38. Tunas Sebuah Takdir

"Api akan padam, air akan menguap dan cahaya akan sirna. Hanya kegelapan yang akan kekal tanpa akhir." ~ Gagor.

¤¤¤

Cahaya yang menyelimuti Giovanni dan Ceanta mengubah mereka menjadi ribuan partikel cahaya kecil dan membawa mereka ke suatu tempat.

Giovanni yang menutup matanya, tiba-tiba melihat sesosok perempuan bertudung putih yang tampak memendarkan cahaya terang dari sekujur tubuhnya.

Giovanni terkejut, melihat perempuan itu. Sesaat kemudian, dia pun sadar bahwa lingkungan di sekitarnya telah berubah.

Giovanni tak lagi berada di tengah jembatan di atas sungai di tengah Kota Mugworth. Kini, dia berada di suatu tempat antah brantah. Hanya ada hamparan rumput hijau dan bunga-bunga edelweiss mekar di sejauh mata Giovanni memandang serta seorang perempuan misterius di depannya.

Perempuan itu hanya diam melihat Giovanni dengan senyum lembut yang tersembunyi di balik semburat cahaya di wajahnya.

"Siapa Anda?" Giovanni ingin melihat perempuan itu lebih jelas, tetapi terhalang cahaya yang keluar dari tubuh perempuan.

Perempuan bertudung putih itu menundukkan kepalanya sedikit seraya terus mempertahankan senyum kecilnya.

Dia tak menjawab pertanyaan Giovanni. Hal ini membuat Giovanni semakin penasaran. Namun, tiba-tiba perempuan itu akhirnya membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu pada Giovanni.

"Aku bersyukur kau membawaku. Berkah ilahi akan terus memberkatimu, terus genggam diriku Suatu hari, niscaya kau akan dapat menemukan kunci untuk menggenggam cahayaku lebih erat."

Mendengar ucapan perempuan itu, Giovanni memiringkan kepala. "Apa maksud Anda?"

Perempuan itu kembali tersenyum. Dari sela tudung yang menutupi separuh wajahnya, tampak dua belah mata berwarna biru terang.

"Aku tidak punya waktu untuk menjelaskan."

Cahaya yang keluar dari tubuh perempuan itu tiba-tiba bersinar semakin terang. Giovanni melindungi matanya dengan kedua tangan karena saking silaunya. Beberapa saat kemudian, sinar tersebut melahap Giovanni, dan pandangannya perlahan menghitam.

***

"Giovanni-re!"

Suara itu berdengung berkali-kali di telinga Giovanni, perlahan semakin jelas setiap kali terdengar. Bersamaan dengan pendengarannya yang membaik, kesadaran Giovanni pulih dan dirinya membuka mata.

Giovanni menemukan Ceanta saat dia terjaga. Wajah gadis itu tampak memerah karena menangis. Air matanya mengalir di sepanjang garis pipi, kemudian bersatu dan jatuh di ujung dagu membasahi dada Giovanni.

Tetesan air mata itu yang membuat Giovanni segera berusaha bangun. Dia kaget melihat kenapa Ceanta sampai menangis seperti itu.

"Kenapa kau menangis, Ceanta? Bagaimana dengan para preman itu?"

Giovanni melihat ke sekitarnya, dia sudah berada di tempat lain, yaitu sebuah gang. Namun, Giovanni yakin kalau saat ini dia telah kembali ke Kota Mugworth.

Kebingungan atas kejadian apa yang dia alami tak serta merta membuat Giovanni kalut dan melupakan kekhawatirannya atas Ceanta yang berderaian air mata.

"Apa yang terjadi?"

"K–kau membuatku cemas! Setelah menggunakan mantra teleportasi, aku pikir kau akan mati. Syukurlah kau segera tersadar!" Kedua tangan Ceanta menangkup, ada cahaya hijau keluar dari dalamnya, dia sedang menggunakan sihir penyembuhan.

Namun, perkataan Ceanta justru membuat Giovanni mengernyitkan dahi.

"Aku menggunakan mantra teleportasi?"

"Ya!" ujar Ceanta. "Kenapa kau tidak bilang bisa menggunakan itu?"

Giovanni menggaruk kepalanya. Merasa tak melakukan apapun saat dikepung oleh para preman, dia pun menyangkal perkataan Ceanta.

"Tapi, aku tidak bisa menggunakan sihir. Apa kau tidak ingat aku bahkan kesulitan untuk merapalkan mantra api level terendah?"

