43. Ada Udang Di Balik Batu
"Hal yang meyakinkan, bukan berarti juga sebuah kepastian." ~ Hans Kalmer
¤¤¤
Alvia tak mengerti kenapa Furash menculik dan mengikat tangan serta mulutnya, lalu membawanya ke dalam rubanah yang lingkungan di dalamnya adalah gua panjang berlorong sempit dan berpenghunikan ratusan macam monster jenis serangga.
Mengakui kalau Furash adalah Sanabodor Alintakor–yang beberapa tahun lalu mengguncang benua timur dengan menaklukkan beberapa rubanah sendirian–saat ini kiranya bukan sebuah kekeliruan. Lagipula, Alvia sudah mengetahui identitas lain Furash tersebut, sebab saat pertama kali bertemu dengannya, Furash memperkenalkan diri sebagai sang penakluk rubanah solo.
Hanya ketika mengangkat Alvia sebagai anggota party, Furash mulai memakai namanya yang sekarang, dan kebetulan pula mengubah sikap dinginnya sebagai Sanabodor. Tidak pernah Alvia pikirkan jika Furash akan kembali memasang persona lamanya itu sekarang.
Setelah berjalan sejauh 10 kilometer dari pintu masuk rubanah, Furash tiba di sebuah area gua yang cukup luas. Di sana, ada banyak orang berkumpul, beberapa tampak sedang duduk di tengah area gua, mengelilingi sebuah lingkaran sigil berukuran besar.
"Kami menunggumu cukup lama."
Seseorang dengan jubah menutupi kepalanya menyambut Furash ketika melihatnya datang.
"Aku pikir kalian sudah selesai memonitor rubanah ini, sepertinya aku salah."
Pria berjubah mendengus. "Kau yang bilang untuk menunggumu. Kami sengaja memperlambat kecepatan energi penyisirnya."
"Aku tidak bilang untuk memperlambat pemetaan sistem guanya juga, kan?"
Desahan nafas pria berjubah memberitahu Furash tentang ketidak puasannya. Dia lalu mengungkit tentang perdebatan mereka yang terjadi setelah mereka mendapatkan sigil penyegelan dari biara Mugworth dan menyebut kalau Furash lah penyebab kacaunya pelaksanaan rencana mereka.
"Ini tidak sesuai jadwal yang kita buat tiga hari lalu," ujar pria berjubah.
"Hei, jangan menyalahkanku. Aku sudah melakukan pencurian sigil dan artefak magis itu. Aku juga rela mempertaruhkan anggota-anggota partyku demi rencana gila ini," tukas Furash.
"Kau yang merencanakannya, aku hanya menerima usulanmu dan membayarmu untuk melakukannya. Keterlibatanku secara langsung sama sekali tidak diperlukan!"
Di saat keduanya berdebat, Alvia mendengarkan dengan seksama. Dia penasaran pada identitas si pria berjubah dan rencananya bersama Furash. Namun, Alvia juga mengetahui kalau ini adalah momen emas baginya melepaskan diri. Diam-diam, Alvia mengalirkan mana ke tangannya sedikit demi sedikit dan pelan-pelan membentuk sebuah pisau mana kecil di sepanjang lengannya.
"Oh, kau tahu kita butuh sekitar lima hari lagi untuk sampai ke ruangan dungeon master."
"Lalu? Daripada diam menghabiskan waktu di sini menciptakan sigil raksasa yang menguras banyak energi—"
"Itu jauh lebih baik! Jika kau tidak memutuskan untuk memperlambat proses monitoringnya, kita sudah berada di sana sekarang!"
Seiring perdebatan memanas, Alvia mengiris tali yang mengikatnya. Furash dan pria berjubah tak sadar kalau ikatan Alvia melonggar sampai gadis itu benar-benar memotong tali tersebut. Tanpa membiarkan seorang pun menuding kalau dirinya berhasil melepaskan diri, Alvia langsung memukul kepala belakang Furash dan melempar pria itu ke dinding gua dan seketika membuatnya tergeletak tak bergerak.
"Tuan Sanabodor!" teriak si pria berjubah.
Panik melihat Alvia dengan mudah membuat Furash pingsan, pria berjubah memanggil bantuan dari para anak buahnya. Mereka semua langsung berhenti merapal mantra di sekitar sigil monitor dan segera berkumpul di dekat pria berjubah.
"Jadi, kalian lah orang-orang yang telah membuat Tuan Furash menculikku? Yup, bagus, sebelum aku meminta penjelasannya, aku akan membuat kalian menyesal terlebih dahulu!"
