37. Pantikan

"Aku berada pada dua pilihan; memilihmu, atau memilihnya. Itu adalah suatu hal yang berat untuk kuputuskan. Namun, jauh dalam lubuk hatiku, aku mencintaimu." ~ Excel.

¤¤¤

Bisnis kecil-kecilan yang Raven lakukan berbuah manis setelah mendapat Antonio sebagai pelanggan pertamanya. Pria paruh baya itu tidak hanya memborong sejumlah sigil buatannya, tetapi juga membantu Raven mempromosikan sigil-sigilnya.

Memang, dapat dikatakan kalau sigil buatan Raven berkualitas baik sehingga Antonio tidak ragu untuk mempromosikannya. Namun, selain itu, sebenarnya alasan Antonio mau membantu Raven adalah karena dia tertarik dengan pemuda itu karena kecintaannya terhadap uang.

Antonio berpikir kalau mereka bisa jadi rekan bisnis yang baik. Jadi, selama pria itu berada di Mugworth, dia meminta Raven untuk menjual sigil-sigil buatannya kepadanya.

Tentu, kesempatan ini tidak dilewatkan oleh Raven demi pundi-pundi shiling yang setidaknya mencukupi kebutuhan makannya beserta anggota party yang lain selama masa larangan bepergian oleh gilda berlaku.

Meski demikian, bukan berarti Raven tanpa kekhawatiran. Dia merasa janggal karena Furash belum kembali setelah pergi seminggu yang lalu. Apa yang tengah pria itu lakukan dan bagaimana kelanjutan dengan kasus yang menimpa mereka, semua itu menjadi misteri. Hingga pada hari kedelapan Furash pergi, seorang kurir datang menemui Raven dengan membawa sebuah surat.

Ketika Raven membuka surat itu dan membacanya bersama anggota party yang lain, semua orang terkejut.

"Kita diperbolehkan meninggalkan Mugworth dan larangan kita untuk menjalankan misi dicabut?" Alvia mengernyitkan dahi mengetahui isi surat.

"Tapi, kenapa?" Ceanta menyahut.

Raven membaca ulang isi surat itu dan memastikan tidak ada satu kalimatpun yang dia lewatkan. Satu-satunya alasan pembebasan party Raz Agul dari larangan adalah karena gilda telah mengkaji kasus mereka dan menemukan kalau mereka tidak bersalah.

Giovanni tentu saja heran bukan kepalang. Pasalnya, Furash mengakui kalau partynya bersalah pada Shaon. Ada Kilman sebagai saksi saat interogasi berlangsung.

"Apa yang telah Tuan Furash lakukan?" tanya Giovanni dalam hati.

Raven melipat kembali surat itu dan memasukkannya ke dalam amplop. Dia lantas menyimpannya ke dalam saku celananya.

"Tidak ada yang perlu kita herankan di sini. Tuan Furash pasti adalah alasan di balik surat ini. Kita tidak perlu memikirkannya," ucap Raven.

"Tapi, apa kau tidak khawatir? Tiba-tiba kita dibebaskan dari larangan seperti ini, dengan alasan yang tidak jelas pula. Apa kau tak mencemaskan apa yang telah Tuan Furash lakukan?" Ceanta membuat Raven mengerling ke arahnya.

"Sedikit," balas Raven. "Tapi, aku percaya padanya. Aku percaya kalau dia tidak akan melibatkan kita pada rencananya."

"Rencana apa?" Ceanta memiringkan kepala dan mengernyitkam dahi.

Raven berpaling menuju ke kasurnya dan segera merebahkan diri. Dia menghadap ke arah tembok, lalu memejamkan mata. Dia sempat kembali bicara sebentar.

"Aku sudah jauh lebih lama mengenalnya daripada kalian semua. Tuan Furash itu mungkin terlihat konyol, tetapi dia pandai memukau orang."

Alvia hanya mengangkat bahu perihal tindakan apa sebenarnya yang dilakukan oleh Furash. Sama seperti Raven, dia memilih untuk tidak peduli. Mereka berdua sudah amat percaya pada pria itu kalau tidak akan ada apapun yang terjadi pada mereka.

Namun, berbeda dengan Raven dan Alvia, Giovanni serta Ceanta justru curiga. Mereka merasa apabila ada hal yang tidak beres tengah terjadi.