Seketika, raut wajah Ceanta berubah, dia baru mengingat tentang ketidak mampuan Giovanni tersebut. Gadis itupun termenung memikirkan apa yang sebenarnya terjadi di jembatan beberapa saat yang lalu. Dalam sudut pandangnya, Ceanta merasa hanya seperti berkedip sebelum tiba-tiba berpindah tempat. Seolah waktu terhenti dan ada seseorang memindahkan keduanya.

Di saat Ceanta berkutat dengan pikirannya sendiri, Giovanni tiba-tiba bercerita dari sudut pandangnya tentang apa yang dilihatnya saat mereka tiba-tiba berteleportasi.

Ketika Giovanni memberitahunya soal perempuan misterius bercahaya dan apa yang dikatakan oleh perempuan itu, Ceanta seketika menyipitkan mata dan memegangi kepalanya, dia membuang tatapannya ke tanah saat merasa familiar dengan perkataan perempuan bercahaya itu.

"Aku tidak tahu apa yang dia maksud, tetapi ... entah mengapa aku langsung berpikir tentang anting kristal Bunda saat perempuan itu mengatakannya padaku." Giovanni segera mengambil anting kristalnya.

Dia memperhatikan anting itu dengan seksama, tampak ada yang berbeda dengan anting tersebut sekarang. Seperti ada garis-garis cahaya tipis melintang dari sudut ke sudut kristal itu.

Melihat Giovanni memperhatikannya, Ceanta menjadi ikut tertarik mengamati. Namun, ketika dia mendekati Giovanni, Ceanta merasakan sebuah tekanan di sekitar anting kristal itu yang seolah menghalanginya mendekat dengan membuatnya kesulitan menjangkau Giovanni.

"Ada apa, Ceanta?" Giovanni menyadari Ceanta yang bertingkah aneh karena berusaha melawan tekanan misterius itu.

"Anu, seperti ada yang menghalauku mendekatimu, lihatlah." Ceanta menjulurkan tangannya.

Akan tetapi, alih-alih terhalangi oleh penghalang misterius tadi, Ceanta kini dapat menyentuh Giovanni tanpa kesulitan.

"Tidak ada apapun." Giovanni mengernyitkan dahi, lantas memasukkan antingnya kembali ke dalam saku bajunya. "Apa yang sebenarnya kau rasakan?"

Ceanta menggaruk kepala, tak dapat menjelaskan apa yang dialaminya barusan. Kejadian aneh ini membuat Ceanta berpikir keras mencari penjelasan masuk akal di baliknya. Namun, daripada menemukan alasan yang dia cari, Ceanta justru teringat saat Raven dan Alvia terhempas di kamar penginapan.

Dia mengingat gelagat aneh mereka, terutama saat Raven membenahi barang bawaan mereka yang berantakan. Meski hanya sekilas, Ceanta dapat melihat wajah Raven yang sangat cemas saat dia memungut anting kristal Giovanni.

"Anting kristal Giovanni-re ... Raven kelihatan ketakutan saat memegangnya. Sekarang, aku merasa ada sesuatu yang keluar dari anting itu dan itu membuatku sedikit gemetar. Apa ada sesuatu dengan antingnya?" ujar Ceanta dalam hati.

Sama seperti Raven dan Alvia, Ceanta sekarang tertarik pada anting Giovanni.

Di sisi lain, Giovanni menyadari kalau penuturan aneh Ceanta membuatnya menduga kalau pada anting kristalnya terdapat sebuah rahasia.

Giovanni berpikir, kalau alasan Bunda memintanya menjaga anting itu baik-baik bukan hanya karena anting tersebut sebagai warisan atau barang berharga saja.

Hatinya yang merasa begitu dekat dengan Bunda saat memegang anting kristal itu, kemunculan perempuan misterius yang bicara hal aneh padanya, dan reaksi-reaksi janggal orang lain saat berada di dekat anting kristal tersebut adalah petunjuk bagi Giovanni untuk mengupas rahasia apa yang ada di balik anting kristalnya yang sebenarnya.

Giovanni berpendapat, mungkin saja kalau dia dapat mengetahui rahasia itu, maka itu akan membuka jalan baginya mengetahui kebenaran di balik hal-hal misterius lain yang Bunda katakan di saat terakhir Giovanni melihatnya.

"Apa yang kalian lakukan di sini?"

Suara manis melengking yang sedikit terdengar tengil melempar tanya pada Giovanni dan Ceanta. Mereka pun menoleh ke arah suara itu berasal.

