40. Sigil Penyegelan Biara Mugworth

"Memang benar kalau akulah yang terhebat!" ~ Altnoah Discordia.

¤¤¤

Biara Mugworth adalah salah satu yang terbesar di daerah selatan Kozia. Mengingat jumlah penganut aliran Aphracia di wilayah ini termasuk banyak, tidak mengherankan apabila biara Mugworth sebagai pusat peribadatan penganut aliran Aphracia dibangun cukup megah.

Hari ini, tidak seperti biasanya, pimpinan biara, sang pendeta, memanggil semua rahib senior yang ada untuk mendiskusikan sebuah hal penting.

Di sebuah ruangan berdinding marmer putih, para biarawan dan biarawati duduk pada sisi meja yang berlawanan sesuai gender masing-masing. Sedangkan sang pendeta berada ujung meja terjauh dari pintu, duduk di kursi dengan kedua tangan berada di atas meja.

Wajah para rahib kelihatan bingung karena tidak mengetahui alasan dipanggilnya mereka secara tiba-tiba, termasuk Salire, Millia, dan kelompok keduanya.

"Baiklah, karena semua orang sudah ada di sini, aku akan langsung mengatakannya. Pertama-pertama, ini tentang saudari Salire dan kelompoknya."

Salire menaikkan alis, kacamatanya turun. Sama sepertinya, Millia terkejut oleh sang pendeta.

"Apakah kalian sudah selesai dengan tugas yang katedral utama berikan?" tanya sang pendeta.

Tentu, tugas yang dimaksud bukan soal menjadi pengajar di biara, sebab sebenarnya tugas tersebut adalah tugas sampingan Salire dan kelompoknya.

"Belum, Bapa. Kami telah berusaha sekeras mungkin. Namun, bahkan setelah kami mendengar informasi keberadaannya di kota ini, kami belum bisa menemukannya," jawab Salire.

Melihat sang pendeta yang tiba-tiba menanyakan progres misi kelompoknya, Millia serta rekan-rekannya yang lain mulai berpikiran buruk. Millia merasa jika katedral pusat telah jenuh dengan lambatnya penyelesaian misi yang diberikan pada kelompoknya. Jika benar demikian, ini artinya hukuman menanti mereka di katedral utama.

"Saudari Salire, aku takut," bisik Millia pada biarawati berkacamata itu.

Tidak bisa dipungkiri kalau Salire merasakan hal yang sama. Akan tetapi, baginya untuk menunjukkan ekspresi cemas adalah sebuah hal yang menghinakan kewibawaannya sebagai ketua kelompok.

"Bapa, kami meminta maaf pada katedral pusat atas keterlambatan kami. Saya yakin telah terlalu lama mengulur-ulur waktu dengan mengunjungi banyak biara sepanjang perjalanan. Tapi, tolong sampaikan pada dewan rahib untuk memberi kami lebih banyak waktu."

Sang pendeta menghela nafas, dia melipat bibir cukup dalam hingga kumisnya ikut tertarik masuk.

"Kau salah sangka," kata sang pendeta, membuat Salira dan kelompoknya terkejut. "Justru mereka tidak akan marah bahkan bila kalian gagal menemukannya. Apa kalian tidak mendengar kalau katedral pusat memutuskan untuk mengirim orang lain demi tugas itu."

"Sungguh? Saya tidak tahu." Salire merasa lega, begitu pula dengan Millia dan yang lain.

"Pasti ada kesalahan komunikasi sehingga kalian tidak mendapat kabarnya."

"Jadi, apa ini artinya tugas utama kami sekarang hanya menjadi pengajar?" Millia ikut bicara.

Sang pendeta memberikan anggukan kepala. Kelompok Salire pun menarik nafas panjang tanda lega, beban mereka kini berkurang.

"Lalu, apa alasan lainnya Anda memanggil semua rahib ke mari, Bapa?" tanya Salire, mewakili rahib-rahih lain yang sudah menunggu sang pendeta mengganti topik diskusi.

"Oh, tentang itu. Aku sebenarnya memerlukan bantuan kalian."

"Pada perkara apa, Bapa?"

Tiba-tiba, seorang rahib yang duduk tepat di hadapan Salire mengangkat tangan meminta izin untuk bicara. Sang pendeta memperbolehkannya.

"Beberapa hari yang lalu, seseorang masuk ke dalam skriptorium biara dan mencuri sejumlah salinan berisi sigil-sigil kelas tinggi beserta beberapa buah artefak magis yang berharga. Kami memergokinya keluar, tetapi gagal menghentikan orang itu."

