9. Pergi Ke El Murno

Sebelum kalian baca, ane mau tanya. Apakah perlu ilustrasi lagi selain dua chara yang udah ane bikin ilustrasinya? (Alvia ama Gio)

Kalo iya, siapa menurut kalian yang ilustrasinya dibuat lebih dulu?

1. Furash
2. Raven
___________

"Orang cerdas adalah orang sinting." ~ Salem

¤¤¤

"Wah, kau sudah sampai di sini ternyata." Furash menyambut kedatangan Alvia. "Di mana Giovanni?"

"Cepat, Tuan. Aku sudah tidak sabar lagi untuk keluar dari sini, mari kita ambil inti mana kambing ini!" Alvia menyodok mayat si Dungeon Master, mengabaikan pertanyaan Furash.

Giovanni baru tiba beberapa saat kemudian. Dia terengah-engah karena harus melompat-lompat cukup jauh. Melihat kedatangan Giovanni, Furash langsung menegur Alvia karena telah melupakannya.

Gadis itu hanya terkekeh sambil menggaruk kepala belakang mendengarkan. Dia kemudian meminta maaf pada Giovanni atas kelalaiannya tersebut.

"Lain kali jangan terlalu bersemangat," ujar Giovanni.

"Iya, iya. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi." Wajah Alvia merona karena malu.

Atas perintah Furash, Raven kemudian membelah dada si Dungeon Master dan mengambil inti mana yang berukuran sebesar bola voli di dalam dada Rammer tersebut.

Ukuran dan berat inti mana sangat menentukan kualitasnya yang berpengaruh pada kekuatan seekor monster. Semakin besar dan berat, maka semakin baik kualitas inti mana serta semakin kuat pula monster tersebut.

"Kita akan mendapatkan cukup banyak uang dengan inti mana ini." Furash tersenyum bangga.

"Ditambah dengan inti mana monster lain yang kita berhasil buru, setidaknya kita punya cukup uang untuk seminggu kalau berhemat." Raven berujar.

"Aku mau steak sapi kalau begitu. Steak sapi di restoran," kata Alvia bersemangat.

"Baru saja kubilang untuk berhemat!" Raven bersungut.

"Kita bisa pertimbangkan untuk membelinya."

Ucapan Furash yang memberikan keraguan pada Alvia membuatnya mendengus kesal.

"Sudah, sudah. Sebaiknya kita keluar dulu dari sini. Giovanni, kemari!" kata pria itu lagi.

Furash berjongkok untuk membiarkan Giovanni naik ke atas gendongannya. Dia kemudian berdiri lalu mendekati mayat si Dungeon Master.

Furash pun mengulurkan tangan ke semburat cahaya yang menyinari mayat si Dungeon Master, diikuti oleh Alvia dan Raven. Tubuh mereka berubah menjadi butiran-butiran cahaya kecil saat menyentuh sinar tersebut.

Giovanni merasakan kepalanya berputar-putar kala dirinya berubah menjadi butiran cahaya, pandangannya pun dipenuhi oleh sinar terang berwarna putih.

"A–ada apa ini?!"

Giovanni panik begitu sensasi melayang turut dia rasakan beberapa saat kemudian. Selanjutnya, dirinya merasa seperti tertarik ke angkasa dengan sangat cepat. Giovanni berteriak dengan keras, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya.

Beberapa saat kemudian sinar terang yang menutupi pandangannya pun memudar.

Samar-samar Giovanni dapat melihat pemandangan baru yang tampak lebih hijau dan segar. Tidak ada aura gelap meskipun suhu masih terasa sedikit panas.

Giovanni terkesima karena keadaannya jauh lebih baik daripada ketika di dalam rubanah. Dia menghirup dalam-dalam udara di sekitarnya, lalu menyadari kalau ada bau yang cukup asing bagi penciumannya.

"Akhirnya, udara segar!" Alvia berseru dengan bahagia, sesaat kemudian wajahnya berubah murung karena mencium aroma khas. "Oh, ya, kita di dekat laut. Aku baru ingat itu."

"Rasanya selalu memuaskan setiap kali kau keluar setelah berhasil menyelesaikan sebuah rubanah. Bukankah benar begitu, Raven?" Furash menoleh ke pemuda itu.

Raven berusaha menutupi perasaan leganya namun Furash dapat dengan mudah melihat ekspresi yang pemuda itu tekan.

"Baiklah, ayo berangkat, anak-anak. El Murno masih 15 kilometer lagi dari sini."

"Apa? Kita tidak akan beristirahat sebentar?" Alvia merasa keberatan.

