6. Terlempar Ke Rubanah
"Pertobatan tidak lantas membuatmu bebas dari ganjaran atas kesalahan yang kau perbuat." ~ Isaac Amadeo Eire
¤¤¤
Ketika cahaya matahari pagi menerobos masuk dari kaca jendela dan mengenai wajahnya, mata Giovanni berkedut-kedut sebelum membelalak lebar. Dia terperanjat dari atas ranjang, pikirannya masih berada pada saat-saat cahaya terang itu melahapnya.
Giovanni mendapati dirinya telah berada di sebuah ruangan asing, dengan sensasi janggal di sekujur tubuhnya.
"Apa yang terjadi?"
Giovanni mencoba mengingat kejadian yang terjadi sebelum kehilangan kesadaran. Dia ingat persis bagaimana ekspresi Bunda yang melihatnya dengan raut putus asa, Giovanni pun jadi mencemaskan nasib Bunda sekarang.
Segera saja, Giovanni beranjak dari ranjang, akan tetapi dia terjatuh ketika hendak melangkah. Giovanni lupa kalau kakinya telah terpotong saat Gagor menyerang.
Tapi, anehnya kini kaki kirinya itu sudah sembuh dan lukanya sudah menutup dengan sempurna. Padahal, Giovanni ingat betul kalau Bunda hanya menggunakan sihir penyembuhan biasa terhadapnya yang tak memungkinkan regenerasi secara penuh.
Giovanni memutuskan untuk tidak ambil pusing mengenai kejanggalan tersebut, dia bangkit lalu menuju ke arah pintu ruangan dan membukanya.
Cahaya matahari menyilaukan mata Giovanni untuk sesaat, dia butuh waktu untuk menyesuaikan indra penglihatannya dengan pencahayaan di luar sampai kemudian Giovanni pun sadar bahwa dia tengah berada di sebuah tempat yang asing.
"Di mana ini?"
Giovanni melihat di kejauhan ada banyak pilar-pilar besar lagi tajam yang berwarna hitam mencuat tinggi dari dalam tanah. Di sekelilingnya lahan serta pepohonan mengering dan berubah tandus.
Aura gelap menyeruak mengelilingi area di mana pilar-pilar hitam besar itu berada, yang di tengah-tengahnya aura gelap tersebut terlihat semakin pekat.
Giovanni bertanya-tanya, di manakah dia berada sekarang?
Pengetahuan Giovanni mengenai dunia luar masih teramat minim, dia tidak pernah keluar dari desa selama hidupnya. Dihadapkan pada keadaan seperti ini membuat Giovanni panik dan kebingungan, dia terus berharap kalau Bunda akan segera muncul di hadapannya.
"Oh, kau sudah sadar?"
Ada suara seorang gadis berkata kepada Giovanni. Dia menoleh, kemudian mendapati seorang gadis sedang berjalan mendekat.
Gadis ini memakai pakaian biarawati, yang sempat membuat Giovanni mengira dia adalah Enge karena postur tubuhnya yang kecil. Tapi, sesaat kemudian Giovanni sadar kalau jubah yang dipakai gadis ini berbeda dengan jubah yang dikenakan rahib gereja Desa Roveena dan mereka tampak seumuran.
"Halo, senang melihatmu sudah siuman. Namaku Alvia Etherancia, salam kenal." Gadis itu memperkenalkan diri dengan senyum terulas manis di bibir.
Giovanni sempat tertegun sebelum turut memperkenalkan diri.
"Apakah, kau yang menyelamatkanku?" tanya Giovanni selanjutnya.
Alvia mengangguk-angguk. "Yup! Aku yang menyelamatkan nyawamu!"
Giovanni sedikit heran bagaimana Alvia menyelamatkannya. Dia tahu kalau malam itu hanya ada dirinya, para rahib dan Gagor saja di biara.
Selain itu, sekarang Giovanni ada di sebuah tempat asing bersama Alvia. Tempat ini jelas bukan Desa Roveena atau area biara karena Giovanni paham betul geografis tempat tinggalnya. Dibandingkan dengan wilayah dia berada sekarang, terlihat jelas perbedaan yang mencolok.
Kecuali kalau Alvia menyelamatkan dan membawa Giovanni ke suatu tempat yang jauh, semua kejanggalan ini akan jadi sedikit masuk akal. Namun, itu pun tidak bisa menjelaskan beberapa hal lain yang masih terlalu sukar untuk dijabarkan.
"Bisakah kau ceritakan padaku apa yang membuatmu terkubur dalam reruntuhan rubanah?" pinta Alvia beberapa saat kemudian.
"Reruntuhan rubanah?" Giovanni mengerutkan dahi.
