekas perapian dan Tey yang juga baru terbangun. 

"Hei, di mana Kakakmu?" tanya Kev yang sekarang membantu Tey untuk segera bangkit, keduanya sama-sama menatap ke sekitarnya, berharap menemukan perempuan berambut merah itu.

"Ah, di sana rupanya!" seru Tey kala menemukan perempuan itu sedang berduduk santai di tepian air terjun. Kev dan Tey menghampiri perempuan itu, duduk di sebelah kanan dan kiri darinya dan hanya terdiam menunggu siapa pun membuka pembicaraan.

Perempuan bermanik biru itu menghela nafas. "Kita harus kembali," ujarnya pada sang adik yang ada di sisi kiri. Tey ikut menoleh, kemudian manik itu menatap sosok di belakang sang Kakak. 

"Bagaimana dengannya?" tanya Tey

"Kita akan membawanya," balas si perempuan, ia bangkit dari duduknya dan berlalu pergi untuk mengemasi barang-barang serta senjatanya. Kev yang masih di sana tampak sedikit aneh, walaupun mereka terkesan baik tapi Kev tidak terlalu paham dengan keduanya.

Daripada nantinya Kev kebigungan lebih baik dirinya mengikuti dua orang itu yang entah menuju kemana, tapi yang pasti arah mereka sama, utara. Perjalan ketiganya ditembus dengan baik, tidak ada sesuatu yang mencurigakan terjadi untuk beberapa jam ke depan.

"Boleh aku bertanya satu hal?" tanya Kev di tengah langkah mereka yang telah mencapai beberapa meter dari gubuk mereka. Tey yang mendengar itu memperlambat langkahnya untuk mendengar kelanjutan pertanyaan dari sosok lelaki itu.

"Kemana tujuan kita? Kalian memiliki tempat tinggal lain? Atau sebuah kelompok?" Perempuan di depan mereka berhenti sejenak, mengambil sesuatu yang jatuh di sebelah kakinya dan menoleh.

"Rumah, sebuah rumah untuk berpulang." Ucapannya menjadi hal terakhir untuk menengaskan pada Kev agar tidak lagi bertanya atau berbicara. 

Suasana semakin terasa mencekam, sebap hutan yang mereka lewati memasuki fase tandus dan beberapa dari mereka seperti terbakar. Kev yang sebelumnya tidak pernah melihat hal ini dibuat heran sekaligus ngeri, bagaimana bisa tempat ini menjadi seperti sedangkan yang lain begitu lebat dan tertutup.

Pertanyaan yang hendak ia ucapkan seketika tersedak saat sesuatu mulai kembali menganggu mereka, entah dari mana si induk kadal tiba-tiba datang dengan raut penuh kemarahan.

Kev justru sempat bernafas lega karena bukan si kalajengking ataupun Cacing Besar. Tapi, tetap saja itu sebuah ancaman yang cukup besar.

"Siapa yang mengganggu telurnya?" tanya perempuan berambut merah yang kini menjadi pemimpin mereka. Ia menoleh ke belakang, hingga pandangan tajam itu langsung tertuju pada Kev, "Kau?"

"Apa?! Hei ...."

Tanpa menunggu ucapan dari Kev, perempuan itu mengeluarkan anak panahnya, memfokuskan diri pada sosok itu dan melepaskan bidikan tepat di kaki si kadal. "Tembakan semacam apa itu?" tanya Kev dengan senyum miringnya.

"Diamlah," lirih Tey. Bidikan itu menancap, mengeluarkan racun secara perlahan hingga hewan itu merasakan sakit yang teramat dalam di kakinya. Pada akhirnya induk kadal itu memilih melarikan diri saat tahu sosok yang ia lawan jauh lebih berbahaya.

"Maaf," gumam Kev dengan wajah kaku, ia menatap Tey sekilas. Yang dibalas dengan tawa kecil.

"Jangan meremehkan dirinya," bisik Tey.

Hutan mengalami cuaca yang buruk, panas datang dengan sangat teriknya, hujan datang dengan sangat lebatnya dan salju sering kali turun secara tiba-tiba dengan udara yang terasa sangat dingin. Terkadang suhu dan cuaca sering berubah, itu mengapa bagian lain dari hutan tersebut memiliki keadaan yang berbeda-beda.