"Kita harus secepatnya kembali sekarang. Tidak ada waktu lagi untuk menunda. Tenggat waktu yang diberikan oleh gilda sudah dekat, jika kita datang terlambat maka imbalan yang kita dapat akan berkurang."

Penjelasan Furash mengakhiri keluhan Alvia. Gadis itu hanya bisa menggerutu karena harus berjalan lagi meski dirundung rasa letih.

Sebaliknya, Giovanni tidak merasakan kelelahan apapun karena berada dalam gendongan Furash. Tapi, selama perjalanan sesekali dia merasakan seolah ada sesuatu sedang menatapnya dengan tajam dari belakang.

***

Selama setengah hari, Giovanni dan party Furash melakukan perjalanan menuju sebuah kota bernama El Murno. Kota ini tidak berukuran besar dan dibangun dekat sebuah bukit kapur. Dinding kotanya terbuat dari batu-batu bata yang kini sudah menghitam.

Kota ini cukup banyak dikunjungi oleh pengelana dan petualang. Di depan gerbang masuk sekarang ini, nampak banyak orang yang sedang mengantri untuk masuk seraya mendapat pemeriksaan dari penjaga kota.

Ketika party Furash tiba di depan pintu gerbang, mereka menunggu sejenak untuk mengantri giliran masuk.

Bersama mereka, ada beberapa pemburu monster lain yang juga baru menyelesaikan perburuan. Sementara pendatang-pendatang lainnya adalah saudagar-saudagar dan para pengelana.

"Siapa anak di gendonganmu itu?" tanya seorang penjaga pada Furash. "Aku tidak melihatnya bersamamu saat keluar dari kota."

"Aku menemukannya saat perjalanan kemari. Dia bukan siapa-siapa, hanya anak yang kuselamatkan dari monster."

Furash tak mengatakan bagaimana dia menemukan Giovanni yang sebenarnya, sebab tentu saja itu akan membuat kebingungan dan gempar semua orang di sana.

"Begitu. Jadi kau anggap apa anak ini?" tanya si Penjaga lagi.

"Tentu saja anggota rombonganku. Untuk apa aku menggendongnya kalau begitu?"

"Kalau demikian, biaya masuknya seperti biasa dengan tambahan untuk anak itu."

Pemeriksaan barang bawaan pun selesai. Setelah memberikan uang masuk, party Furash pun diperbolehkan melewati pintu gerbang.

Giovanni sedari tadi memperhatikan keadaan di gerbang masuk kota. Beberapa orang terutama yang merupakan saudagar membawa beberapa orang lagi bersama mereka. Tapi, orang-orang itu tampak kurus dan tak terawat dengan lembaran kain seadanya diikatkan ke tubuh mereka sebagai pakaian.

Giovanni pun bertanya pada Furash mengenai hal ini.

"Apa orang-orang itu adalah budak, Tuan?"

"Iya, kau benar, Gio. Mereka dibeli di tempat lelang atau pengepulan. Orang-orang itu biasanya adalah tawanan atau orang-orang buangan yang dikucilkan."

Hati Giovanni seperti diperas mengetahui hal pilu tersebut.

"Kau beruntung kami temukan, Gio." Furash menyunggingkan senyum. "Jika orang lain yang menemukanmu, aku tidak yakin perlakuan mereka bisa sebaik kami kepadamu."

Furash lalu bercerita tentang masa lalunya yang pernah bekerja di tempat pelelangan budak. Dia berkata bahwa setiap malamnya akan ada kereta kuda datang membawa beberapa orang di dalam kurungan.

Dengan beberapa pekerja lain, Furash akan mengeluarkan orang-orang itu dan membawa mereka ke dalam kurungan kecil yang akan mereka isi 3-6 orang.

Tatapan mata orang-orang malang itu selalu menghantui Furash setiap malamnya. Apalagi, ketika mendengar rintihan tangis dan erangan sekarat mereka.

Furash tak sanggup untuk mendengarkan itu semua. Tapi, karena tak memiliki kemampuan untuk menyelamatkan mereka pada saat itu dirinya pun memilih berhenti bekerja di tempat pelelangan budak dan menjadi pemburu monster.

"Karena itulah, aku memperlakukanmu dengan baik."

Ucapan Furash membuat Giovanni tersenyum. "Terima kasih, Tuan."

"Haha, sama-sama. Kita akan membahas nasibmu kedepannya setelah ke gilda. Bersama-sama, kita akan berpikir yang terbaik untukmu."