Menaruh kedua tangannya di udara, dengan posisi telapak tangan kanan berada di depan dan tanpa tongkatnya, Alvia merapalkan sebuah mantra dengan kecepatan luar biasa.
"Apa-apaan dengan rapalan secepat itu?"
"Dia tidak menyingkatnya sama sekali!"
Adalah kemampuan langka bagi seseorang untuk melakukan perapalan secara lengkap dalam kecepatan tinggi, apalagi, tanpa kesalahan sedikitpun. Semua orang dapat mendengar Alvia melafalkan setiap bait mantra dengan jelas secara sempurna.
Mengetahui apa yang akan terjadi, pria berjubah langsung memutar badan dan merunduk.
"Agni Exodus!"
Telapak tangan Alvia berpijar, bara api muncul diikuti gelombang merah panas yang bergulung meluas ke depan. Mata para anak buah pria berjubah melotot menyaksikan ombak api menuju ke arah mereka. Tak ayal, semuanya ikut menunduk dan membiarkan punggung baju mereka yang terbakar.
Pria berjubah tak luput dari keganasan mantra Alvia. Walau tak secara langsung terkena apinya, tetapi dengan panas yang dikeluarkan terlalu tinggi, membuat pria berjubah kehilangan bagian belakang jubahnya.
Saat api Alvia lenyap beberapa saat kemudian, pria berjubah yang kepala bagian belakangnya telah botak berdiri diikuti oleh para anak buahnya.
"Bocah tengik! Lihat apa yang kau lakukan pada rambutku!" seru pria berjubah dengan wajah merah.
"Seperti aku peduli," balas Alvia dengan wajah lancang.
"Sialan! Bagaimana aku bisa tampil di depan publik gilda dengan penampilan seperti ini?!"
Pria berjubah melepas jubahnya, menguak identitas aslinya sebagai pimpinan gilda Mugworth, Shaon. Dia menggeram seperti anjing rabies di hadapan bayi. Suasana hatinya yang sudah buruk diperparah dengan Alvia membotakinya.
"Dasar biarawati keparat, istriku tidak akan mau lagi melihatku setelah ini! Dia benci pria botak!"
"Sungguh? Tapi, aku yakin sekarang kau malah jadi lebih tampan."
Muka Shaon seketika memerah. "Aku bersumpah akan merogoh tenggorokanmu dan menarik jantungmu keluar, anak kecil!"
Bukannya gentar mendengar ancaman si pimpinan gilda, Alvia malah tersenyum lebar. Dia tak menanggapi perkataan Shaon lagi, ini saatnya kembali melakukan serangan. Shaon menyadari itu dan bereaksi dengan memerintahkan anak buahnya untuk menyerang terlebih dahulu. Namun, melihat Alvia kembali memosisikan tangannya seperti sebelumnya, tak satu pun anak buah Shaon yang berani bergerak.
"Apa yang kalian lakukan?! Berhenti jadi pengecut dan serang dia!" perintah Shaon, tapi tak ada yang menggubris kecuali satu orang di dekatnya.
"Kami tidak dibayar untuk ini, kami tidak mau mati, bos!"
"Oh, ayolah! Kalian pemburu level 3! Anak kecil sepertinya bukan masalah besar!"
Anak buah Shaon yang lain menimpali, merasa keberatan dengan perkataannya barusan, "Apa kau tidak lihat yang dia lakukan tadi, bos?"
Keengganan anak buahnya menambah rasa putus asa Shaon. Dia seketika menyesal telah menghabiskan banyak uang untuk menyewa mereka, beberapa bahkan merupakan pemburu dengan catatan penyelesaian misi mentereng dan mematok tarif lebih tinggi dari yang lain. Tapi, kenyataannya, biaya sewa mereka tak sebanding dengan pelayanan yang diberikan.
Bait demi bait selesai Alvia rapalkan, mantranya semakin mendekati akhir. Telapak tangannya yang mulai berpijar menandakan malapetaka Shaon semakin dekat. Sejumlah penyesalan mulai berdatangan memukuli pria itu tanpa ampun.
"O, Sang Agung. Kenapa aku tidak memelajari sihir sejak dulu? Itu akan sangat membantu saat ini!"
Ringis giginya di depan mulut kematian terlihat menyedihkan. Tangis keputus asaan yang meraung-raung dalam sanubari Shaon dibalurinya dengan harapan-harapan mustahil akan keajaiban, salah satunya adalah Furash tersadar dan menghentikan Alvia yang menjadi tanggung jawabnya sejak awal.