"Beberapa minggu lalu terjadi pertempuran hebat di wilayah ini, kau tahu siapa lawannya?" Kev menggeleng pelan.

"Sang Maut. Aku tahu, dia ada di mana-mana, bahkan selalu mengawasi setiap detiknya." Penjelasan itu hanya diangguki oleh Kev, lagi-lagi tentang sosok yang terlihat mengerikan itu.

Tey kembali melanjutkan ucapannya. "Revers melawan mereka, membentuk bala tentara tangguh dan menembakkan panah dengan ujung api. Ah, satu-satunya cara melawannya hanya dengan api, itu pun jika tepat sasaran."

"Itu sebabnya hutan ini terbakar?" tanya Kev memastikan, Tey tentu saja mengangguk.

"Ya, kau pikir tentang apa? Cuaca tidak akan menghanguskan begitu saja, mungkin sedikit. Lagi pula akhir-akhir ini rasanya cuaca dingin mulai terasa," ujar Tey disertai penjelasan panjangnya. 

Akhirnya setelah bermenit-menit atau bahkan lebih, ketiganya sampai di depan sebuah gerbang berbahan beton dengan beberapa lapisan kawat berduri di sekitarnya. Kev mengedarkan pandangannya, menatap keseluruhan wilayah yang tertutup tembok beserta benda-benda yang mampu membunuh dalam seketika.

"Selamat datang di Revers," ucap Tey dengan sambutan kecil penuh makna. 

"Rumah untuk berpulang," sahut perempuan dengan surai merahnya yang mulai tertiup angin.

Gerbang terbuka ketika mereka mulai mendekat, dua orang yang ditugaskan menjaga tampak menganggukkan kepalanya sebagai tanda hormat sekaligus ucapan selamat datang. Beberapa dari penduduk di sana mulai menatap kedatangan Kev dengan tatapan aneh.

"Apa yang mereka lakukan?" tanya Kev dengan tidak yakin, Tey mendekat, seolah menutupi kehadiran lelaki itu dari tatapan mengintimidasi para penduduk setempat.

"Mereka biasa melakukan hal semacam itu, jadi lupakan saja."

Pandangan Kev teralihkan saat seorang gadis kecil berlari dengan bunga di tangannya, gaun putih bersihnya membawa cahaya, rambut pirang bersinar itu bergerak sesuai gerakan angin. "Lada!" panggil si gadis kecil dengan suara polosnya, ia melompat tepat ditangkapan perempuan bersurai merah tersebut.

"Hei? Apa kabarmu, Reva?" tanya perempuan yang di panggil dengan nama Lada tersebut. Si gadis kecil hanya menunjukkan senyum manisnya dan mengangguk, tangan kecilnya itu terulur untuk memberikan bunga yang ia susun.

Lada menerimanya, mencium aroma harum dari bunga-bunga tersebut. "Ah, terima kasih." 

Di sisi lain, Kev dan Tey sedari tadi menyaksikan adegan itu dibuat tersenyum penuh makna. "Oh, jadi itu nama Kakakmu," bisik Kev pada Tey yang berada di sebelahnya, pemuda bersurai hitam itu tertawa kecil dan memberikan tinjuan kecil di bahu Kev.

"Kau mengincarnya, huh?" Pertanyaan itu hanya dibalas tatapan dingin dari Kev.

"Kita lihat saja, semua tergantung pada skenario, bukan?" Tey yang paham hanya membalas dengan anggukan, kemudian mengajak lelaki yang lebih tua darinya itu menuju ruang khusus untuk para pendatang.

Kelompok ini atau biasa disebut dengan Revers memiliki sebuah kota kecil yang bisa digambarkan sebagai desa, yang mana kawasan ini dikelilingi oleh pagar beton raksasa dengan ujung di pasangi beberapa pecahan kaca, kawat berduri dan alat-alat tajam lainnya.

Tujuannya tak lain dan tak bukan untuk menghindari penyerangan hewan-hewan raksasa seperti Sang Maut contohnya, yang sering kali datang untuk sekadar menjahili atau juga mencari makanan.

Gerbang utama terbuat dengan campuran besi serta baja, kemudian di susul Balai Kedatangan yang memiliki bentuk bundar dengan beberapa bangku yang digunakan sebagai tempat duduk, meskipun terkadang para wanita menenun di sana.