"Iya, reruntuhan rubanah. Aku menemukanmu berada di sebuah kuil rusak sekitar 3 kilometer dari sini. Apa yang membuatmu bisa berada di sana? Di dalam rubanah sejauh ini?"
Ucapan Alvia membuat Giovanni semakin tak mengerti apa yang terjadi.
Tapi, Giovanni akhirnya tetap mengatakan pada Alvia apa yang dialaminya dan itu malah membuat Alvia yang giliran mengernyitkan dahi.
"Biara? Desa? Aku tidak pernah tahu di dalam rubanah ada desa sebelumnya."
"Tapi, itu yang kualami. Ada monster menyerang biara tempatku tinggal dan dia membunuh semua rahib yang ada, termasuk ... termasuk ibuku."
Raut kesedihan Giovanni muncul, teringat akan Bunda membuatnya tak bisa menahan air mata.
Alvia menjadi iba melihat Giovanni menangis, lantas Alvia pun berusaha menghibur sebisanya meski dia agak kebingungan mendengar cerita Giovanni.
"Sudah, sudah. Kita akan caritahu apa yang terjadi padamu nanti. Sekarang, ayo kita temui teman-temanku."
"Teman-temanmu?"
"Iya, aku datang ke sini bersama rekan-rekan partyku. Mereka sudah tidak sabar lagi untuk bertemu denganmu."
Alvia meraih tangan Giovanni, kemudian menuntunnya pergi menelusuri jalan setapak menuju suatu rumah di sebelah pohon besar.
***
"Senang bertemu denganmu, Nak. Aku adalah pemimpin party ini, namaku Furash Andreado!"
Ketika Alvia mempertemukan Giovanni dengan teman-temannya, mereka menyambut Giovanni dengan begitu ramah. Pria berbrewok lebat yang tadi memperkenalkan diri adalah yang paling antusias padanya.
Kemudian, giliran seorang remaja laki-laki berambut gelap dengan mata ungu yang menyala mengenalkan diri kepada Giovanni.
"Aku Raven Alansmith," ucapnya datar.
Giovanni sedikit canggung ketika bertatap mata dengan pemuda itu. Meski sikapnya ramah, tapi raut mukanya tidak.
Alvia lalu melanjutkan dengan menceritakan semua yang Giovanni alami sehingga Giovanni tidak perlu menjelaskan pengalaman buruknya itu lagi.
Respon Furash dan Raven sama seperti Alvia sebelumnya, mereka bingung kala mendengar penuturan Alvia mengenai latar belakang Giovanni yang membuat semua orang garuk kepala, apalagi kini mereka ada dalam sebuah rubanah.
Terus menerus mendengar kata rubanah, Giovanni hanya jadi semakin heran dan kebingungan. Bukan karena Giovanni tak tahu apa itu rubanah, melainkan bagaimana bisa dia berada di dalam salah satunya saat ini.
Rubanah ialah sebuah tempat yang hanya dapat diakses melalui suatu pintu masuk rahasia di dalam tempat-tempat atau struktur tertentu–biasanya yang memiliki banyak energi Mana dan didiami oleh banyak monster.
Di dalam rubanah sendiri menyimpan banyak harta dan artefak-artefak berharga sehingga membuat banyak pemburu monster dan harta yang masuk ke dalamnya.
Alvia dan rekan-rekannya awalnya mengira kalau Giovanni adalah salah seorang anggota party pemburu monster yang masuk ke rubanah.
Namun, cerita Giovanni menyangkal dugaan mereka. Ketiganya pun menaruh rasa penasaran besar pada latar belakang Giovanni yang sebenarnya.
Furash lantas menjelaskan pada Giovanni kalau saat ini mereka berada di sebuah rubanah yang terletak di wilayah ujung selatan Upper Land, dekat daerah pesisir berdekatan dengan padang pasir Scorche.
Wilayah tersebut berada sangat jauh dari tempat tinggal Giovanni dan hal ini membuat pertanyaannya makin bertambah.
Oleh sebab itu, Giovanni pun memutar otak dan berpikir untuk kembali ke tempat di mana Alvia bersama dua rekannya pertama kali menemukannya. Giovanni meminta bantuan mereka bertiga.
Furash, Raven dan Alvia langsung berdiskusi untuk mempertimbangkan membantu Giovanni atau tidak. Mereka juga punya agenda tersendiri yang harus segera diselesaikan. Selepas beberapa saat, akhirnya mereka pun memutuskan.
"Baiklah, kami bersedia membantumu. Tapi, asalkan dengan satu syarat. Apa kau bersedia melakukannya?" ujar Furash.