Giovanni merasa semakin nyaman berada di sisi Furash. Setidaknya, dia tahu bahwa dirinya bersama orang-orang baik.

***

Gilda adalah tempat bagi orang-orang dengan kebanggaan dan keberanian yang tinggi. Tempat para pria duduk bersama di meja panjang, menikmati bir dan bercengkrama setelah menaklukkan monster atau rubanah. Juga, tempat bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan.

Untuk menjadi seorang pemburu monster resmi, seseorang hanya perlu mendaftarkan diri dengan mengikat kontrak bersama gilda.

Caranya adalah dengan meneteskan darah pada selembar kertas perjanjian yang di dalamnya telah dituliskan berbagai ketentuan serta aturan gilda yang harus dipatuhi oleh seorang pemburu monster.

Bicara soal menjadi pemburu monster, Furash sempat mengajak Giovanni untuk mendaftar. Tapi, Giovanni ragu sebab dirinya hanya memiliki satu kaki dan tak mempunyai pengalaman apapun.

Furash hanya berkata pada Giovanni untuk memikirkannya lagi dengan matang sebelum memutuskan.

"Inti mana kobold 46 buah, inti mana grasstail 21 buah, inti mana scratcher 19 buah dan sebuah inti mana Dungeon Master monster Rammer."

Petugas gilda menghitung dengan teliti inti mana-inti mana yang party Furash berhasil kumpulkan. Kemudian, dia menghitung nilai semua inti mana itu dan memberikan imbalan yang sepadan pada party Furash.

"1.567 Shiling? Kau memberikan bonus pada kami."

"Tidak, Tuan. Ada peningkatan nilai tukar inti mana scratcher akhir-akhir ini karena populasi mereka berkurang di wilayah ini," terang si Petugas.

"Tapi, kami mendapatkannya di rubanah. Apa kau yakin tidak salah menghitung?"

"Itu aturannya, Tuan. Nilai inti mana monster di dalam maupun di luar rubanah adalah sama."

"Oh, terima kasih kalau begitu atas penjelasannya."

Furash menyenyumi si Petugas yang adalah seorang gadis muda. Gadis itu sedikit merona dan membalas senyuman Furash.

Paras pria itu memang cukup tampan, apalagi dengan tambahan brewok di pipinya. Wajahnya yang maskulin dapat memikat semua gadis hanya dalam sekali pandang.

Setelah itu, si Gadis Petugas memberikan papan misi yang party Furash ambil dan meminta Furash menandatanganinya.

Papan misi tersebut bersifat magis sehingga hanya dapat ditandangani apabila seseorang telah menyelesaikan misi yang tertera sesuai ketentuan yang berlaku di dalamnya.

Selesai menandatangani papan misi, Furash berniat meninggalkan gilda. Tetapi, si Gadis Petugas menyahutnya.

"Apa Anda punya waktu untuk nanti malam, jam setengah tujuh? Aku bisa memesan meja di restoran sebelah penginapan di dekat sini."

Furash tertegun mendengar ajakan si Gadis Petugas, sementara Alvia dan Raven meliriknya dengan senyum lebar. Giovanni hanya diam karena tak tahu maksud sebenarnya si Gadis Petugas mengajak Furash makan malam.

Beberapa saat kemudian barulah Furash membalas ajakan gadis itu dengan nada canggung.

"Maafkan aku, Nona. Tapi, aku punya urusan lain untuk dikerjakan. Sekali lagi aku minta maaf, mungkin lain kali saja."

Wajah si Gadis Petugas langsung berubah kecewa mendengar penolakan Furash. Namun, dia tetap mempertahankan senyum dan mencoba tabah.

Giovanni yang penasaran lantas mencoba mencaritahu kenapa Furash menolak ajakan gadis itu.

"A–ah, bagaimana, ya? Bukannya aku bermaksud menyia-nyiakan kesempatan, tapi kita harus membahas nasibmu. Bukan benar begitu?" kilah Furash.

"Kesempatan?" Giovanni mengerutkan dahinya bingung.

Sebetulnya, alasan Furash menolak ajakan si Gadis Petugas adalah karena merasa perbedaan umur mereka terlalu jauh. Furash berusia 42 tahun sementara usia gadis itu kemungkinan besar masih berada di awal 20-an.

"Selain itu, aku lebih senang makan malam bersama teman-temanku daripada gadis yang baru kukenal," kata Furash yang membuat senyum Alvia dan Raven sekali lagi merekah.

Mereka berempat pun segera beranjak ke penginapan. Tanpa mereka sadari, ada yang sejak tadi memperhatikan dari kejauhan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top