Jalur utama dikelilingi rumah-rumah para penduduk dengan bentuk atap bulat, setelah itu dilanjutkan area pelatihan dan gudang utama. Di paling ujung diisi dengan sebuah bangunan cukup besar yang digunakan untuk melakukan keputusan seperti rapat, acara penting atau pemberitahuan hal lain.

Bangunan itu bahkan memiliki kesan tersendiri. Dengan dua lantai, yang mana lantai dasar digunakan sebagai perkumpulan dan lantai dua digunakan sebagai tempat pengawasan.

Dan Kev sendiri kini berada di bagian kanan area pelatihan. Di sana hanya ada bangunan semacam rumah dengan desain sederhana. Namun, terkesan berarti, semacam bangunan kuno yang penuh makna, paham?

"Aku akan pergi sebentar, kakakku mungkin masih mengirim pesan pada pemimpin," ujar Tey yang kemudian segera beranjak pergi tanpa menunggu persetujuan Kev.

"Aku sempat mengira pemimpin mereka adalah Lada," gumam lelaki itu sembari melepas tas dan mengamati sekelilingnya.

Pandangannya kala itu tertuju pada bangunan besar di ujung sana, bagian paling atas memiliki bentuk runcing yang teramat tajam. "Jika Reo ada, dia pasti mengambil rancangan itu."

"Aku yakin tempat ini cukup menarik untuknya," gumam Kev kembali.

Pintu terbuka dengan sedikit kasar, Kev seketika tersadar dan menoleh dengan pandangan tajamnya. Orang di depannya itu berjalan dengan langkah pelan dan menunjukkan senyum paksa pada Kev. "Namaku Vincent, kau bisa memanggilku dengan nama Vin."

Kev mengangguk sebagai jawaban. "Kev," ucapnya memperkenalkan diri, mungkin terkesan sedikit dingin.

"Pendatang baru, apa yang membawamu kemari?" tanya lelaki berkulit hitam itu, tatapan mata tajam tertuju langsung pada manik Kev.

"Aku tidak berniat kemari," balas Kev.

"Apa tujuanmu?"

Kev menggeleng pelan, tersenyum tipis. "Menyelamatkan ibuku," ucap lelaki bersurai hitam itu, ia menundukkan kepalanya untuk sesaat.

"Di mana?"

"Crylic."

Vincent tampak termenung untuk sejenak, ia seakan mengetahui bahaya apa yang kelak ditemui oleh Kev di sana. Namun, hal yang ia ketahui, ia sembunyikan sendiri, mengubur dalam dalam informasi mematikan itu dan membiarkan Kev melanjutkan perjalanan.

"Oke, kau bisa pergi sekarang." Lelaki bertubuh kekar itu berlalu pergi, meninggalkan ruangan tempat Kev berada.

"Huh! Bagaimana bisa kalian bersikap kasar pada pendatang baru."

Entah kenapa, Vin bisa mendengar hal itu. Pria itu menoleh dengan manik bagaikan elang yang siap memangsa, wajahnya yang tegas dan keras menjadi terlihat mengerikan.

Kev sempat mengumpat dalam hati akan mulutnya sendiri, tapi kenyataannya semua telah terjadi begitu saja. "Kau bisa mengulanginya lagi?"

"Tidak."

"Ingat, aku tidak pernah menerima pendatang baru dari luar! Terlebih Haunelle!"

"Lagi pula aku tidak berniat datang," balas Kev dengan nada tajam yang melebihi.

"Pantas saja kaum kalian begitu dibenci, sifat dan karakter memang selalu diciptakan untuk membuat kehancuran."

Kev yang mendengarnya pun hanya terdiam sesaat, membiarkan pria berbadan besar itu pergi dengan terus menatapnya penuh kebencian.

"Aku benar-benar benci tempat ini." Kev sekarang mulai mengemasi barang-barangnya kembali, memilih untuk melanjutkan perjalanan panjangnya dari pada harus menetap di tempat aneh ini, "Untuk apa mereka membawaku kemari jika pada akhirnya di usir."

Seseorang masuk, menatap ke arah Kev tanpa suara sedikit pun. Kemudian barulah ia membuka mulutnya untuk sekadar mengucapkan sepatah kata. "Kau bisa tinggal di sini untuk istirahat," ujarnya.

"Tidak perlu," balas Kev dengan dinginnya.