"Mohon maaf karena kami tidak mengetahuinya. Kami tidak tahu karena terlalu sibuk dengan tugas kami." Salire nampak kaget mendengarnya. "Tapi, kenapa kalian membutuhkan bantuan kami? Bukankah lebih baik melaporkan ini pada penjaga kota?"

Sang pendeta menggaruk pelipis matanya, terkesan kalau dia bingung harus menjelaskan tentang pencurian itu.

"Masalahnya adalah ... kami sudah mengetahui siapa dalang di balik pencurian ini. Hmm, bukan pelaku pencurian itu sendiri, tetapi orang-orang yang menunggunya di luar biara," papar sang pendeta.

"Mereka komplotan?"

"Iya, dan bukan komplotan pencuri maupun perampok biasa pada umumnya. Orang-orang ini adalah mereka yang memiliki kendali atas hukum Kota Mugworth," pungkas biarawan di depan Salire.

Salire tak akan heran bila pejabat-pejabat negara melakukan korupsi, tetapi mendengar kalau orang-orang yang sanggup mengendalikan hukum ini melakukan pencurian secara langsung dengan tangan mereka sendiri adalah hal yang aneh baginya.

Asumsi kalau para pejabat Kota Mugworth telah menyusup masuk ke biara dan merampok skriptoriumnya membuat Salire hanya bisa bergeleng-geleng kepala.

"Saudari Salire, mungkin kami membuatnya terkesan kalau wali kota dan jajarannya adalah pelaku pencurian ini. Tapi, jangan salah sangka, para pelaku itu sebenarnya bukan berasal dari jajaran pemerintahan." Sang pendeta meluruskan. "Namun, tetap saja, para pencuri ini akan sangat sulit kita bawa ke pengadilan."

"Jadi, siapa mereka sebenarnya?"

"Seseorang dengan kekuasaan dan pengaruh kuat di kota ini. Dia memiliki banyak jaringan dan mitra dagang di mana-mana."

"Haha! Jadi, orang ini adalah seorang saudagar!" celetuk Millia.

Sang pendeta tersenyum kecil. Dengan bergeleng pelan dia mengisyaratkan tebakan biarawati bermata biru itu salah.

"Saudagar tidak datang ke rumah Tuhan dan merampok barang-barang suci yang dipercayakan olehNya kepada hamba-hambaNya. Tapi, kalau dipikir-pikir, memang orang itu punya pola pikir seorang pebisnis."

"Bapa, saya mohon tolong beritahu langsung pada kami siapa sebenarnya orang ini," pinta Salire.

"Orang yang kita lihat kemarin adalah Shaon, pimpinan gilda Mugworth. Kalian pasti tahu siapa dia dan seberapa besar pengaruhnya di kalangan pemburu monster di wilayah ini."

Udara di dalam ruangan jadi lebih berat dari sebelumnya. Ketegangan meningkat pesat dengan ekspresi sang pendeta yang tambah lebih serius. Sejumlah pertanyaan pun melintas di benak Salire.

"Sigil-sigil yang dicuri adalah sigil penyegelan dengan mekanisme aktifasi kompleks. Sistem kerjanya sendiri adalah dengan mengurung suatu ruang dan segala materi di dalamnya pada sebuah dimensi kantung selama beberapa waktu, secara teknis itu berarti memisahkannya dari dimensi asal dengan menciptakan dimensi baru di mana ruang itu berada sebelumnya."

Sang pendeta lanjut menjelaskan kalau sigil penyegelan itu bahkan mampu mengurung ruang yang berada di dimensi berbeda asalkan keberadaannya berada di titik yang sama. Jika telah diaktifkan, maka akan sangat sulit bagi si perapal untuk melepaskan sigilnya selama waktu yang ditentukan belum habis.

"Seharusnya, sigil ini mustahil untuk diaktifkan oleh siapapun karena konsumsi mana yang dibutuhkan terlalu tinggi. Dulu, leluhur kita harus mengorbankan dua ratus ribu orang demi memanen mana mereka untuk menggunakan sigil ini. Tapi, dengan bantuan artefak magis yang turut para pencuri itu ambil, konsumsi mananya akan menjadi sangat efisien."

Ancaman yang para rahib Kota Mugworth hadapi tidak main-main. Semua orang yang hadir di hadapan sang pendeta sama-sama mengetahui apa yang terjadi apabila mereka membiarkan sigil mematikan dan artefak magis mereka digunakan oleh para pencuri itu.