Namun, itu justru membuatnya semakin menyalahkan Furash atas semua kekacauan ini. Malah, dia berpikir bahwa seandainya dirinya selamat dari serangan Alvia, maka kejadian ini akan membenarkan pengkhianatan yang telah dia rencanakan beberapa saat lalu ketika berdebat dengan Furash.
Akan tetapi, Alvia terlebih dahulu menyelesaikan rapalannya.
Sekali lagi, Agni Exodus–mantra berbasis elemen terkuat yang Alvia kuasai–mendebur ruang kosong diantaranya dengan Shaon dan mengikis jarak yang ada dengan begitu cepat.
Shaon menutup mata sambil meringis lebar. Telinganya berdenyut kala gemuruh si jago merah mengeras, rengut alisnya bertambah ketika dia merasakan kenaikan suhu yang ekstrim. Api Alvia mendekat, hanya tersisa beberapa detik sebelum mengenai Shaon. Namun, tiba-tiba saja, sebuah piringan hitam menghalau ombak api tersebut dari wajahnya.
Hembusan angin dan suhu panas yang menghilang tiba-tiba membuat Shaon langsung membuka mata. Dalam keadaan masih syok, dia menoleh ke kanan dan kiri, berupaya mencari penjelasan di balik piringan hitam yang menyelamatkannya. Tatkala melihat ke sudut kiri jauh, Shaon mendapati seorang pria kekar dengan sebilah pedang masih tersarung rapi di pinggangnya.
Pria itu tersenyum lebar, melangkah pelan mendekati area di mana Alvia membuat Shaon serta anak buahnya bertekuk lutut.
"Hebat, gadis kecil. Aku takjub dengan kekuatan yang mampu kau lepaskan. Cadangan manamu pasti tidak main-main jumlahnya."
"Siapa kau?" Alvia merasa kehadiran pria itu akan menambah masalahnya.
"Namaku Kilman, senang bertemu denganmu. Kalau boleh aku mengetahuinya, izinkan aku mengetahui namamu."
Alvia mengernyitkan dahi mendengar cara bicara Kilman yang terdengar mengerikan. Pasalnya, bukan cuma intonasinya aneh, tapi gestur wajah Kilman saat bicara memberi kesan kalau dirinya adalah predator lapar yang sedang berhadapan dengan mangsanya.
"Ada apa gadis kecil? Tidak mau memberitahuku namamu?" Kilman menghela nafas kecewa. "Anak-anak jaman sekarang kurang sopan, ya? Yah, tapi, tata krama seseorang bukan urusanku. Lagipula, aku kemari bukan karenamu, melainkan ...."
Kilman menuding ke arah Shaon. Sontak, sang pimpinan gilda terperanjat karena merasa terancam.
"K–kenapa kau melihatku seperti itu, Kilman?" Shaon berdiri, meski kakinya bergetar hebat.
"Aku ingin penjelasan, tentu saja. Kau tidak pernah bilang padaku akan melakukan ekspedisi ke dalam rubanah. Biasanya, kau meminta bantuanku, lho."
"Ya, karena aku sudah menyewa orang lain. Tapi, seperti yang kau lihat, rencananya gagal total karena gadis itu." Shaon melirik Alvia.
"Jadi, seperti biasa, ya? Haha."
Serasa ada duri menusuk hati Shaon ketika Kilman membalasnya demikian.
"Aku kira kau akan selamanya melakukan prosedur yang sama untuk mengurangi jumlah pemburu yang datang ke Mugworth. Rupanya, kau punya batas kesabaran juga menghadapi berandalan-berandalan itu."
"Bahkan dengan pemburu sekaliber dirimu, rubanah sebesar ini hanya akan terkunci selama dua minggu setelah dungeon master dikalahkan. Aku berniat menyegelnya untuk waktu yang lebih lama," balas Shaon.
Kilman memerhatikan sigil penyisir di tengah area gua, seolah memahami rencana Shaon, Kilman kemudian mengangguk-angguk sebelum kembali bicara padanya.
"Omong-omong, kemarin aku mendengar pencurian terjadi di biara Mugworth. Jika dugaanku benar, ditambah dengan apa yang kau lakukan di sini, kurasa aku tahu bagaimana rencanamu."
Shaon tersenyum canggung. "Y–ya! Intuisimu bagus. Aku tidak tahu bagaimana tebakanmu bisa benar, tapi maukah kau membantuku?"
Alis Kilman terangkat, dia menyunggingkan seringaian lebar yang mengekspos barisan giginya ke dunia luar. Sembari menarik keluar pedangnya, Kilman memutar badan ke arah Alvia.
"Itu, sih, tergantung berapa bayarannya," balas Kilman dingin.
Alvia mengkertakkan gigi, lalu kembali mengangkat kedua tangannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top