Dirinya ingin mencaritahu penyebab pasti dari pencabutan larangan atas party-nya yang aneh ini. Namun, untuk itu dia tidak bisa melakukannya sendirian. Ceanta dapat menemaninya, tetapi untuk mengetahui penyebab pasti kejanggalan ini dia butuh seseorang yang memiliki hubungan dengan gilda.

Tentu saja, Shaon berada di luar jangkauan anak sepertinya.

"Apa mungkin dia bisa membantuku?" Hanya ada satu orang di pikiran Giovanni.

***

Ditemani oleh Ceanta, Giovanni pergi menuju ke gilda Mugworth untuk mencari Kilman. Meski Furash telah memperingatkan padanya agar tak mendekati pria itu, tapi Giovanni merasa demi mengungkap apa yang Furash lakukan dirinya harus meminta bantuan kepada ahli pedang yang disebut sebagai yang terbaik di wilayah barat tersebut.

Ini bukan berarti Giovanni tak mewaspadai Kilman, justru dia merasa sangat berhati-hati. Apa yang dilakukan Giovanni adalah perjudian. Dia telah siap dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang ada. Untuk itulah, Giovanni membawa serta busur dan anting kristal miliknya.

Giovanni sebetulnya tak menganggap kalau anting itu adalah barang yang istimewa selain karena pemberian dari Bunda. Namun, dia merasa kalau anting tersebut dapat membuatnya lebih tenang.

Giovanni menganggap bahwa Bunda ada di dekatnya saat dia membawa anting kristal itu. Giovanni juga berpikir anting kristal tersebut membawa semacam keberuntungan.

Saat di tengah perjalanan, Giovanni melewati sebuah jembatan yang berdiri di atas sungai yang mengalir membelah Kota Mugworth.

Keadaan di sana tampak tenang. Beberapa kereta kuda lalu-lalang dan banyak pejalan kaki melintas di pinggir jalan. Akan tetapi, ketika hendak sampai di ujung jembatan, ada beberapa orang yang tampak sedang memberhentikan kereta-kereta kuda yang lewat.

Orang-orang itu kelihatan menerima beberapa keping shiling dari kereta-kereta kuda tersebut. Di antara mereka, ada satu wajah yang cukup familiar bagi Giovanni dan Ceanta. Tepat saat mereka sedang memperhatikannya, pria berkepala botak itu menoleh.

"H–hei, kau!" tudingnya berseru lantang.

Giovanni dan Ceanta tersentak, mereka sadar kalau pria botak itu adalah si tukang palak yang beberapa waktu lalu mereka buat babak belur.

"Kau 'kan yang waktu itu di dekat taman bukan?" bentak si tukang palak lagi. Beberapa temannya ikut menoleh kepada Giovanni dan Ceanta.

"Oh, jadi bocah-bocah itu yang mempermalukanmu, Fon?" ujar salah satu rekan si tukang palak.

"I–iya, tapi yang membuatku pingsan bukan mereka," balas si tukang palak bernama Fon itu, dia nampak malu mengakui kalau dirinya dikalahkan oleh anak kecil.

Rekan Fon mendecih. "Bisa-bisanya? Tapi, sememalukan apapun dirimu, kau masih tetaplah rekan kami. Jadi, mari kita beri pelajaran bocah-bocah itu."

Rekan-rekan Fon melangkah maju mendekati Giovanni dan Ceanta. Merasa ada yang tidak beres, keduanya langsung berbalik badan dan pergi.

"Mungkin kita bisa menjual mereka ke pembudak. Oh, dan untuk si gadis kecil itu, mungkin rumah bordil di area Hemleft mau menerimanya."

Sebagai orang yang paling tersakiti hatinya oleh Giovanni dan Ceanta, Fon merasa amat setuju dengan penuturan rekannya tersebut.

Rekan Fon, yang paling banyak bicara, mempercepat langkahnya melihat Giovanni dan Ceanta berpaling pergi. Pria berkulit agak kemerahan itupun membaca sebuah mantra dan semburat cahaya tipis kuning mulai menyelimuti pergelangan kakinya.

Cahaya kuning itu kemudian berpijar dan berubah menjadi percikan listrik.

"Jolt!" ucapnya.

Listrik yang muncul memicu kontraksi kuat pada otot-otot kaki pria itu dan dengan sebuah dorongan kuat diapun mendepak tanah untuk melontarkan dirinya sendiri ke udara.

Pria itu melompat melewati Giovanni dan Ceanta, dia mendarat tepat di depan keduanya.