Lada, perempuan itu mengambil paksa tas Kev dan melemparkannya ke tempat semula. "Ceritakan tentang asalmu."

"Apa?"

"Kau bisa hidup sampai saat ini, seharusnya kau berasal dari suatu tempat." Kev yang memahami hal itu kembali mendudukkan dirinya, raut tidak bersahabat ia tunjukkan pada sosok di depannya ini, "Kau berasal dari Haunelle?" tanya Lada kemudian.

Lelaki bermanik abu gelap itu mengangguk sebagai jawaban. "Ya."

Perempuan bersurai merah gelap itu pun ikut mengangguk, paham akan asal dari sang lelaki. "Pantas saja, beberapa helikopter sering kali melintas."

"Mereka mencari ku untuk dibunuh," ungkap Kev sembari menatap lurus lawan bicaranya.

"Kau tahu, mereka bahkan tidak pernah untuk sekadar mampir memberi makanan dan sumber daya lain. Mereka kejam," lanjut Lada yang mulai memberikan gambaran kekejaman dari kota pimpinan Gya Haclyon tersebut.

Kev mengerti, ia mengakui jika mereka tidak memiliki hati untuk orang-orang di luar sini. "Itu sebabnya aku memutuskan untuk pergi."

"Kau beruntung ..." Lada mendudukkan dirinya di sebuah kursi kayu, menghadap ke arah Kev langsung, "Beberapa dari tawanan mereka tidak pernah bisa lepas."

"Bagaimana kau mengetahui hal semacam itu?"

Lada hanya tertawa kecil, semacam menertawakan dirinya sendiri akan takdir. "Selama ini aku hidup dalam pengasingan, menjaga adikku, menemukan tempat yang cocok dan akhirnya membangun ini semua dengan pengorbanan yang tidak biasa."

"Haunelle berbeda, kota itu memang telah dirancang untuk hari paling mengerikan itu, benar bukan?"

Kev hanya bisa diam, bahkan ia tidak pernah tahu tentang kota tersebut. Namun, satu-satunya hal yang bisa menjawab adalah ibunya."I don't know."

"Aku sempat memiliki seorang yang kukenal di sana, dia mencoba melarikan diri dari penjara menyakitkan itu. Namun, pada akhirnya hanya kematian yang buruk yang harus ia terima."

"Itu menyedihkan," lirih Kev.

Lada mengangguk-anggukkan kepalanya. Kev yang tertarik dengan setiap anggapan orang tentang kota itu pun mulai menanyakan sesuatu yang sedari tadi terpendam. "Bagaimana menurutmu tentang Haunelle?"

Si gadis tertawa pelan, mendengar hal paling aneh yang ditanyakan oleh penghuninya sendiri. "Buruk. Bahkan kota itu seperti memiliki kesan tersendiri akan kekejamannya."

"Begitukah?"

"Tentu, kau bisa tanyakan siapa pun di sekitar. Mereka akan menjawab hal sama, kota tempatmu dibesarkan hanyalah sebuah kebohongan, mereka bukan merawat, tapi menciptakan ulang."

"Apa?" Kev mengerutkan keningnya heran akan ucapan Lada yang terkesan tahu segalanya.

"Lupakan," ujar si gadis seraya bangkit dari duduknya, "Kau boleh tinggal di sini, kau juga boleh melanjutkan perjalananmu. Aku tidak akan mengekangnya," ujar Lada sebagai penutup pembicaraan mereka. Perempuan cantik nan berjiwa pemimpin itu pergi.

Sedang Kev hanya menatap kepergiannya dengan pandangan aneh, bagaimana bisa Lada berbicara banyak tentang hal yang bahkan terdengar asing di telinganya sendiri?

"Ada sesuatu yang memang tersembunyi," gumam si lelaki sembari terus memikirkan hal yang mengganjal dalam benaknya.

Pagi ini, ia biarkan waktu berlalu begitu saja dengan mudah. Ia tetap seperti tawanan di dalam sini, menatap dari jendela kamar dan menunggu orang datang untuk mengintrogasi atau sekadar memberi makanan.

"Persetan dengan semua!"

~

|| Welcome to the Revers ||

•••

Picture from Pinterest, hanya ilustrasi yang menggambarkan secara jelas tempat Lada dan Tey tinggal, Revers.

ARCANE

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top