Memang para rahib Kota Mugworth belum mengetahui tujuan para pencuri dengan sigil serta artefak magis milik mereka. Namun, yang pasti, sang pendeta merasa apabila konsekuensinya akan terlalu fatal jika mereka membiarkan para pencuri mengaktifkan sigil penyegelan itu.

"Salire, Millia. Aku ingin kelompok kalian ikut menemani rahib-rahib yang kukirim untuk pergi menuju rubanah Mugworth. Baru pagi tadi, regu sensorik mana mendeteksi adanya anomali aliran mana di sekitar sana. Aku yakin kalau itu diakibatkan oleh ritual aktifasi sigil penyegelan milik kita."

Millia meneguk ludah, dirinya tidak pernah mempersiapkan diri untuk kejadian seperti ini. Resiko adanya pertarungan terlalu besar, itu di luar kemampuan seorang biarawati yang hanya mempelajari sihir penyembuhan sepertinya. Namun, Millia tak memiliki pilihan sebab keberadaannya bagi kelompok biarawatinya teramat penting.

Di sisi lain, rekan-rekan Millia tak perlu begitu mencemaskan terjadinya pertarungan.

"Baik, Bapa. Kami akan melaksanakan perintah Anda," ujar Salire seraya beranjak dari tempat duduk, kelompoknya mengikuti.

Seketika usai biarawati-biarawati itu berdiri, lingkaran sihir berwarna emas muncul di bawah kaki mereka. Dari lingkaran tersebut, melesat lagi lingkaran emas ke atas kepala para biarawati itu yang kemudian menembakkan cahaya biru kekuningan ke lingkaran di bawah kaki mereka.

Selama beberapa detik cahaya itu bersinar terang, sebelum perlahan memudar. Dari balik cahaya yang samar-samar lenyap, sosok Salire serta kelompoknya muncul dengan mengenakan pakaian putih bercorak emas dengan model yang berbeda dari sebelumnya.

Salire dan kelompoknya kini tampil berbeda dengan sarung tangan, sepatu boots bermoncong besi, kerudung berlapiskan rantai besi, jubah Aphracia putih tak berlengan, dan tunic yang sedikit lebih ketat tetapi masih cukup longgar untuk membuat anggota tubuh lebih mudah bergerak. Sebuah objek lingkaran dengan segitiga runcing panjang mencuat dari sisi bawahnya pun bermanifestasi di belakang mereka.

Rahib-rahib lain menyaksikan Salire dan kelompoknya  dengan decak kagum–bukan pada penampilan mereka, melainkan karena tekanan mana kelimanya yang meningkat pesat.

"Mengagumkan, ini baru pertama kalinya aku melihat cleric menggunakan mantra pertempuran mereka," ujar seorang biarawati.

"Tekanan mana seintens ini ... luar biasa," kata biarawati lain.

"Para rahib yang dilatih tidak hanya pada sihir pemurnian dan penyembuhan, tetapi juga pada sihir pertarungan. Sebuah kesempatan langka untuk menyaksikan cleric menunjukkan kemampuan mereka di era sekarang."

Decak kagum dan pujian yang mereka terima membuat Salire dan kelompoknya menundukkan wajah. Mereka menganggap jika itu adalah hal yang berlebihan.

Sesegera mungkin menghentikan ketepukauan yang melekat pada diri rekan sesama rahibnya, Salire pun berbicara dengan suara tegas.

"Saudara-saudariku, aku meminta maaf apabila sihir kami telah memberikan kesan berlebih di mata kalian semua. Seharusnya, sihir ini diperuntukkan hanya pada saat-saat di mana kami benar-benar tersudut" Salire mengangkat dagu. "Tapi, untuk kali ini, demi mencegah malapetaka yang mengancam Mugworth, kami terpaksa menggunakannya."

Millia dan rekan-rekannya yang lain memosisikan diri mengitari Salire. Mereka kemudian memegang tangan satu sama lain, lalu merapalkan sebuah mantra bersama-sama. Lingkaran sihir berukuran besar yang bercahaya terang tak lama kemudian muncul di bawah mereka.

"Kami akan bergegas merebut kembali sigil dan artefak magis yang para pencuri itu ambil. Semoga Sang Agung memberkati kita."

Cahaya putih lingkaran sihir di bawah kelompok Salire merambat ke atas kaki mereka, lalu perlahan merapuh dan melayang naik ke udara–membawa serta tubuh Salire dan rekan-rekannya dalam bentuk serpihan cahaya. Usai semua kelompok Salire berubah menjadi butiran putih kecil yang berpendar terang, mereka lenyap di udara seperti kabut tipis di pagi hari saat matahari naik semakin tinggi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top