Dihadang oleh seorang pria besar sementara beberapa rekannya yang lain mengepung dari belakang, Giovanni langsung menyuruh Ceanta merapat ke dinding pembatas jembatan.

"Apa yang kalian inginkan?!" seru Giovanni. Dia telah mengambil busur dan menarik talinya. Sebuah anak panah Mana pun muncul pada busurnya.

Pria di depan Giovanni membalas, "Kudengar kalian membuat salah satu teman kami babak belur, jadi ... kami hanya ingin sedikit membalas dendam."

Giovanni melihat kalau beberapa preman yang mengepungnya mulai menarik keluar senjata tajam dan mengalirinya Mana. Giovanni berpikir keras untuk dapat mengeluarkan dirinya dan Ceanta dari situasi ini.

Membela diri bukanlah pilihan terbaik, Giovanni tahu dirinya kalah jumlah dan kemungkinan pula kalah kekuatan. Memperhatikan ke sekelilingnya, orang-orang mengabaikan mereka, kereta kuda yang lewat pun terus lalu-lalang tak peduli.

Namun, ketika sebuah gerobak besar berisikan banyak karung dan hasil panen melintas dari arah belakang si pria berkulit agak kemerahan, Giovanni mendapatkan sebuah ide.

"Ceanta, pegang pundakku!"

"Apa yang akan kau lakukan, Giovanni-re?"

Tanpa memberi penjelasan, Giovanni menembakkan anak panahnya dengan kekuatan cukup besar ke arah karung-karung yang ada di atas gerobak ketika gerobak tersebut melintas di dekat si pria berkulit agak kemerahan. Alhasil, karung-karung tersebut meledak dan isinya yang terdiri dari berbagai macam sayuran berhamburan.

Sebuah karung tepung yang ikut diangkut gerobak itu juga meledak menutupi si pria berkulit kemerahan.

Karena ledakan tersebut, gerobak pengangkut hasil panen itu hancur. Kuda-kuda yang menariknya berlarian panik, sementara sang kusir selamat meski terlempar ke tepi jalan. Karena ledakan itu juga, kuda-kuda penarik kereta kuda lainnya yang sedang lewat ikut panik dan lari tunggang langgang kehilangan kendali.

Memanfaatkan kekacauan yang terjadi, Giovanni menarik kembali tali busur panahnya dan menembak ke tanah di hadapan para pengepungnya yang lain.

Anak panah Giovanni meledak dan membuat para preman itu mundur. Giovanni langsung menggendong Ceanta dan berlari sekencang mungkin melewati mereka memanfaatkan momentum yang ada.

Namun, si pria berkulit kemerahan tiba-tiba saja muncul di hadapan keduanya dan memukul Giovanni. Di saat bersamaan Giovanni menarik tali busur panahnya dan menembak pria itu, keduanya terpental.

"Dasar kurang ajar!" umpat si pria berkulit kemerahan.

Ceanta–yang tertindih Giovanni–menyadari jika pria itu telah berdiri kembali dan merapalkan sebuah mantra ke arahnya serta Giovanni. Dengan cepat, Ceanta pun menjulurkan tangan kemudian memunculkan sebuah kubah pelindung dan menghalau peluru petir yang pria itu tembakkan.

"Terima kasih, Ceanta!"

Giovanni segera bangkit, dia mengisi ulang anak panahnya. Tanpa basa-basi, Giovanni menembak pria berkulit kemerahan sekali lagi tapi itu tak tampak memberi efek apapun padanya.

"A–apa?" Giovanni tercekat.

Sementara itu, Fon dan rekan premannya yang lain datang menyerbu dengan raut wajah penuh amarah setelah sebelumnya tersiram tanah hasil ledakan anak panah Giovanni.

Melihat ini, Giovanni mengkertakkan gigi. Dia bersiap sekali lagi untuk menembakkan anak panah tanpa peduli akan hasil yang didapatnya nanti. Sembari menutup mata, Giovanni melepaskan dua tembakan sekaligus pada Fon serta rombongannnya dan si pria berkulit kemerahan.

Pada saat itulah, sebuah cahaya berbentuk sayap muncul dari dada Giovanni dan membalut sekujur tubuhnya.

"G–Giovanni-re?!" Mata Ceanta melebar menyaksikan cahaya itu tiba-tiba meluncur dan membalut tubuhnya.

Tanpa seorang pun duga, tiba-tiba cahaya itu lenyap begitu saja sesaat kemudian, begitu pula dengan Giovanni dan Ceanta yang diselimutinya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top