Kedua mata sepasang anak muda itupun mendelik lebar mengetahui siapa sosok yang bertanya pada mereka. Seorang gadis dengan rambut coklat terang pendek dengan sebilah pedang tersarung di pinggul tengah memperhatikan keduanya sambil bertolak pinggang di depan gang.

Gadis itu tidak datang sendirian, melainkan bersama seorang pria bercelemek hitam.

"Astria?" sebut Giovanni.

"Kenapa kalian bisa ada di sini?" Astria segera mendekati.

Dores mengikuti Astria, meski pria itu sempat bingung kenapa Giovanni memanggil gadis yang dikenalnya sebagai Frishtava itu dengan nama lain.

"Syukurlah aku bisa bertemu kalian lagi, aku benar-benar tidak menyangka," ucap Astria bak sahabat karib yang telah lama berpisah.

"Aku juga! Aku pikir setelah kucing itu mengirimmu, itu adalah terakhir kali aku bisa melihatmu," balas Giovanni dengan senyum lebar.

"Ya, sepertinya takdir menginginkan kita untuk saling melihat satu sama lain sekali lagi." Astria tersenyum, Giovanni menilai itu sebagai sesuatu yang indah.

Ketiganya lantas berbincang beberapa saat sebelum akhirnya Astria berpikir kalau mereka perlu pindah ke tempat yang lebih nyaman lagi untuk melanjutkan percakapan. Mereka pun beranjak dari gang dan menuju ke bar milik Dores.

Di tengah perjalanan ke sana, Dores menanyakan kenapa Giovanni dan Ceanta memanggil Astria dengan nama "Astria". Gadis itu memberi penjelasan dengan mengatakan kalau nama Astria adalah panggilan kesayangan teman-temannya terhadapnya.

Dores memanggut-manggut mendengar penjelasan Astria. Dia tampak mempercayai bualan Astria tersebut. Namun, Dores tidak mempercayainya begitu saja.

Sebaliknya, nama yang Dores gunakan untuk memanggil Astria membuat heran Giovanni dan Ceanta. Karena bingung, keduanya meminta Astria memberitahu mereka kenapa  Dores memanggilnya demikian. Namun, Astria malah berbisik pada keduanya dan mengatakan kalau dia akan menjelaskan itu nanti.

***

Sampai tadi, Astria belum pernah merasakan kebahagiaan yang membuatnya sampai ingin melompat-lompat. Begitu melihat Giovanni dan Ceanta, dia langsung berpendapat kalau itu artinya Alvia juga berada di Mugworth.

Sesampainya di bar milik Dores, Astria pun menjelaskan apa yang dialaminya hingga bisa berada di Mugworth dan dipanggil Frishtava pada Giovanni dan Ceanta.

Kemudian, giliran Giovanni dan Ceanta bercerita. Astria tidak peduli bagaimana cara mereka bisa berada di Mugworth, jadi dia tak begitu mendengarkan.

Ketiganya berbincang-bincang cukup lama, sementara Dores berada di bar melakukan pekerjaannya seperti biasa. Akan tetapi, telinganya terus berusaha mendengarkan dengan seksama apa yang ketiga anak itu sedang bicarakan sekarang di tengah dentingan garpu dan botol minum di atas meja.

"Sekarang kalian ingin mencaritahu keberadaan ketua party kalian? Apa itu tidak terlalu beresiko?" Astria berkomentar usai mendengarkan cerita Giovanni soal kasus yang dialami party-nya.

"Aku curiga kalau Tuan Furash melakukan hal yang berbahaya. Aku khawatir dengannya, aku hanya ingin tahu," balas Giovanni.

Astria termenung sesaat merasa tak habis pikir dengan Giovanni. Dia merasa kalau Giovanni akan menyeret dirinya sendiri ke dalam masalah, bukan hanya itu, dia juga membawa Ceanta. Namun, Astria malah melihat adanya peluang baginya menemukan Alvia di tengah-tengah situasi ini.

"Mungkin aku bisa membantumu soal itu," ucapnya.

Mendengar penuturan Astria, Giovanni dan Ceanta langsung menatap satu sama lain. Mereka menanyakan pendapat masing-masing tentang keikutsertaan Astria. Menyangka kalau gadis di depan mereka memiliki niat tulus untuk membantu, mereka pun menerima niat baik Astria tersebut.

"Kami akan sangat senang kalau kau membantu."

"Terima kasih, ini bukan sesuatu yang merepotkanku."

Seulas senyum terkembang di wajah Astria, senyuman itu lalu berubah menjadi seringaian kecil, Giovanni menyadari itu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top