"Syarat apa? Uhh, kalau masih dalam kemampuanku maka aku akan bersedia." Giovanni agak kurang percaya diri, sebab melihat kondisi tubuhnya saat ini.
Itu pula yang jadi alasan mengapa party Furash mau membantu Giovanni dengan persyaratan.
"Oke!" Furash beranjak dari tempat duduk. "Inilah syaratnya ...."
***
Ditemani oleh party pemburu monster itu, Giovanni kembali ke tempat di mana mereka menemukannya. Tiga kilometer mereka berempat berjalan, melewati jalur berbatu dan lereng yang cukup terjal. Furash menggendong Giovanni selama perjalanan, sedang Alvia memimpin di depan sementara Raven menjaga barisan di belakang.
Sekitar 30 menit kemudian, akhirnya mereka sampai di kuil rusak tempat mereka menemukan Giovanni. Dia pun meminta pada Furash untuk terus berkeliling ke sekitar kuil.
Giovanni memperhatikan dengan seksama reruntuhan yang ada, berusaha mencari petunjuk tentang kemunculannya yang misterius di dalam rubanah. Akan tetapi, setelah sekitar sejam berkeliling Giovanni tidak menemukan hal apapun yang sekiranya dapat menjelaskan perihal aneh tersebut.
"Bagaimana bisa aku berada di sini? Kenapa bisa?"
Pertanyaan yang sama kembali bergema di dalam batin Giovanni.
Alvia, Furash dan Raven hanya dapat berpandangan satu sama lain tanpa bisa memberikan solusi.
Berada dalam kebingungan yang luar biasa, Giovanni mengkertakkan giginya seraya berpikir keras. Dia berusaha mencari penjelasan paling rasional atas kejanggalan ini, namun dirinya malah teringat pada kristal yang Bunda berikan.
"Anting, antingnya!" pekik Giovanni.
"Anting apa?" Alvia memiringkan kepala.
"Apa kau menyadari ada sesuatu yang hilang?" Furash bertanya.
Giovanni bergegas merogoh seluruh saku yang ada pada pakaiannya. Dia hampir terkena serangan jantung ketika tidak menemukan anting kristal pemberian Bunda di kantung celananya. Namun, Giovanni bisa bernafas lega sebab menemukan anting kristal itu di saku bajunya.
Anting kristal tersebut langsung Giovanni keluarkan. Seluruh anggota party pemburu monster terpukau begitu melihat keindahan anting kristal yang berkilauan terkena pancaran sinar matahari.
"Woah, indahnya!" puji Alvia.
"Anting kristal ini membiaskan berbagai macam warna dari permukaannya, dari mana kau mendapatkan anting secantik ini?" tanya Furash.
"Ini adalah pemberian ibuku. Dia bilang, aku harus menjaganya dari siapapun. Aku tidak boleh kehilangan anting ini apapun yang terjadi."
Semua orang yang menatap anting kristal Giovanni, lambat laun menyadari kalau ada sesuatu yang spesial dari permata itu.
Mata Alvia dan rekan-rekannya melebar begitu merasakan hawa dingin menguar dari kristal biru tersebut yang seolah-olah perlahan membelai dada dan mencengkram erat jantung mereka.
Seketika setelah merasakan sensasi tersebut, Furash langsung menggelengkan kepala dan membuat Giovanni menutup anting kristal itu dengan kepalan tangannya.
"Jika ibumu menyuruhmu menjaga anting ini, sebaiknya kau tidak mengeluarkannya semudah itu," kata Furash kemudian. "Anting ini pasti adalah sesuatu yang amat berharga, hanya dari bentuknya saja aku sudah tahu kalau nilainya cukup tinggi. Seandainya kau bertemu dengan orang yang salah kau pasti sudah dirampok."
Giovanni menyadari kesalahannya dan segera memasukkan kembali anting miliknya ke dalam saku baju.
"Kau beruntung bertemu dengan kami, Gio. Tenang saja, kami ini orang-orang baik, kok!" ujar Alvia.
"Kau harus hati-hati," timpal Raven.
Giovanni bersyukur diselamatkan dan bertemu dengan orang-orang seperti Alvia serta rekan-rekannya. Di tengah kegelisahan yang dia rasakan, Giovanni mampu sedikit tersenyum berkat mereka bertiga.
Akan tetapi, tiba-tiba saja terdengar desisan dari balik reruntuhan kuil yang membuat party pemburu monster itu langsung berwaspada.
Batu-batu bata yang telah lapuk dimakan usia kemudian berguncang hebat sebelum runtuh karena ada sesuatu yang merayap di atasnya.
***
Nama: Alvia Etherancia
Umur : 10
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top